Pilpres 2024

VIRAL Gibran Rakabuming Datangi Pendemo 'Politik Dinasti' yang Tak Tahu Apa-apa, Ini Koordinatornya

Terungkap sosok koordinator pendemo Gibran Rakabuming Raka yang beraksi di depan rumah dinas Wali Kota Solo, Loji Gandrung.

Editor: Musahadah
kolase tribun solo
Wali Kota Solo Gibran Rakabuming saat mendatangi massa yang berdemonstrasi di depan rumah dinasnya, jelang putusan MK soal batas usia capres-cawapres, Senin (16/10/2023). 

SURYA.CO.ID - Terungkap sosok koordinator pendemo Gibran Rakabuming Raka yang beraksi di depan rumah dinas Wali Kota Solo, Loji Gandrung, menjelang putusan MK soal gugatan batas usai capres-cawapres Senin (16/10/2023) pagi

Pendemo mengatasnamakan komunitas Pegiat Budaya Topo Bisu, membawa spanduk dengan berbagai tulisan, di antaranya bertulis 'Kami Muak dengan Politik Dinasti'.

Peserta aksi berkumpul di area dalam Sriwedari dan berjalan menuju Loji Gandrung.

Sang koordinator sempat membakar kemenyan tepat di tengah massa, lalu peserta demo melakukan aksi topo bisu sekitar lima menit.

Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka sempat mendatangi para peserta, tapi mereka justru bingung saat diajak berdialog.

Baca juga: REKAM JEJAK Hakim MK Suhartoyo dan Guntur Hamzah yang Beda Pendapat Soal Batas Usia Capres-Cawapres

Peserta demo ini memilih menghindar.

Saat ditanya apa keluhannya, seorang pendemo justru mengaku tak tahu apa yang dikeluhkan.

Hal ini membuat Gibran semakin penasaran dan mendatangi pendemo lainnya.

"Demo saya samperin nggak tahu demonya apa. Itu lho ya," keluh Gibran saat ditemui wartawan, Senin (16/10/2023).

Terkait tulisan pendemo yang mengaku muak dengan politik dinasti, GIbran sempat menanyakan maksud tulisannya, namun tidak ada pendemo yang bisa menjelaskan maksudnya.

"Ya silakan. Kan semua masukan warga kami terima. Bu, muaknya kenapa. Kenapa datang ke rumah saya. Saya tanya kan," tuturnya.

Maka dari itu, ia pun meminta para peserta aksi untuk segera pulang.

Ia tidak ingin membahas lebih lanjut siapa pihak yang menggerakkan para peserta aksi.

"Ya udah pulang aja. Nggak usah dibahas (siapa dan dari mana). Yang penting saya sudah ketemu dengan Bapak Ibu yang demo tadi. Sudah saya tanyakan keluhannya apa tidak ada keluhan," jelasnya.

Ia sendiri menolak memberi tanggapan atas sidang putusan ini meski ia digadang-gadang maju menjadi cawapres jika gugatan batas usia dikabulkan.

"MK putusannya di MK tanya penggugatnya atau tanya ke pakar hukum," terangnya.

Ada pula ramai plesetan Mahkamah Konstitusi menjadi Mahkamah Keluarga.

Gibran pun mengimbau agar tidak perlu membuat plesetan agar masyarakat tidak resah.

"Tidak ada tanggapan. Tidak perlu dipleset-plesetkan seperti itu. Nanti warga resah," jelasnya.

Sidang putusan MK pun diwarnai sejumlah penolakan. Namun Gibran mengaku tidak mengikuti gugatan ini.

"Ini lho fokus pembangunan ini lho. Aku nganti ra nggagas ditolak apa diterima. Lagi ngerti aku nek ditolak," terangnya.

Lalu, siapa sebenarnya koordinator aksi demo tersebut?

Dikutip dari Tribun Solo, wakil koordinator aksi ini bernama Joko Suranto (56).

Joko enggan mengungkap tujuan berkumpulnya masa di depan rumah dinas Gibran Rakabuming Raka tersebut.

Namun demikian, Joko meminta pemangku pemerintahan menjawab sendiri atas aksi massa tersebut.

"Ya karena aksi kita ya sesuai dengan moto istilahnya topo bisu, aku nggak bisa memberi tahu atau mengarang apa-apa," terang Joko saat ditemui usai aksi.

"Ya terima kasih kepada pimpinan kota solo. Jadi kami tidak bisa apa-apa, jadi sesuai moto tadi tetap kita tidak ada tendensi apa-apa, cuma ya kita orang Jawa, topo bisu biar istilahnya pimpinan-pimpinan kita yang tahu, yang menjawab. Untuk ini tidak ada yang lain, cuma topo bisu," sambungnya.

Meski tidak menjawab secara gamblang, Joko menjelaskan massa ingin Solo tetap damai dan tentram.

"Mungkin ada kaitannya (prihatin dengan kondisi negara), kita topo bisu. Jadi tidak ada tendensi kemana-mana, cuma mungkin sedikit banyak mengingatkan kepada pimpinan di Solo supaya Kota Solo tetap damai, tentram gitu lho," urainya.

"Jadi masyarakat tidak butuh apa-apa, masyarakat itu butuhnya damai, gitu aja," imbuh Joko.

Lebih lanjut Joko menjelaskan bahwa topo bisu yang dilakukan oleh massa kali Iki bisa diartikan untuk mengingatkan para pemangku kuasa.

"Ya kita kan orang Jawa, dari nenek moyang kita dulu. Topo bisu itu istilahnya 'yen koe tak elikne wegah ya aku tak meneng wae' gitu aja. Istilahe bahasa kerennya ya Yen koe dielingke masyarakatmu ora nggugu ya kita cuek aja," tegas Joko.

Sementara itu, saat ditanya terkait adanya spanduk bernada protes, Joko menegaskan aksi kali ini tidak berhubungan dengan masalah politik.

"Oh nggak ada, itu nggak ada. Kita tujuannya topo bisu. Tidak ada politik," pungkas dia.

Seperti diketahui, sidang pleno majelis hakim MK yang digelar di Gedung MK, Jakarta pada Senin (16/10/2023), memutuskan menolak gugatan dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dengan nomor gugatan 29/PUU-XXI/2023.

MK menyatakan jika mereka mengabulkan gugatan uji materi untuk menurunkan syarat batas usia minimum capres-cawapres menjadi 35 tahun maka justru merupakan sebuah pelanggaran moral.

"Dengan menggunakan logika yang sama, dalam batas penalaran yang wajar, menurunkannya menjadi 35 tahun tentu dapat juga dinilai merupakan bentuk pelanggaran moral, ketidakadilan, dan diskriminasi bagi yang berusia di bawah 35 tahun," kata Hakim Konstitusi Saldi Isra saat membacakan pertimbangan dalam sidang putusan di ruang sidang Gedung MK, Jakarta, Senin (16/10/2023).

Saldi menilai, jika MK mengabulkan gugatan itu maka juga akan membuat situasi yang tidak adil bagi warga negara yang sudah mempunyai hak pilih dan dipilih, genap berusia 17 tahun, sudah kawin atau pernah kawin.

Dalam putusan itu disebutkan, penentuan usia minimum capres-cawapres adalah ranah pembentuk undang-undang.

MK juga menyatakan tidak dapat menentukan batas usia minimal bagi capres-cawapres karena terbuka kemungkinan bakal terjadi dinamika di masa mendatang.

"Selain itu, jika Mahkamah menentukannya maka fleksibilitasnya menjadi hilang dan dapat memicu munculnya berbagai permohonan terkait dengan persyaratan batas minimal usia jabatan publik lainnya ke Mahkamah Konstitusi," ujar Saldi.

Adapun putusan ini disepakati lewat Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) oleh sembilan hakim konstitusi yaitu Anwar Usman, Saldi Isra, Arief Hidayat, Manahan Sitompul, Daniel Yusmic P. Foekh, Enny Nurbaningsih, M Guntur Hamzah, Suhartoyo, dan Wahiduddin Adams.

Namun, ada dua hakim, yakni Suhartoyo an M Guntur Hamzah yang berpendapat beda atau dissenting opinion.

Sebagian artikel ini telah tayang di TribunSolo.com dengan judul Didemo Jelang Putusan MK, Massa Topo Bisu Minta Gibran Terka Sendiri Sebab Dirinya Didemo

>>>Ikuti Berita Lainnya di News Google SURYA.co.id

Sumber: Tribun Solo
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved