Berita Viral

Rekam Jejak Dwikorita Karnawati Kepala BMKG yang Viral Sebut Gempa Megathrust Lumpuhkan Jakarta

Inilah rekam jejak Dwikorita Karnawati, Kepala BMKG yang tengah viral gara-gara videonya bahas gempa megathrust lumpuhkan Jakarta.

Kompas.com
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati. Ia baru-baru ini viral karena videonya Sebut Gempa Megathrust Lumpuhkan Jakarta. Simak rekam jejaknya. 

SURYA.co.id - Inilah rekam jejak Dwikorita Karnawati, Kepala BMKG yang tengah viral gara-gara videonya membahas gempa megathrust.

Diketahui, sosok Kepala BMKG Dwikorita Karnawati tengah ramai jadi sorotan setelah videonya menyebut gempa megathrust lumpuhkan Jakarta viral di media sosial.

Dwikorita kemudian meluruskan, video yang viral itu telah dipenggal oleh pihak tidak bertanggung jawab sehingga dapat dimaknai berbeda oleh warganet.

Selengkapnya klarifikasi Dwikorita juga bisa dilihat di artikel ini.

Baca juga: Biodata Dwikorita Karnawati Kepala BMKG yang Viral Sebut Gempa Megathrust Lumpuhkan Jakarta

Lantas, seperti apa rekam jejak Dwikorita Karnawati?

Dwikorita Karnawati yang akrab disapa dengan panggilan Rita lahir di Yogyakarta, 6 Juni 1964 silam.

Dwikorita Karnawati memiliki rekam jejak pendidikan yang cukup mentereng, ia memperoleh gelar Sarjana Teknik Geologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tahun 1988 lalu.

Tak berhenti disitu, Kepala BMKG RI tersebut lantas melanjutkan pendidikanya di Leeds University, Inggris.

Setelah menempuh pendidikan di luar negeri, Dwikorita Karnawati berhasil meraih gelar Master of Engineering Geology di tahun 1992.

Tak lama berselang, ia mendapatkan gelar barunya berupa Ph.D of Earth Sciences dari Leeds University, Inggris tahun 1996.

Sebelum menjadi Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati memulai karir sebagai Rektor Universitas Gadjah Mada.

Ia menjabat sebagai Rektor UGM selama rentang waktu 2014-2017.

Baca juga: Cara Cek THR Pensiunan, PNS, TNI/Polri Cair Melalui SMS, Gak Perlu Antre di Bank Atau ATM

Tak bisa dipungkiri, perempuan kelahiran Yogyakarta itu memiliki pengalaman profesional yang luas dengan latar belakang akademik sebagai Profesor Geologi Lingkungan dan Mitigasi Bencana di UGM.

Ia juga dikenal aktif dalam mempromosikan dan mengembangkan Sistem Peringatan Dini Multi Bahaya Nasional (MHEWS).

Atas keberhasilannya tersebut, Dwikorita Karnawati dihormati sebagai salah satu pemimpin ahli kunci dalam mengembangkan Keputusan Presiden untuk MHEWS Indonesia.

Kembali, pada saat itu, Dwikorita Karnawati melanjutkan penelitian tentang Prediksi Bencana Hidrometeorologis dalam Program Post Doctoral di Tokyo University of Agriculture and Technology, Jepang tahun 1997.

Alhasil, ia lantas mendapatkan Penghargaan Profesor Leverhulme untuk lebih mengembangkan penelitiannya dalam Sistem Peringatan Dini Longsor Berbasis Masyarakat, di The Institute for Advanced Studies, Bristol University, Inggris pada tahun 2003.

Pada bulan Oktober 2011, penelitiannya dalam Sistem Peringatan Dini Longsor Berbasis Partisipasi Masyarakat dipilih sebagai salah satu penelitian terbaik kategori Pengurangan Risiko Bencana Tanah Longsor oleh International Consortium on Landslides (ICL), yang mengarah pada penunjukan UGM sebagai Pusat Keunggulan Dunia untuk Pengurangan Risiko Bencana Tanah Longsor.

Tak hanya itu, ia dianugerahi Program Penelitian Senior Fulbright untuk mengembangkan Integrasi Sensor Teknis dengan sensor Manusia untuk Sistem Peringatan Dini Tanah Longsor, yang dilakukan di The Visualization Center-Homeland Security Post Graduate Program, di San Diego State University, California, AS pada 2011- 2012.

Baca juga: Nasib Amy BMJ Usai Bayinya Dibawa Aden Wong, Memohon Bantuan Jokowi hingga Perdana Menteri

Sejak tahun 2015, Dwikorita Karnawati dipercaya sebagai Wakil Presiden International Consortium on Landslides (ICL).

Menjabat sebagai Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Indonesia (BMKG), sejak November 2017.

Dalam posisinya yang baru-baru ini sebagai Kepala Badan, ia aktif mendorong inovasi pada Teknologi Sistem Peringatan Dini dan Sistem Prakiraan Berbasis Dampak untuk Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, didukung oleh Big Data, Artificial Intelligent (AI), dan Internet of Things (IOT), yang juga terhubung ke Media Sosial, Mobile Aps dan You Tube.

Menerima pengakuan luas dari mitra nasional dan lokal serta dari berbagai organisasi internasional untuk pekerjaannya, Dwikorita Karnawati juga telah diundang untuk menjadi pembicara kunci dalam konferensi, pertemuan, dan acara di berbagai universitas dan lembaga di Amerika Serikat, Eropa, Australia, Selandia Baru, India, Jepang, Cina, dan Afrika, untuk berbagi praktik terbaik dari pengalamannya dalam Pengurangan Risiko Bencana dan Sistem Peringatan Dini.

Videonya Viral

Dwikorita meluruskan, video yang viral itu telah dipenggal oleh pihak tidak bertanggung jawab sehingga dapat dimaknai berbeda oleh warganet.

Hal itu dinilai mampu menimbulkan keresahan masyarakat.

Baca juga: Dulu Sering Tampil di Layar Kaca, Aktor Ini Mendadak Masuk RS Kena Jantung Lemah, Ini Kondisinya

“(Video) itu adalah rekaman saat rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR-RI pada hari Kamis tanggal 14 Maret 2024 di Senayan, Jakarta," ungkap Dwikorita dalam keterangan tertulis, Minggu (17/3/2024), melansir dari Kompas.com.

"Saya tengah memberi penjelasan kepada anggota dewan mengenai alasan perlunya pembangunan Gedung Operasional Peringatan Dini Tsunami atau Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS) di Bali,” lanjut dia. 

Dwikorita menjelaskan, kata lumpuh yang dimaksudkan di hadapan Anggota Komisi V DPR RI adalah terputusnya jaringan komunikasi yang disebabkan oleh rusaknya berbagai infrastruktur komunikasi, yakni Base Transceiver Station (BTS), akibat gempa megathrust.

Hal itulah yang coba diantisipasi oleh BMKG dengan membangunan Gedung Operasional Peringatan Dini Tsunami atau InaTEWS sebagai fungsi back-up atau cadangan di Bali, meskipun di Jakarta sudah ada.

Keberadaan gedung InaTEWS di Bali ini merupakan sebagai bagian dari mitigasi dan manajemen risiko dalam kondisi darurat apabila sewaktu-waktu operasional InaTEWS di Kemayoran, Jakarta, mengalami kelumpuhan.

Menurut Dwikorita, pembangunan Gedung InaTEWS didasarkan pada skenario terburuk, yaitu apabila gempa terjadi di lepas pantai Samudra Hindia pada jarak kurang lebih dari 250 kilometer dari tepi pantai.

Dalam skenario terburuk tersebut, gempa megathrust berkekuatan M 8.7 diperkirakan dampaknya mampu melumpuhkan operasional InaTEWS BMKG di Jakarta lantaran terputusnya atau lumpuhnya jaringan komunikasi, ataupun robohnya Gedung Operasional lama yang tidak disiapkan tahan gempa dan likuefaksi.

Baca juga: Sosok Anggota DPRD yang Desak Polisi Usut Kasus Kematian Santri Jambi Usai Diviralkan Hotman Paris

"Maka, sebagai upaya manajemen risiko demi keberlanjutan operasional sistem peringatan dini, Gedung Operasional InaTEWS yang lama perlu dibangun kembali dengan standar bangunan tahan gempa dan tahan likuifaksi. Bangunan yang saat ini ditempati merupakan bekas Gedung Bandara Kemayoran yang dibangun di tahun 1980 an," papar Dwikorita. 

"Sementara Gedung Operasional Cadangan yang ada di Denpasar perlu disiapkan dengan desain khusus Tahan Gempa. Gedung di Bali sebagai back up jika sewaktu-waktu InaTEWS yang di Jakarta benar-benar mengalami kelumpuhan," lanjut dia.

Dwikorita berharap, penjelasan ini dapat meredakan rasa khawatir masyarakat akibat beredarnya potongan video pada aplikasi TikTok dengan narasi yang tidak sesuai konten dan konteksnya.

Ia pun berharap masyarakat lebih jeli dan hati-hati serta tidak menelan mentah-mentah isu atau kabar yang bersumber dari media sosial.

"Pastikan informasi yang diperoleh hanya dari BMKG. Karena hanya BMKG lah satu-satunya lembaga pemerintah yang diberi kewenangan dan tugas di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika," ucap Dwikorita.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved