Pilpres 2024

Sosok Prof Gunarto Rektor Unissula yang Akui Diminta 'Tim Operasi' Agar Tak Kritik Jokowi, Ditolak

Rektor Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, Prof Gunarto mengaku diminta untuk tidak mengkritik Presiden Jokowi. Ini sosoknya!

Editor: Musahadah
kolase kompas.com
Rektor Unissula Prof Gunarto mengaku diminta tidak mengkritik Presiden Jokowi. 

SURYA.CO.ID - Inilah sosok Rektor Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, Prof Gunarto yang mengaku diminta tidak mengkritik Presiden Jokowi. 

Prof Gunarto juga diminta tidak mengikuti perguruan tinggi lainnya membuat pernyataan sikap soal kemunduran demokrasi selama pemerintahan Presiden Jokowi.

Dengan blak-blakan Prof Gunarto mengungkap sosok yang memintanya itu adalah mantan rektor perguruan tinggi di Jawa Tengah yang masuk dalam tim operasi perguruan tinggi,

Dia menyebutkan, "tim operasi perguruan tinggi" meminta membendung kritik terhadap Jokowi menjelang hari pencoblosan 14 Februari 2024.

Namun, Gunarto menolak permintaan itu. 

Baca juga: Biodata Ferdinandus Hindarto, Rektor yang Nolak Buat Video Apresiasi Jokowi, Padahal Diminta Polisi

"Hari ini saya didatangi oleh tim operasi perguruan tinggi, diminta untuk tidak membuat petisi (kritik) nepotisme Pak Lurah di Pilpres 2024. Tapi, saya tidak mau," kata Gunarto melalui WhatsApp, Rabu (7/2/2024).

Pihaknya tidak bersedia mengungkap identitas orang tersebut lantaran sosok dari tim operasi itu merupakan kawan lamanya.

"Bukan (aparat), tapi bagian tim," ujar dia.

Rencananya, Unissula hari ini, Kamis (8/2/2024) akan menghimpun kekuatan untuk menggelar seruan atau petisi sebagai kritik terhadap kemunduran demokrasi yang memburuk belakangan ini.

"Unissula akan menyampaikan petisi bau busuk nepotisme di Pemilu 2024," ujar Gunarto.

Siapakah Prof Gunarto

Prof Gunarto dilantik sebagai Rektor Universitas Islam Sultan Agung Semarang masa jabatan 2022 – 2027 pada 31 Januari 2022.

Dia menggantikan rektor sebelumnya  Prof. Drs. H. Bedjo Santoso, M.T., Ph.D. yang telah selesai masa jabatannya.

Dikutip dari banyak sumber, Prof Gunarto lahir di Desa Bogares Lor, Kecamatan Pangkah, Kabupaten Tegal pada 5 Maret 1962. 

Dia delapan bersaudara dari pasangan Suwarno dan Siti Asipah.

Ayahnya adalah staf pegawai di Pabrik Gula Pangkah. Sedangkan ibu pedagang yang berjualan di pasar.

Gunarto menyandang gelar guru besar (Profesor) pada Februari 2012. 

Sebelumnya, dia menamatkan pendidikan doktoral Ilmu Hukum di Universitas Diponegoro Semarang 

Dikutip dari blog pribadinya (profgunarto.wordpress.com), semasa kuliah, Gunarto aktif di kegiatan Badan Perwakilan Fakultas Hukum UNDIP sebagai institusi perwakilan mahasiswa yang berfungsi memperjuangkan kepentingan mahasiswa. 

Dia juga aktif di organisasi Himpunan Mahasiwa Islam (HMI).

Gunarto juga masih aktif sebagai Ketua Presidium KAHMI (Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam) Jawa Tengah mulai tahun 2006 hingga sekarang.

Pada tahun 2004 pernah menjabat sebagai Ketua Pengawas Pemilu (PANWASLU) Kota Semarang.

Gunarto juga sangat aktif menulis buku.

Selaim itu dia juga aktif menulis artikel di berbagai media cetak dan beberapa journal baik regional maupun internasional.

Tulisannya yang selalu mengkritisi penegakan hukum di Indonesia sangat mewarnai dinamika politik di tanah air, bahkan di salah satu journal beliau dijadikan kutipan para peneliti di luar negeri.

Menjelang pemilu 2024 ini, Gunarto pernah memberikan komentar tentang kriteria yang harus dimiliki kandidat calon presiden (capres).

Ditemui Kompas.com usai konferensi pers Kamis (30/6/2022), Gunarto menyatakan duet pasangan capres dan cawapres dalam Pilpres 2024 harus mampu mencerminkan simbol pemersatu bangsa.

Sebab, ada dua polarisasi besar yang dikhawatirkan dapat mengakibatkan terjadinya disintegrasi sesama anak bangsa.

"Kami mengusulkan supaya capres ke depan bisa menyatukan bangsa ini sehingga tidak ada lagi polarisasi antara Pancasila dan Islam. Karena (ada) satu kesatuan, artinya Pancasila tidak bertentangan dengan Islam. Sehingga bisa menyatukan perpecahan," kata dia.

Gunarto berpandangan bahwa dinamika politik menuju kontestasi Pemilu 20224 memang masih panjang, meskipun nama calon yang muncul cukup berpeluang.

"Kami hanya menyampaikan kriteria supaya Pilpres 2024 bisa melahirkan presiden yang menyatukan bangsanya. Kami tidak menyebut nama karena dinamikanya masih panjang, tapi (kondisi politik di Tanah Air) sudah sangat panas," ucapnya.

Kriteria capres Gunarto menyebut bahwa kriteria sosok pemimpin yang bisa menjadi pemersatu bangsa, yakni mampu melahirkan visi baru yang bisa menyatukan bangsa menjadi kuat dan bermartabat.

Selain itu, partai politik selaku pengusung presiden, ia harapkan tidak hanya memikirkan kepentingan parpol saja, tetapi juga untuk kepentingan bangsa ini.

Untuk itu, pihaknya optimistis sosok kandidat presiden 2024 mendatang mampu menjadi pemersatu bangsa. "Saya kira akan lahir presiden yang bisa menyatukan bangsa ini. Saya sangat optimistis. Apalagi, tokoh-tokoh itu sudah (berpengalaman) turun untuk membangun bangsa ini menjadi bangsa yang kuat seperti yang diinginkan para founding father kita," tambahnya.

Pengakuan Serupa Rektor Unika 

Ferdinandus Hindarto, Rektor Universitas Katolik Soegijapranata mengaku diminta polisi membuat video mengapresiasi kinerja Jokowi.
Ferdinandus Hindarto, Rektor Universitas Katolik Soegijapranata mengaku diminta polisi membuat video mengapresiasi kinerja Jokowi. (kolase tribunnews/kompas.com)

Sebelum Prof Gunarto, Rektor Universitas Katolik Soegijapranata, Ferdinandus Hindarto mengaku diminta polisi membuat video mengapresiasi kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Ferdinandus Hindarto mengaku dihubungi polisi anggota Polrestabes Semarang melalui pesan singkat di WhatsApp saat hendak pergi ke Surabaya, Jawa Timur  untuk menghadiri pertemuan pimpinan perguruan tinggi Katolik pada Jumat (2/2/2024).

Oknum polisi yang menghubungi Ferdinandus Hindarto ini mengakui video tersebut nantinya akan diserahkan kepada Kapolda Jawa Tengah.

Terkait hal itu, Ferdi mengaku langsung menolak hingga akhirnya dia hubungi beberapa kali oleh sang polisi. 

"Iya, video itu akan diserahkan ke Kapolda (Jateng). Namun, saya tolak untuk membuat videonya," katanya di Gedung Mikael Kampus Soegipranata Semarang, Jawa Tengah, Selasa (6/2/2024), dilansir TribunJateng.com.

Baca juga: BENARKAH Ahok BTP Kuda Putih Jokowi? Cak Imin Sangsi, Ganjar dan PDIP Membantah, Ini Pernyataannya

Ferdi menolak membuat video karena yang diminta berupa konten mengapresiasi kinerja Presiden Jokowi selama sembilan tahun terakhir.

Kemudian, Pemilu 2024 ini perlu mencari penerus dari Presiden ke-7 Indonesia itu.

"Kami nyatakan tidak (bikin video) karena kami memilih sikap itu. Kami bukan membenci. Semisal hal baik, maka dibilang baik. Sebaliknya, ketika ada sesuatu tidak pas ya bilang tidak pas."

"Saya sampai ditelepon berulang kali oleh si polisi. Saya tak mengangkat telepon karena sudah jelas jawaban di chat WA (WhatsApp)," paparnya.

Meski permintaan sudah ditolak, polisi itu tidak menyerah, dia kembali menghubungi Ferdi pada Sabtu (3/2/2024).

Kali ini, polisi itu menghubungi sembari menyertakan contoh-contoh video yang dibuat oleh kampus lain di Jawa Tengah.

"Setahu saya video contohnya dari Undip, UIN, dan PTS (Perguruan Tinggi Swasta) lainnya di Semarang. Adapula Unsoed (Purwokerto)," jelasnya.

Penolakan kembali dilayangkan oleh sang rektor, akan tetapi polisi tersebut terus memohon.

Permohonannya kemudian dibuat lebih persuasif dengan menyederhanakan permintaan yang awalnya video menjadi pernyataan saja.

Rektor Unika ini juga diberi contoh pernyataan dari seorang rektor dari kampus lain di Semarang.

"WA tadi pagi terakhir jam 11, bahasanya, 'Pak, mbok (tolong) kasihani saya,' saya jawab, 'Saya tahu jenengan (Anda) jalankan tugas, tapi tolong hormati pilihan kami'," terangnya.

Ada beberapa alasan yang membuat Ferdi menolak permintaan itu.

Alasan pertama, yaitu keputusan Mahkamah Konsitusi (MK) soal batas usia capres-cawapres di mana Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) sudah menyatakan bahwa putusan itu melanggar etika.

Alasan kedua, ialah Jokowi pernah mengatakan bahwa presiden boleh berkampanye dan memihak dalam pemilu.

Padahal sebelum mengeluarkan pernyataan itu, presiden menyuruh ASN, TNI, dan Polri untuk bersikap netral selama pemilu.

"Bisa saja dicari pasal di undang-undang (soal Presiden boleh memihak) tapi bagi kami etika di atas segalanya. Etika di atas hukum. Hukum dibuat atas dasar etika," ungkapnya.

Alasan ketiga, mengenai pengelontoran bantuan sosial (bansos) yang dilakukan oleh pemerintah jelang Pemilu 2024.

Menurutnya, bansos sudah lama ada, tetapi tak pernah digelontorkan pada bulan Januari.

"Normatifnya aja, APBN tak bisa dicairkan bulan seperti ini," sambungnya.

Kondisi tersebut kian menguatkan alasan Ferdi untuk menolak pembuatan video mendukung kinerja Jokowi.

Dia menilai banyak hal yang dilakukan oleh pemerintah tidak sesuai prinsip demokrasi dan konstitusi.

Ketidaksesuaian itu harus disampaikan sebagai wujud cinta terhadap bangsa.

"Kalau dibiarkan terserah mau jadi apa? Hal itu juga tidak boleh karena pesan Soegijapranata harus 100 persen Indonesia berupa kasih akan Tanah Air yang harus dijaga dan dihidupi," jelasnya.

Terkait hal ini, Kapolrestabes Semarang, Kombes Irwan Anwar memastikan ajakan terhadap Rektor Unika maupun tokoh masyarakat lainnya hanya berupa ajakan untuk pemilu damai.

"Tidak ada sama sekali, sekali lagi saya ulangi bahwa ajakan kepada tokoh masyarakat tokoh agama pemuda termasuk ada mahasiswa civitas akademika itu mengajak men-support terciptanya pemilu damai," katanya di Kota Semarang, Selasa.

Dia menyebut penolakan pembuatan video dari Rektor Unika bagian dari pilihan.

"Yang unika itu kan yang kami tangkap itu pilihan. Kami berhadapan dengan orang-orang dengan intelektual yang bagus."

"Punya pilihan narasi-narasi mana yang disampaikan untuk memberikan kesejukan bagi warga Kota Semarang," jelasnya.

Lebih lanjut, Kombes Irwan menyatakan tak ada paksaan dalam pembuatan video itu.

Sebelum pembuatan video testimoni itu, sambungnya, terlebih dahulu dijelaskan bahwa konten itu akan disebarkan dengan tujuan supaya pesan dari tokoh ini sampai ke masyarakat luas.

Tokoh yang dipilih untuk membuat video, menurut Kombes Irwan juga tak sembarang, yaitu mereka yang dinilai pantas untuk memberikan pesan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) di Semarang.

"Memang ada beberapa yang menolak tapi banyak yang men-support kegiatan ini," jelasnya.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Rektor Unissula Semarang Diminta "Tim Operasi" agar Tak Kritik Jokowi"

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved