Berita Pasuruan
Nasib Wiwin Dwi Jayanti Usai Kisahnya Viral, Bikin Orang Singapura Terenyuh, Kini Dapat Rejeki
Beginilah nasib Wiwin Dwi Jayanti setelah kisahnya viral. Bikin orang Singapura terenyuh hingga dapat rejeki nomplok.
Penulis: Galih Lintartika | Editor: Putra Dewangga Candra Seta
SURYA.co.id, PASURUAN - Beginilah nasib Wiwin Dwi Jayanti setelah kisahnya viral. Kini ia dapat rejeki nomplok.
Kisah Wiwin yang rela melepas gaji Rp 8 juta dan memilih jadi guru di SMA Kristen Bhaitani ramai jadi sorotan.
Guru berprestasi itu ikhlas cuma digaji tak lebih dari Rp 300 ribu.
Selain itu, perjuangan Wiwin hingga di titik sekarang juga tak kalah bikin terenyuh.
Kisah Wiwin ini viral di media sosial dan ramai diberitakan.
Baca juga: Profil dan Biodata Wiwin Dwi, Guru Muslim Lepas Gaji Rp 8 Juta Pilih Ngajar di SMA Kristen Bhaitani
Bahkan menurut info terbaru yang didapat SURYA.co.id, kisah Wiwin ini membuat orang Singapura terenyuh.
Orang Singapura tersebut ingin bertemu dengan Wiwin dan menawarinya beasiswa.
Tak cuma itu, Wiwin juga mendapat apresiasi dari Pj Bupati Pasuruan Andriyanto.
Apresiasi tersebut diberikan atas prestasi Wiwin yang berhasil maraih medali emas dalam ajang Sains Merdeka Indonesia 2023.
Lantas, seperti apa kisah Wiwin yang viral tersebut?
Lepas Gaji Rp 8 Juta
Kisah Wiwin Dwi Jayanti seorang guru di SMA Kristen Baithani, Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasuruan jadi sorotan.
Wiwin dikenal sebagai seorang guru Muslimah yang berprestasi. Ia baru saja meraih medali emas dalam ajang Sains Merdeka Indonesia 2023.
Wiwin tercatat sebagai juara pertama kejuaraan sains antar guru se-Indonesia dalam kompetisi yang digelar oleh National Science and Social Competition (NSSC) Divua Cahaya Prestasi beberapa waktu lalu.
Berprestasi dalam dunia pendidikan dan terbukanya kesempatan karir yang menjanjikan, tidak membuat Wiwin silau.
Wiwin Dwi Jayanti, guru Muslimah itu lebih memilih untuk mengajar di sebuah SMA Kristen dengan bayaran Rp 300 ribu.
Wiwin Dwi Jayanti adalah lulusan SMP dan SMAK Baithani.
Sekalipun menempuh pendidikan yang bernaung dalam yayasan Kristen. Wiwin tetap percaya diri sebagai seorang Muslim.
Hingga akhirnya, Wiwin berhasil melanjutkan sekolah jenjang sarjana di UM (Universitas Muhammadiyah) jurusan Kimia murni.
Bahkan, ia juga berhasil menyelesaikan S2.
Semua prestasi yang dicapainya itu ia dipersembahkan untuk SMA Kristen Bhaitani.
Baca juga: PERJUANGAN Wiwin Dwi Jayanti Raih Cita-cita, Kini Lepas Gaji Rp 8 Juta Pilih Ngajar di SMA Kristen
Setelah lulus kuliah, Wiwin Dwi Jayanti sempat bekerja di beberapa industri termasuk di BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional).
Gaji besar yang ditawarkan malah tidak membuatnya betah bekerja di sana.
Keputusan berani diambil Wiwin. Ia memilih kembali ke sekolah tempatnya menimba ilmu sejak duduk di bangku SMP.
Wiwin mengakui ada kepuasan batin saat memberikan dan berbagi ilmu untuk anak-anak di sekolah.
Ia merasa bisa memberikan manfaat untuk anak-anak.
“Kalau mengajar itu bisa dikenal banyak orang,” kelakarnya.
Padahal perbandingan remunerasi yang didapatkannya dari tempat bekerja pertama dengan tempat mengajar sekarang, bak langit dengan bumi.
Di tempat bekerja sebelumnya yang memang mentereng, Wiwin bisa mendapat gaji antara Rp 4 juta sampai Rp 8 juta per bulan.
Di SMA Kristen Baithani ini, Wiwin hanya mendapatkan tidak lebih dari Rp 300.000, namun ia lebih memilih mengabdi sebagai pendidik.
“Saya ingin berbakti dan berdedikasi untuk sekolah ini."
"Makanya, penghargaan ini untuk sekolah ini."
"Saya bangga bisa ikut memberikan akses pendidikan tanpa membedakan latar belakang mereka,” ungkapnya.
Masa Lalunya Penuh Perjuangan
Wiwin Dwi Jayanti ternyata memiliki pengalaman yang cukup pilu.
Sebelum mencapai titik ini, Wiwin, sapaan akrab perempuan berjilbab ini ternyata pernah mengalami masa - masa sulit. Itu diawali saat orang tuanya tidak mampu membiayai sekolahnya setelah tamat Sekolah Dasar (SD).
Padahal, hasrat Wiwin untuk mengenyam sekolah setinggi - tingginya saat itu sudah memuncak. Ia ingin melanjutkan sekolah ke jenjang SMP. Sayangnya, orang tuanya tidak sanggup membayar sekolahnya.
“Dulu, waktu di SD, saya selalu dapat ranking 1. Itu mulai kelas 1 sampai kelas 6. Saat itu, saya hanya bisa pasrah dan kecewa karena tidak dikasih kesempatan sekolah lebih tinggi karena tidak ada biaya,” kata Wiwin.
Semuanya berubah saat ia mendapat kesempatan mengenyam pendidikan di SMP Kristen Bhaitani, Tutur. Dia mendapat kesempatan sekolah dan tidak perlu memikirkan biayanya karena ditanggung penuh yayasan.
“Ya jujur langsung senang, karena saya bisa sekolah di bangku SMP seperti teman - teman saya. Orang tua juga sudah mengizinkan kalau saya sekolah di sini, karena tidak perlu memikirkan biaya, sudah gratis,” ungkapnya.
Namun, cibiran itu mulai datang, seperti dari tetangga dan orang - orang yang di sekitarnya. Bahkan, yang membuatnya paling marah saat itu, ada cibiran yang cukup menyakitkan dan sulit untuk dilupakan.
“Kebetulan lingkungan saya itu kan muslim sekali. Saya sempat dicibir semacam rela menjual agama hanya untuk bisa sekolah. Itu dalam banget sih, karena saya sekolah yang ada dalam naungan yayasan kristen,” jelasnya.
Apalagi, saat itu, seragam di sekolahnya masih pendek. Itu seolah - olah membuat mereka semakin yakin bahwa cibiran itu benar. Bahkan, ada cibiran bahwa saya tidak akan lulus sekolah dan putus di tengah jalan.
Namun, ia tetap percaya diri dan tidak memasukkan cibiran itu dalam - dalam. Dia tetap fokus sekolah sekalipun banyak cibiran miring yang menerpanya. Ia tetap berusaha menjadi siswa yang baik dan berprestasi.
Di sisi lain, Wiwin ternyata memiliki tekat yang kuat untuk sekolah. Dia rela berjalan kaki kurang lebih 5 Km dari sekolah ke tempat penurunan angkutan dan masuk ke dalam rumahnya dari jalan raya.
Jarak sekolah dan rumahnya memang cukup jauh. Dia perlu jalan kaki untuk keluar ke jalan raya besar yang dilewati angkutan umum. Setelah itu, dia harus naik angkutan umum dan turun di Tutur.
Setelah dari tempat pemberhentian angkutan , ia harus berjalan kaki menuju sekolahnya. Dan itu Itu dilakukannya setiap hari sampai lulus SMP dan lanjut ke SMA. Dia tidak pernah diantar karena memang tidak ada kendaraannya.
Hambatan untuk melanjutkan sekolah lebih tinggi juga kembali datang. Saat duduk di bangku kelas 3 SMA, ia dijidohkan oleh orang tuanya dengan seorang pria yang sudah berumur dan mapan.
“Kalau ukuran orang mapan di desa itu sudah bekerja dan mendapatkan penghasilan setiap bulannya. Saya tidak boleh melanjutkan sekolah sampai lulus, tapi disuruh nikah saja,” ungkap dia.
Saat itu, batinnya memberontak. Ia tidak ingin menikah dini seperti gadis yang ada di lingkungannya. Ia tetap ingin sekolah sampai setinggi - tingginya. Ia menyadari, memang di lingkungannya jarang ada yang sekolah tinggi.
“Saat itu saya dibantu bu Elok dan pak Dedy, guru saya di sekolah. Saya dibantu menjelaskan ke kedua orang tua saya. Intinya, ya meminta saya diberikan izin untuk menuntaskan sekolah dan lulus SMA,” ujar dia.
Hingga akhirnya, kedua orang tuanya pun bisa memahami penjelasan gurunya di sekolah. Wiwin batal nikah. Namun, setelah lulus SMA, Wiwin diminta untuk segera mencari kerja dan tidak dianjurkan melanjutkan kuliah.
Tekat Wiwin sudah bulat. Secara diam - diam, tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya, dia dan dibantu dua gurunya mendaftar kuliah di UM dengan jalur bidik misi. Di sisi lain, ia juga melamar sebuah pekerjaan.
Kebetulan, pengumuman diterima jalur bidik misi lebih dulu sehingga ia memilih untuk kuliah dengan jurusan kimia. Orang tuanya kembali mengkhawatirkan biaya pendidikan Wiwin selama kuliah.
Wiwin kembali berhasil meyakinkan orang tuanya bahwa semua biaya pendidikan dan hidup ditanggung negara. Ia akhirnya diberi restu untuk kuliah. Kepada Surya, ia mengaku serinh memanfaatkan waktu untuk kerja.
“Utamanya saat libur semester. Biasanya saya cari kerja part time. Lumayan buat tambah - tambah uang jajan. Tapi kalau waktu kuliah, saya fokus kuliah saja. Saya kerja saat libur kuliah saja,” ungkapnya.
Wiwin berhasil menyelesaikan kuliahnya S1 tepat waktu. Setelah itu, ia kembali mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan S2. Saat ini, Wiwin sedang menyelesaikan sekolah doktoral atau S3.
Sebelumnya, perempuan yang menjadi guru tidak tetap SMA Kristen Bhaitani Tutur berhasil menorehkan prestasi di tingkat nasional. Dia baru saja meraih medali emas dalam ajang Sains Merdeka Indonesia 2023.
Dia berhasil menjadi juara pertama kejuaraan antar guru se - Indonesia dalam kompetisi yang digelar oleh National Science and Social Competition (NSSC) Divua Cahaya Prestasi beberapa waktu lalu.
>>>Ikuti Berita Lainnya di News Google SURYA.co.id
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.