Berita Nganjuk

Puspaga Nganjuk Ingatkan Resiko Pernikahan Dini, Orangtua Diminta Tidak Korbankan Anak

Selain kematangan usia, kematangan emosi dan pendidikan juga diperlukan pada pernikahan agar tidak terjadi hal tidak diinginkan

Penulis: Ahmad Amru Muiz | Editor: Deddy Humana
surya/ahmad amru muiz
Ketua Harian Puspaga Kabupaten Nganjuk, Musidah. 

SURYA.CO.ID, NGANJUK - Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) Kabupaten Nganjuk intensif memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya pernikahan dini atau pernikahan di bawah umur. Sosialisasi dilakukan Puspaga untuk menekan angka perkawinan dini terhadap anak.

Ketua Harian Puspaga Kabupaten Nganjuk, Musidah menjelaskan, sesuai UU Perkawinan Anak Nomor 35 Tahun 2014 perubahan dari UU Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 menyebutkan, bahwa anak adalah usia 0-18 tahun. Pernikahan usia dini merupakan pernikahan yang dilakukan oleh anak-anak muda di bawah umur 18 tahun.

Pernikahan dini dibagi menjadi dua golongan yaitu pernikahan anak yang terjadi di usia 0-13 tahun dan pernikahan remaja yang terjadi di usia 13-18 tahun.

"Pencegahan pernikahan dini dilakukan dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa ada lima kategori yang harus disampaikan kepada masyarakat," kata Musidah dalam talkshow di Radio Suara Anjuk Ladang Pemkab Nganjuk, Rabu (24/1/2024).

Dijelaskan Musidah, lima kategori pemahaman tersebut yakni pertama dari segi psikologi, kedua dari kondisi sosiologi, ketiga dari wilayah, keempat dari sejarah, tradisi dan budaya, dan kelima dalam konteks UU.

Lebih lanjut diungkapkan Musidah, penyebab pernikahan dini di Indonesia karena kemiskinan, hamil sebelum menikah, putus sekolah, budaya dari masyarakat, dan menghindari perzinaan.

"Dan berdasar laporan bulan Desember tahun 2023, ada sekitar 32 pernikahan dini di Nganjuk. Hal ini dilihat dari banyaknya permintaan surat rekomendasi dari Puspaga yang ditangani Dinas Sosial Nganjuk," ucap Musidah.

Sementara Psikolog Puspaga Nganjuk, Nuril Bariroh menambahkan, akibat pernikahan dini adalah emosi yang tidak stabil. Dengan emosi yang tidak stabil tersebut dapat mengakibatkan stres dan depresi.

“Selain kematangan usia, kematangan emosi dan pendidikan juga diperlukan pada pernikahan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” kata Nuril.

Untuk itu, ungkap Nuril, ketika anak tidak sekolah banyak sekali orangtua yang mengharuskan anaknya untuk menikah padahal usia masih di bawah 18 tahun. Padahal banyak cara untuk mengatasi permasalahan tersebut, tidak hanya dengan menikahkan anak.

“Dengan sisi lain itulah pentingnya peran orangtua untuk anak-anaknya. Pentingnya pemahaman dan pendidikan yang baik untuk orangtua agar anak tidak menjadi korban. Karena perkembangan zaman dulu dan sekarang sudah berbeda," tutur Nuril. *****

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved