Rekam Jejak Letjen TNI Purn Djaja Suparman, Mantan Suami Connie Bakrie yang Ditahan Kasus Korupsi
Inilah rekam jejak Letjen TNI Purn Djaja Suparman, Mantan Suami Connie Bakrie yang Ditahan karena Kasus Korupsi.
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Putra Dewangga Candra Seta
SURYA.co.id - Rekam jejak Letjen TNI Purn Djaja Suparman, mantan suami Connie Bakrie yang ditahan kasus korupsi mendadak jadi sorotan lagi.
Padahal, kasus Djaja sudah selesai sejak tahun 2022.
Ternyata, hal ini seiring dengan pernyataan Connie Bakrie yang baru-baru ini menggemparkan publik.
Connie dilaporkan Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming lantaran pernyataannya menyebut Prabowo akan jadi Presiden cuma 2 Tahun.
Kehidupan Connie pun jadi sorotan lagi, termasuk mantan suaminya, Djaja Suparman.
Berikut rekam jejak Djaja Suparman.
1. Profil
Letnan Jenderal TNI (Purn.) Djaja Suparman lahir 11 Desember 1949.
Ia adalah seorang purnawirawan perwira tinggi TNI-AD yang pernah menjabat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat dari 1999 hingga 2000, Panglima Kodam Jayakarta dari 1998 hingga 1999, dan Panglima Kodam V/Brawijaya dari 1997 hingga 1998.
2. Karier Militer
Djaja Suparman merupakan lulusan Akmil tahun 1972 yang berasal dari kesatuan infanteri baret hijau.
Penugasan pertamanya adalah di Blitar, sebagai Komandan Peleton (Danton). Beberapa waktu kemudian ia dipercaya sebagai Komandan Yonif 507/Sikatan (Surabaya), yang merupakan pasukan andalan Kodam V/Brawijaya.
Sesudahnya, ia dipercaya sebagai Komandan Distrik Militer (Dandim) di Probolinggo.
Kemudian ditarik ke Makodam V/Brawijaya, sebagai Waasops Kasdam V. Setelah berdinas di staf, Djaja ditarik kembali ke satuan tempur, sebagai Komandan Brigif 13/Galuh Kostrad (Tasikmalaya).[4]
Kariernya terus semakin menanjak setelah ia dipercaya sebagai Komandan Resimen Taruna Akmil di Magelang.
Sesudah menjadi Danmentar, bintang satu diraihnya saat dipercaya sebagai Kasdam II/Sriwijaya.
Setelah bertugas di Palembang, ia kembali lagi ke Surabaya, sebagai Pangdam V/Brawijaya, dengan pangkat Mayjen.
Kemudian pada akhir Juni 1998, Djaja dipercaya memegang komando sebagai Pangdam Jaya menggantikan Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin.[4]
Pada bulan November 1999, Djaja ditunjuk sebagai Pangkostrad menggantikan Letjen TNI Djamari Chaniago, pangkatnya pun naik menjadi jenderal berbintang tiga atau Letnan Jenderal.
Namun ia hanya sebentar menjadi Pangkostrad setelah pada bulan Maret 2000 ia digantikan oleh Letjen TNI Agus Wirahadikusumah.[5] Setelah itu ia pun menjabat sebagai Komandan Sekolah Staf dan Komando TNI (Dan Sesko TNI) dan sebelum akhirnya pensiun ia menjabat sebagai Inspektur Jenderal TNI (Irjen TNI).
3. Jabatan Militer
Danton Yonif 511/Badak Hitam
Danton Ban Yonif 511/Badak Hitam
Danton STTB Yonif 511/Badak Hitam
Danton SMB Yonif 511/Badak Hitam
Pasi 4/Log Yonif 511/Badak Hitam
Dankiban Yonif 511/Badak Hitam
Dankipan Yonif 511/Badak Hitam
Pasi 3/Pers Yonif 511/Badak Hitam
Kasi 3/Pers Brigif Linud 17/Kostrad
Kasi 4/Log Brigif Linud 17/Kostrad
Dandenma Brigif Linud 17/Kostrad
Dandenma Divif 1/Kostrad
Kasi 2/Ops Korem 084/Bhaskara Jaya
Letnan Kolonel
Danyonif 507/Sikatan
Dandim 0820/Probolinggo
Waasops Kasdam V/Brawijaya
Danbrigif 13 Galuh/Kostrad (1993—1994)
Aster Kasdam Jaya
Danmentar Akmil
Kasdam II/Sriwijaya
Pangdam V/Brawijaya (1997—1998)
Pangdam Jaya (1998—1999)
Pangkostrad (1999—2000)
Dansesko TNI (2000—2003)
Irjen TNI (2003—2006)
4. Kasus
Pada 26 September 2013, di Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya, Djaja divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 30 juta atas kasus korupsi senilai Rp 17,6 miliar ketika ia masih menjabat sebagai Pangdam Brawijaya.[7]
Ia juga masih harus menyerahkan uang pengganti sebesar Rp 13,3 miliar, jika tidak mampu mengembalikannya ia harus menggantinya dengan hukuman tambahan selama 6 bulan.
Kasus ini bermula pada tahun 1998 ketika ia menerima kompensasi dana sebesar Rp 17,6 miliar dari PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP) atas tukar guling lahan seluas 8,8 hektar di Dukuh Menanggal, Surabaya milik Kodam V/Brawijaya.
Dari uang itu, sebesar Rp 4,2 miliar telah digunakan untuk keperluan Kodam dan sisanya sebanyak Rp 13,3 miliar tidak bisa dipertanggungjawabkan.[7][8]
Namun, Djaja beranggapan bahwa dana dari CMNP tersebut merupakan bantuan natura, bukan ganti rugi atas pelepasan aset Kodam.
Ia menggunakan dana tersebut untuk pengamanan wilayah Jawa Timur terkait peristiwa 1998,[9] pengadaan kendaraan operasional Korem dan Kodim serta meningkatkan kesejahteraan prajurit, termasuk merenovasi Markas Kodam Brawijaya dan membangun gedung perwakilan Kodam Brawijaya di Jakarta.
Meskipun demikian, pelaksanaan eksekusi putusan Mahkamah Agung, baru dikeluarkan pada 13 Mei 2022, kemudian Djaja melayangkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo pada 5 Juli 2022 karena merasa diperlakukan tidak adil.
Surat tersebut dijawab melalui Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko bahwa pihak istana tidak dapat mencampuri proses hukum. Djaja melaksanakan putusan pengadilan pada 13 Oktober 2022 ke Lapas Sukamiskin, Bandung.
>>>Ikuti Berita Lainnya di News Google SURYA.co.id
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.