Berita Surabaya

Komisi D Minta Dinkes Surabaya Siapkan Layanan KRIS BPJS

Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Surabaya Ajeng Wira Wati: Kita berharap pemberlakuan KRIS nanti tidak memberatkan peserta BPJS

Penulis: Nuraini Faiq | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID/Nuraini Faiq
Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Surabaya, Ajeng Wira Wati. 

SURYA.CO.ID, SURABAYA – Setidaknya 3 juta lebih warga di Surabaya akan terkena dampak peralihan layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tanpa kelas.

Rencananya, tak ada lagi pasien Kelas 1-3, tapi akan diterapkan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).

Selain terkait layanan, jutaan warga Surabaya juga akan menantikan terkait besaran iuran BPJS yang akan diterapkan.

Namun, Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Surabaya Ajeng Wira Wati meminta agar warga dan seluruh peserta BPJS di Kota Pahlawan ini tidak perlu cemas.

Apalagi Kota Surabaya sudah memberlakukan Universal Health Coverage (UHC) atau JKS (Jaminan Kesehatan Semesta).

"Kami minta Dinkes (Dinas Kesehatan) Surabaya mengkaji untuk persiapan layanan KRIS agar lebih tepat sasaran. Berikan layanan terbaik untuk warga Surabaya," kata Ajeng, Rabu (29/5/2024).

Politisi Gerindra ini, mengaku akan mengawal layanan dasar warga di bidang kesehatan tersebut.

Apa pun keputusannya nanti, lanjut Ajeng, warga Surabaya harus mendapatkan layanan terbaik. Terutama warga yang masuk kepesertaan BPJS PBI Daerah (PBID).

Yakni, warga kurang mampu yang kepesertaan BPJS-nya dicover APBD. Ada sebanyak 962.804 jiwa yang masuk PBID Kota Surabaya.

Setiap tahun, Pemkot Surabaya menganggarkan sekitar Rp 150 miliar untuk warga dari keluarga miskin (gakin) tersebut.

Pada APBD 2025 nanti, tentu akan dipersiapkan. Dan yang paling penting harus tepat sasaran dengan akurasi data terkini.

"Juni 2025 akan dimulai penerapan KRIS. Tapi yakinlah pemerintah akan mengutamakan kepentingan warga," tandas Ajeng.

Iuran Tak Beratkan Warga

Ajeng juga berharap pada pemberlakuan KRIS nanti tidak memberatkan peserta BPJS.

Besaran iuran, nantinya tidak memberatkan masyarakat. Namun tetap menjamin keadilan dan kenyamanan dalam mendapatkan layanan kesehatan.

“Besaran iuran masih menunggu kebijakan pusat. Kami semua berharap iuran baru itu tidak memberatkan masyarakat. Saya yakin semua dalam rangka peningkatan layanan kepada masyarakat," kata Ajeng.

Sementara itu, Ajeng juga meminta kesiapan rumah sakit (RS) sebagai pemberi layanan kesehatan dalam sistem KRIS. RS milik pemerintah daerah agar turut mempersiapkan perubahan kebijakan tersebut.

Pihaknya ingin sistem KRIS di RSUD tetap mengedepankan standarisasi secara maksimal, baik dari segi fasilitas maupun sumber daya manusia (SDM). Surabaya tahun depan harus siap menyesuaikan layanan KRIS

Pemkot Surabaya juga didorong untuk mengkolaborasikan aturan ini bersama RS swasta. Komisi D tidak ingin nantinya muncul stigma atau sentimen negatif dari masyarakat yang berobat di RS swasta.

“Jangan sampai yang sebelumnya ada stigma dianggap sebelah mata, dan pelayanan BPJS belum 100 persen puas, malah ke depan menjadi semakin tidak memuaskan di Surabaya,” tandas Ajeng.

Pemkot Surabaya harus menjamin kenyamanan dalam berobat. Apalagi Surabaya saat ini memberlakukan UHC. Warga Surabaya yang ingin berobat ke RS di Surabaya cukup dengan KTP.

Maka, kesiapan infrastruktur kesehatan, fasilitas, sarana prasarana dan kesejahteraan SDM kesehatan harus diperhatikan.

Ikuti Update Berita Menarik Lainnya di Google News SURYA.co.id

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved