Pilpres 2024

Biodata Sumitro Djojohadikusumo Ayah Prabowo yang Makamnya Diziarahi Usai Capres 2 Unggul di Pilpres

Prabowo Subianto berziarah ke makam ayahnya, Sumitro Djojohadikusmo usai unggul di pilpres. Ini sosoknya!

Editor: Musahadah
Kompas.com
Prabowo Subianto berziarah ke makam ayahnya, Sumitro Djojohadikusumo. 

SURYA.CO.ID - Inilah sosok Sumitro Djojohadikusumo, ayah Prabowo Subianto yang makamnya diziarahi usai capres nomor urut 2 ini unggul dalam hitung cepat (quick count) pilpres 2023.

Makam Sumitro Djojohadikusumo yang terletak di TPU Karet Bivak diziarahi Prabowo sehari setelah pemungutan suara pada Kamis (15/2/2024).

Sebelum ke makam Sumitro, Prabowo lebih dulu berziarah ke makam sang ibu, Dora Marie Djojohadikusumo-Sigar di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan, di hari yang sama.

Prabowo tiba di TPU Tanah Kusir sekitar pukul 12.50 WIB ditemani oleh anaknya, Didit Hediprasetyo.

Usai berdoa, Prabowo yang mengenakan kemeja safari warna krem lengan pendek dan bercelana panjang hitam itu, langsung menabur bunga dan menyiram sebotol air ke atas makam tersebut.

Prabowo kemudian melanjutkan perjalanan ke TPU Karet Bivak. Namun sebelumnya, ia sempat menyapa dan meladeni permintaan foto warga yang kebetulan tengah berziarah di lokasi yang sama.

Sementara itu di Karet Bivak, Prabowo terlihat langsung dibonceng menggunakan sepeda motor usai turun dari mobil, untuk menuju ke makam ayahnya, Sumitro Djojohadikusumo. Tak jauh dari sana juga terdapat makam kakek Prabowo, R.A Wirodihardjo.

Sama seperti sebelumnya, Prabowo menyempatkan diri untuk berdoa, menabur bunga hingga menyiramkan air ke atas makam-makam tersebut.

“Tadi saya ziarah ke makam ibu saya di (TPU) Tanah Kusir. Sekarang saya ke bapak saya di sini, di Karet ya," ujar Prabowo, dikutip dari siaran pers, Kamis.

Adapun Prabowo dan pasangannya, Gibran Rakabuming Raka, unggul berdasarkan hasil hitung cepat atau quick count dari 6 lembaga survei yang bekerja sama dengan Kompas.com.

Dari Litbang Kompas misalnya, perolehan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar 25,10 persen, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka 58,73 persen, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD 16,17 persen dengan data masuk 88,45 persen.

Siapa Sumitro Djojohadikusumo?

Ayah Prabowo Subianto, Sumitro Djojohadikusumo.
Ayah Prabowo Subianto, Sumitro Djojohadikusumo. (Kompas.com/istimewa)

Sumitro Djojohadikusumo lahir di Kebumen pada 29 Mei 1917.

Ia merupakan anak tertua dari Margono Djojohadikusumo, pendiri Bank Negara Indonesia (BNI).

Dia menikah dengan Dora Marie Sigar, mahasiswa ilmu keperawatan pasca bedah di Utrecht keturunan Minahasa.

Dora juga putri dari pejabat tinggi yang berstatus layaknya warga negara Belanda.

Mereka bertemu dalam acara yang digelar oleh Indonesia Christen Jongeren (Mahasiswa Kristen Indonesia). 

Sumitro dan Dora, yang menikah pada 7 Januari 1947, kemudian tinggal di Jakarta.

Dari pernikahannya, Sumitro mempunyai empat anak, yaitu Biantiningsih Miderawati, Mariani Ekowati, Prabowo Subianto, dan Hashim Sujono. 

Sewaktu muda, Sumitro mengenyam pendidikan di Europeesche Lagere School (ELS), kemudian Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren atau OSVIA (sekolah pendidikan pribumi untuk pegawai negeri sipil) di Banyumas.

Setelah lulus dari OSVIA pada 1935, ia lanjut belajar di Sekolah Ekonomi Belanda di Rotterdam.

Namun, pendidikannya di Rotterdam sempat terhenti antara 1937-1938, karena ia mengambil kursus filsafat dan sejarah di Sorbonne, Perancis.

Selain belajar, Sumitro juga mengisi kegiatan dengan bergabung dalam organisasi mahasiswa Indonesia di Belanda, yang tujuannya untuk mempromosikan seni dan budaya Nusantara.

Pada 1942, Sumitro berhasil menyelesaikan studinya dan meraih gelar doktor dari Sekolah Ekonomi Belanda.

Pada 1946, Sumitro Djojohadikusumo ditunjuk sebagai delegasi Belanda dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB di London.

Dalam pertemuan itu, ia diminta untuk memberikan kesan baik bagi pemerintah Belanda. Namun, Sumitro merasa kecewa dan akhirnya memutuskan kembali ke Indonesia.

Sesampainya di Tanah Air, Sumitro diangkat menjadi pembantu staf Perdana Menteri Sutan Sjahrir.

Ia pun bergabung dalam Partai Sosialis yang dipimpin oleh Sjahrir bersama Amir Syarifuddin.

Pada 1947, Sumitro sempat menjadi Direktur Utama Banking Trading Center (BTC).

Satu tahun berikutnya, ia ditugaskan sebagai delegasi Indonesia untuk PBB di Amerika Serikat.

Ia menjadi wakil ketua misi dan menteri yang memiliki kuasa penuh atas urusan ekonomi.

Pada 1949, Sumitro menjadi anggota delegasi Indonesia di Konferensi Meja Bundar (KMB), di Den Haag, Belanda.

Selama proses negosiasi penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada Indonesia berlangsung, Sumitro memimpin subkomite ekonomi dan keuangan.

Kala itu, Belanda menghitung bahwa Indonesia harus menanggung utang yang dilanjutkan dari pemerintah Hindia Belanda sebanyak lebih dari 6 miliar gulden.

Namun, Sumitro memiliki pendapat lain. Menurutnya, sebagian besar utang tersebut ada karena untuk melawan Indonesia.

Maka dari itu, pemerintah Indonesia tidak perlu membayarnya, tetapi justru pemerintah Belanda yang berutang kepada Indonesia sejumlah 500 juta gulden.

Kendati demikian, pada akhirnya, disepakati bahwa pemerintah Indonesia yang menanggung utang sejumlah 4,3 miliar gulden dan harus dibayar penuh pada Juli 1964.

Menceruskan sistem ekonomi Gerakan Benteng

Pada masa Kabinet Natsir (1950-1951), Sumitro Djojohadikusumo diangkat sebagai Menteri Perdagangan dan Perindustrian.

Selama masa jabatannya, ia memilik pandangan lain tentang keuangan dengan Menteri Keuangan, Sjafruddin Prawiranegara.

Menteri Sjafruddin diketahui hanya fokus pada pembangunan pertanian, sementara Sumitro memandang industrialisasi sebagai suatu kebutuhan untuk bisa mengembangkan perekonomian Indonesia.

Sumitro pun mengajukan beberapa program keuangan, seperti Rencana Urgensi Ekonomi dan Rencana Sumitro atau Plan Sumitro, tetapi tidak ada satu pun yang berhasil.

Pada 1950, Sumitro Djojohadikusumo menemukan sistem ekonomi Gerakan Benteng, yang bertujuan untuk melindungi para pengusaha pribumi.

Ada dua kebijakan yang diterapkan dalam Gerakan Benteng, yaitu mengistimewakan importir pribumi dan memberikan kredit modal pada para penguasa yang sulit mendapat pinjaman dari bank.

Setelah tiga tahun berjalan, ada sekitar 700 perusahaan mendapat bantuan dana dari program Gerakan Benteng.

Namun, dalam pelaksanaannya, diduga banyak penerima bantuan yang bertindak curang.

Para pengusaha pribumi hanya dimanfaatkan sebagai alat bagi perusahaan nonpribumi untuk bisa mendapat kredit dari pemerintah.

Akibatnya, program Gerakan Benteng hanya bertahan tiga tahun dan harus diakhiri pada 1953.

Setelah menjabat sebagai Menteri Perdagangan dan Perindustrian (1950-1951), berikut ini beberapa jabatan dan kegiatan yang pernah dilakukan Sumitro Djojohadikusumo.

- Menteri Keuangan Kabinet Wilopo (1952-1953)
- Menteri Keuangan Kabinet Burhanuddin Harahap (1955-1956)
- Menteri Perdagangan Kabinet Pembangunan I (1968-1973)
- Menteri Riset Kabinet Pembangunan II (1973-1978)
- Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia (1952-2000)
- Bergabung dengan PRRI/Permesta (1958-1961)
- Konsultan Ekonomi di Malaysia, Hong Kong, Thailand, Perancis, dan Swiss (1958-1967)
- Ketua Umum Induk Koperasi Pegawai Negeri (1982)
-Komisaris Utama PT. Bank Pembangunan Asia (1986)

Penghargaan
- Bintang Mahaputra Adipradana II
- Panglima Mangku Negara Kerajaan Malaysia
- Grand Cross of Most Exalted Order of the White Elephant First Class dari Kerajaan Thailand
- Grand Cross of the Crown dari Kerajaan Belgia
- Penghargaan dari Republik Tunisia dan Perancis

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved