Pilpres 2024
Biodata Kombes Irwan Anwar yang Temui Rektor Unika Soegijapranata Bahas Video Apresiasi ke Jokowi
Inilah profil dan biodata Kombes Irwan Anwar yang temui Rektor Universitas Katolik Soegijapranata bahas permintaan video apresiasi kinerja Jokowi.
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Putra Dewangga Candra Seta
SURYA.co.id - Inilah profil dan biodata Kombes Irwan Anwar, Kapolrestabes Semarang yang temui Rektor Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, Ferdinandus Hindiarto membahas tentang permintaan video apresiasi kinerja Jokowi.
Diketahui, polemik antara Rektor Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, Ferdinandus Hindiarto dengan polisi terkait permintaan video apresiasi kinerja Jokowi telah berakhir.
Hal ini terjadi setelah dia bertemu empat mata dengan Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar, Selasa (6/2/2024).
Baca juga: Akhir Polemik Rektor Unika Soegijapranata Soal Video Apresiasi Kinerja Jokowi, Kombes Irwan Datang
Ferdinandus Hindarto mengatakan, Irwan datang ke kantornya setelah kasus ini mencuat ke publik.
Mantan General Manager PSIS Semarang ini mengaku, dalam pertemuan empat mata dengan kapolrestabes, kedua pihak saling mengklarifikasi.
Ferdi menegaskan bahwa polemik ini sudah selesai.
Lantas, seperti apa profil dan biodata Kombes Irwan Anwar?
Melansir dari Wikipedia, Kombes Irwan Anwar lahir 17 Februari 1972.
Ia adalah seorang perwira menengah Polri yang sejak 21 Desember 2020 menjabat sebagai Kapolrestabes Semarang.
Irwan, lulusan Akpol 1994 ini berpengalaman dalam bidang reserse.
Jabatan terakhirnya adalah Dirreskrimum Polda Sumut.
Riwayat Pendidikan:
AKPOL (1994)
PTIK
SESPIM
SESPIMTI (2019)
Riwayat Jabatan:
Pamapta Polres Temanggung
Kaur Bin Ops Reskrim Polres Temanggung
Kasat Reskrim Polres Temanggung
Kasat Reskrim Polres Magelang
Kasat Reskrim Polres Salatiga
Kapolsek Medan Teladan
Kasat Narkoba Poltabes Medan
Wakapolres Binjai
Kabag Bin Ops Dit Reskrim Polda Metro Jaya
Kasat Reskrim Polres Metro Jakut
Kapolres Madiun[2] (2011)
Wakapolres Metro Depok (2013)
Kepala SPN Lido Polda Metro Jaya[3] (2016)
Dirreskrimum Polda NTB (2017)
Kasubdit I Dittipidsiber Bareskrim Polri (2017)
Kapolrestabes Makassar[4] (2017)
Analis Kebijakan Madya bidang Pidsiber Bareskrim Polri (2018)
Dirreskrimum Polda Sumut (2020)
Kapolrestabes Semarang (2020).
Polemik Berakhir
Diketahui, polemik antara Rektor Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, Ferdinandus Hindiarto dengan polisi terkait permintaan video apresiasi kinerja Jokowi telah berakhir.
Setelah mengungkap hal ini ke media dan mendapat sorotan luas, Rektor Unika Soegijapranata akhirnya menyatakan polemiknya selesai.
Hal ini terjadi setelah dia bertemu empat mata dengan Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar, Selasa (6/2/2024).
Ferdinandus Hindarto mengatakan, Irwan datang ke kantornya setelah kasus ini mencuat ke publik.
"Saya nilai, persoalan ini sudah clear. Sebab, kemarin (Selasa, Red) Kapolrestabes Semarang (Kombes Irwan Anwar) ke kampus, ketemu saya. Dia menyampaikan maksudnya, saya sampaikan sikap kami, jadi semua sudah selesai," kata Ferdi, dalam acara Tribun Topic Tribun Jateng, di Kampus 2 SCU, Kawasan BSB, Mijen, Kota Semarang, Rabu (7/2/2024).
Mantan General Manager PSIS Semarang ini mengaku, dalam pertemuan empat mata dengan kapolrestabes, kedua pihak saling mengklarifikasi.
Ferdi menegaskan, sosok Soegijapranata mendasari sikap yang dia diambil sekarang.
"Mengapa kami harus ambil pilihan itu (menolak membuat video apresiasi Jokowi), karena itu bagian dari nilai-nilai beliau (Soegijapranata)," paparnya.
Pertemuan antara Ferdi dengan Irwan memang tak berlangsung lama. Mereka bertemu di Gedung Mikael Unika lantai 3.
Selepas pertemuan itu, Ferdi menilai, apapun latar belakangnya, sudah tak perlu diperdebatankan.
Terlebih, Pemilu 2024 tinggal menghitung hari.
"Tidak mungkin hari ini digugat karena keputusan DKPP yang terjadi, malah energi akan habis karena waktunya sudah tidak ada."
"Oleh karena itu, nikmati yang ada. Meskipun (Pemilu 2024) tak seideal yang kita inginkan," paparnya.
Kondisi tak ideal itulah yang membuat sejumlah akademisi ikut melakukan protes melalui seruan terhadap demokrasi.
Menurut Ferdi, dosen dan peneliti sampai keluar dari ruangan kelas dan laboratorium karena Pemilu 2024 sudah tak sesuai etika.
Kondisi berbeda saat Pemilu 2014 dan Pemilu 2019, pihaknya tak bersuara karena memang semua berjalan sesuai rel.
"Nah, kami berpatok kebenaran. Kalau bagus, diapresiasi. Sebaliknya, ketika menyimpang, harus diluruskan," bebernya.
Sebelumnya, Ferdinandus Hindarto mengaku dihubungi polisi anggota Polrestabes Semarang melalui pesan singkat di WhatsApp saat hendak pergi ke Surabaya, Jawa Timur untuk menghadiri pertemuan pimpinan perguruan tinggi Katolik pada Jumat (2/2/2024).
Oknum polisi yang menghubungi Ferdinandus Hindarto ini mengakui video tersebut nantinya akan diserahkan kepada Kapolda Jawa Tengah.
Terkait hal itu, Ferdi mengaku langsung menolak hingga akhirnya dia hubungi beberapa kali oleh sang polisi.
"Iya, video itu akan diserahkan ke Kapolda (Jateng). Namun, saya tolak untuk membuat videonya," katanya di Gedung Mikael Kampus Soegipranata Semarang, Jawa Tengah, Selasa (6/2/2024), dilansir TribunJateng.com.
Ferdi menolak membuat video karena yang diminta berupa konten mengapresiasi kinerja Presiden Jokowi selama sembilan tahun terakhir.
Kemudian, Pemilu 2024 ini perlu mencari penerus dari Presiden ke-7 Indonesia itu.
"Kami nyatakan tidak (bikin video) karena kami memilih sikap itu. Kami bukan membenci. Semisal hal baik, maka dibilang baik. Sebaliknya, ketika ada sesuatu tidak pas ya bilang tidak pas."
"Saya sampai ditelepon berulang kali oleh si polisi. Saya tak mengangkat telepon karena sudah jelas jawaban di chat WA (WhatsApp)," paparnya.
Meski permintaan sudah ditolak, polisi itu tidak menyerah, dia kembali menghubungi Ferdi pada Sabtu (3/2/2024).
Kali ini, polisi itu menghubungi sembari menyertakan contoh-contoh video yang dibuat oleh kampus lain di Jawa Tengah.
"Setahu saya video contohnya dari Undip, UIN, dan PTS (Perguruan Tinggi Swasta) lainnya di Semarang. Adapula Unsoed (Purwokerto)," jelasnya.
Penolakan kembali dilayangkan oleh sang rektor, akan tetapi polisi tersebut terus memohon.
Permohonannya kemudian dibuat lebih persuasif dengan menyederhanakan permintaan yang awalnya video menjadi pernyataan saja.
Rektor Unika ini juga diberi contoh pernyataan dari seorang rektor dari kampus lain di Semarang.
"WA tadi pagi terakhir jam 11, bahasanya, 'Pak, mbok (tolong) kasihani saya,' saya jawab, 'Saya tahu jenengan (Anda) jalankan tugas, tapi tolong hormati pilihan kami'," terangnya.
Ada beberapa alasan yang membuat Ferdi menolak permintaan itu.
Alasan pertama, yaitu keputusan Mahkamah Konsitusi (MK) soal batas usia capres-cawapres di mana Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) sudah menyatakan bahwa putusan itu melanggar etika.
Alasan kedua, ialah Jokowi pernah mengatakan bahwa presiden boleh berkampanye dan memihak dalam pemilu.
Padahal sebelum mengeluarkan pernyataan itu, presiden menyuruh ASN, TNI, dan Polri untuk bersikap netral selama pemilu.
"Bisa saja dicari pasal di undang-undang (soal Presiden boleh memihak) tapi bagi kami etika di atas segalanya. Etika di atas hukum. Hukum dibuat atas dasar etika," ungkapnya.
Alasan ketiga, mengenai pengelontoran bantuan sosial (bansos) yang dilakukan oleh pemerintah jelang Pemilu 2024.
Menurutnya, bansos sudah lama ada, tetapi tak pernah digelontorkan pada bulan Januari.
"Normatifnya aja, APBN tak bisa dicairkan bulan seperti ini," sambungnya.
Kondisi tersebut kian menguatkan alasan Ferdi untuk menolak pembuatan video mendukung kinerja Jokowi.
Dia menilai banyak hal yang dilakukan oleh pemerintah tidak sesuai prinsip demokrasi dan konstitusi.
Ketidaksesuaian itu harus disampaikan sebagai wujud cinta terhadap bangsa.
"Kalau dibiarkan terserah mau jadi apa? Hal itu juga tidak boleh karena pesan Soegijapranata harus 100 persen Indonesia berupa kasih akan Tanah Air yang harus dijaga dan dihidupi," jelasnya.
Terkait hal ini, Kapolrestabes Semarang, Kombes Irwan Anwar memastikan ajakan terhadap Rektor Unika maupun tokoh masyarakat lainnya hanya berupa ajakan untuk pemilu damai.
"Tidak ada sama sekali, sekali lagi saya ulangi bahwa ajakan kepada tokoh masyarakat tokoh agama pemuda termasuk ada mahasiswa civitas akademika itu mengajak men-support terciptanya pemilu damai," katanya di Kota Semarang, Selasa.
Dia menyebut penolakan pembuatan video dari Rektor Unika bagian dari pilihan.
"Yang unika itu kan yang kami tangkap itu pilihan. Kami berhadapan dengan orang-orang dengan intelektual yang bagus."
"Punya pilihan narasi-narasi mana yang disampaikan untuk memberikan kesejukan bagi warga Kota Semarang," jelasnya.
Lebih lanjut, Kombes Irwan menyatakan tak ada paksaan dalam pembuatan video itu.
Sebelum pembuatan video testimoni itu, sambungnya, terlebih dahulu dijelaskan bahwa konten itu akan disebarkan dengan tujuan supaya pesan dari tokoh ini sampai ke masyarakat luas.
Tokoh yang dipilih untuk membuat video, menurut Kombes Irwan juga tak sembarang, yaitu mereka yang dinilai pantas untuk memberikan pesan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) di Semarang.
"Memang ada beberapa yang menolak tapi banyak yang men-support kegiatan ini," jelasnya.
>>>Ikuti Berita Lainnya di News Google SURYA.co.id
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.