Pilpres 2024
BIODATA Hakim MK Sadil Isra yang Nilai Aneh Putusan 5 Rekannya Soal Batas Usia Capres Cawapres
Inilah profil dan biodata Saldi Isra, hakim MK yang menganggap aneh putusan lima hakim yang mengabulkan sebagian gugatan batas usia capres-cawapres.
SURYA.CO.ID - Inilah profil dan biodata Saldi Isra, hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang menganggap aneh putusan lima hakim yang mengabulkan sebagian gugatan uji materi Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu).
Seperti diketahui gugatan yang diajukan mahasiswa Almas Tsaqibbirru Re A, berisikan batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Dengan dikabulkannya gugatan uji materi tersebut, memungkinkan kepala daerah yang belum berusia 40 tahun seperti Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka untuk maju sebagai capres maupun cawapres.
Putusan ini disetujui lima hakim MK, sedangkan empat lainnya berbeda pendapat alias dissenting opinion, termasuk Sadil Isra.
Menurut Sadil Isra, seharusnya amar putusan lima hakim yang mengabulkan sebagian gugatan tersebut hanya untuk jabatan gubernur.
Baca juga: BIODATA Almas Tsaqibbirru Pengagum Gibran yang Gugatannya Dikabulkan MK, Muluskan Jalan Putra Jokowi
"Merujuk penjelasan di atas, pilihan jabatan publik berupa elected official termasuk pemilihan kepala daerah, kelimanya berada pada titik singgung atau titik arsir jabatan gubernur. Oleh karena itu, seharusnya amar putusan lima hakim konstitusi yang berada dalam gerbong 'mengabulkan sebagian' adalah jabatan gubernur," kata Saldi saat membacakan pendapat berbedanya (dissenting opinion) terkait perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 ini, Senin (16/10/2023).
Saldi menyoroti, amar putusan yang disepakati MK menjadi bunyi Pasal 169 huruf q UU Pemilu justru sebetulnya hanya merepresentasi pendapat hukum tiga hakim konstitusi saja, yakni Anwar Usman, Guntur Hamzah, dan Manahan Sitompul.
"Oleh karenanya, amar putusan a quo seharusnya hanya menjangkau jabatan gubernur saja sebagaimana menjadi titik temu di antara kelima hakim konstitusi tersebut," ujar Saldi Isra.
Sadil Isra yang juga Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) menilai MK telah bertindak terlalu jauh dengan menambahkan norma baru pada Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu), yang membukakan pintu untuk putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, maju pada Pilpres 2024.
Saldi juga menyoroti, Mahkamah membuat norma yang berbeda dengan yang petitum gugatan perkara nomor 29/PUU-XXI/2023 tersebut, Senin (16/10/2023).
"Berkenaan dengan hal tersebut, pertanyaan mendasar yang tidak boleh tidak harus dimunculkan: bisakah lompatan nalar tersebut dibenarkan dengan bersandar pada hukum acara, yang secara prinsip hakim harus terikat dan mengikatkan dirinya dengan hukum acara?" ucap Saldi menyampaikan pendapat berbedanya (dissenting opinion) dalam perkara itu.
Saldi menegaskan, hakim memang bisa sedikit bergeser dari petitum guna mengakomodasi permohonan putusan yang seadil-adilnya.
Namun, celah untuk sedikit bergeser itu hanya dapat dilakukan sepanjang masih memiliki ketersambungan dengan petitum (alasan-alasan) permohonan.
Menjadi aneh, menurut Saldi, ketika Mahkamah merumuskan norma baru terkait usia capres-cawapres, yaitu pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilu, baik pileg dan pilkada.
Padahal, petitum pada perkara ini bertumpu pada "berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota".
"Bahkan, secara kasat mata, permohonan Nomor 90/PUU-XXI/2023 menggunakan "pengalaman sekaligus "keberhasilan" Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka sebagai acuan. Artinya, permohonan Nomor 90/PUU-XXI/2023 tidak menyandarkan alasan-alasan permohonannya pada pejabat yang dipilih (elected official)," ucap Saldi.
"Dengan adanya lompatan kesimpulan seperti termaktub dalam amar putusan a quo, tidak salah dan tidak terlalu berlebihan munculnya pertanyaan lanjutan: haruskah Mahkamah bergerak sejauh itu?" ungkapnya.
Sebelumnya diberitakan, Gibran Rakabuming Raka kini dapat mendaftarkan diri sebagai capres/cawapres pada Pilpres 2024, setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menambahkan syarat alternatif usia minimum capres-cawapres dalam sidang pembacaan putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, Senin (16/10/2023).
"Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945 sepanjang tidak dimaknai 'berusia 40 tahun, atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah'," kata Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusannya.
Dengan ini, maka syarat usia 40 tahun untuk mencalonkan diri sebagai capres-cawapres, yang selama ini menjadi kendala untuk mencalonkan Gibran, bukan syarat mutlak.
Kini, siapa pun orang yang belum 40 tahun, selama pernah/sedang menjadi kepala daerah atau anggota legislatif, ia bisa maju sebagai capres-cawapres.
Di sisi lain, MK juga menegaskan bahwa aturan baru yang mereka bikin ini dapat berlaku untuk Pilpres 2024, ketika Gibran masih berusia 36 tahun.
Total, 4 hakim konstitusi tidak sejalan dengan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menambahkan syarat capres-cawapres ini.
Mereka adalah Saldi Isra, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, dan Arief Hidayat.
Dua hakim konstitusi lainnya menyampaikan concurring opinion (alasan berbeda), namun pada putusan yang tetap sama, yakni Daniel Foekh dan Enny Nurbaningsih.
Selama sidang pembacaan putusan, pertimbangan MK hanya dibacakan oleh 2 hakim konstitusi, yaitu Manahan Sitompul dan Guntur Hamzah.
Ketua MK Anwar Usman hanya mengetuk palu, menyatakan bahwa gugatan pemohon dikabulkan sebagian.
Sebagai informasi, perkara ini diajukan oleh Almas Tsaqibbirru, seorang pelajar/mahasiswa kelahiran tahun 2000.
Dalam permohonannya, Almas mengakui dirinya adalah pengagum Wali Kota Solo yang juga anak sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming.
Ia menyinggung sejumlah capaian di Pemkot Solo yang ditorehkan kepemimpinan Gibran, seperti pertumbuhan ekonomi yang melebihi dua kota besar yaitu Yogyakarta dan Semarang serta .peningkatan sektor industri pariwisata.
"Gibran Rakabuming yang masih berusia 35 tahun sudah bisa membangun dan memajukan Kota Surakarta dengan kejujuran, integritas moral dan taat serta patuh mengabdi kepada kepentingan rakyat dan negara," ucap Almas dalam permohonannya.
Almas menganggap, ketentuan syarat usia minimum capres-cawapres saat ini diskriminatif.
Ia juga menilai MK tidak bisa berlindung di balik prinsip bahwa ketentuan ini merupakan ranah open legal policy pembentuk undang-undang.
Ia mengutip Putusan MK Nomor 7/PUU-XI/2013, ketika MK memberi tambahan pandangan bahwa isu ini bisa menjadi perkara konstitusionalitas jika menimbulkan problematika kelembagaan, (tidak dapat dilaksanakan dan menyebabkan kebuntuan hukum (dead lock), menghambat pelaksanaan kinerja lembaga negara tersebut, dan/atau menimbulkan kerugian konstitusionalitas warga negara.
"Pemohon tidak bisa membayangkan terjadinya jika sosok yang dikagumi para generasi muda tersebut tidak bisa mendaftarkan pencalonan presiden sedari awal, hal tersebut sangat inkonstitusional karena sosok Walikota Surakarta tersebut mempunyai potensi yang besar dan bisa dengan pesat memajukan Kota Solo secara pertumbuhan ekonomi," ujar Almas.
Siapa sebenarnya Sadil Isra?

Sadil Isra lahir di Paninggahan-Solok pada 20 Agustus 1968.
Bapak tiga anak ini menyelesaikan pendidikan Sarjana Hukum Tata Negara di Fakultas Hukum Universitas Andalas tahun 1995.
Dia kemudian melanjutkan studi master di Institute of Postgraduate Studies and Reserch University of Malaya Kuala Lumpur-Malaysia dan lulus tahun 2001.
Sedangkan pendidikan S3 diselesaikan di program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta tahun 2009.
Guru besar Hukum Tata Negara ini dilantik pada 11 April 2017, menggantikan Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi masa jabatan 2017 – 2022.
Suami Leslie Annisaa Taufik ini berhasil menyisihkan dua nama calon hakim lainnya yang telah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo oleh panitia seleksi (Pansel) Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) pada 3 April 2017.
Selain Saldi, Pansel Hakim MK saat itu juga menyerahkan dua nama lainnya, yakni dosen Universitas Nusa Cendana (NTT) Bernard L Tanya dan mantan Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Kemenkumham Wicipto Setiadi.
Perjalanan Karir Saldi Isra
Dikutip dari mkri.id, Saldi yang mengambil jurusan fisika pada masa SMA, tidak pernah terbayang untuk mengambil jurusan ilmu hukum.
Seperti kebanyakan anak muda seusianya kala itu, cita-citanya hanya masuk Institut Teknologi Bandung (ITB) atau masuk AKABRI apalagi ia memiliki nilai di atas rata-rata. Ia pun memilih untuk mengikuti PMDK ke ITB, namun siapa sangka, takdir belum berpihak padanya.
Ia kembali mencoba peruntungannya dengan mengikuti Sipenmaru pada 1988 untuk jurusan Geologi ITB.
Kembali, ia harus menelan pil pahit ketika namanya tak lolos. Meski banyak omongan yang hendak mengecilkan semangatnya untuk menjadi mahasiswa ITB, Saldi tetap bersikeras untuk kembali mengikuti UMPTN 1989 dan kembali beroleh kegagalan.
Dua kali gagal, akhirnya membuat Saldi memutuskan hijrah ke Jambi untuk mencari kerja.
Usai merasa uang yang dimilikinya cukup untuk melanjutkan kuliah, ia kembali mencoba peruntungannya. Pada 1990, ia kembali mendaftar UMPTN, namun jika sebelumnya ia memilih jurusan IPA, maka ia beralih menjadi IPC dengan pilihan jurusan yang pragmatis.
Tiga jurusan tujuannya, yakni Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Sriwijaya, Jurusan Teknik Sipil Universitas Andalas, dan terakhir, Jurusan Ilmu Hukum Universitas Andalas.
Pilihan terakhirnya, menurut Saldi, merupakan pilihan yang tidak ia pikirkan dan ia cantumkan untuk mengisi jurusan IPS.
Pada akhirnya, Saldi pun lolos UMPTN, namun pada jurusan yang tak ia duga sebelumnya; Ilmu Hukum.
Namun keinginannya untuk melanjutkan pendidikan kejenjang perguruan tinggi tercapai. Ia pun kembali ke Padang dari perantauannya ke Jambi.
Namun berita lolosnya Saldi sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas tidak serta-merta disambut baik oleh keluarga di Paninggahan, Solok.
Keluarga menginginkannya tetap bekerja untuk menyokong perekonomian.
Akan tetapi, ia berhasil meyakinkan keluarganya bahwa kuliahnya nantinya tidak akan memberatkan perekonomian keluarga. Untuk itulah, setiap akhir minggu, ia memutuskan mengajar di Madrasah Aliyah dekat dengan kampung halamannya.
Bagi Saldi, menjadi mahasiswa Fakultas Hukum benar-benar pengalaman baru.
Jika sebelumnya, ia lebih familiar dengan rumus-rumus matematika dan fisika, kala itu ia harus banyak membaca dan menulis.
Ia tetap tekun menjalani masa perkuliahannya sebagai mahasiswa fakultas hukum dan akhirnya menghasilkan Indeks Prestasi Semester 3,71.
Ia lebih teryakinkan bahwa pilihannya tidak salah ketika pada Semester 2, Saldi meraih IP 4.
Maka tak mengherankan ketika menamatkan pendidikan S1 pada 1995, ia mendapat Predikat Summa Cum Laude dengan IPK 3,86.
Usai menamatkan pendidikan S1, Saldi yang merupakan lulusan terbaik langsung dipinang untuk menjadi dosen di Universitas Bung Hatta hingga Oktober 1995 sebelum akhirnya berpindah ke Universitas Andalas, Padang.
Ia pun mengabdi pada Universitas Andalas hampir 22 tahun lamanya sambil menuntaskan pendidikan pascasarjana yang ia tuntaskan dengan meraih gelar Master of Public Administration di Universitas Malaya, Malaysia (2001).
Kemudian pada 2009, ia berhasil menamatkan pendidikan Doktor di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dengan predikat lulus Cum Laude. Setahun kemudian, ia dikukuhkan sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas.
Di sela kegiatannya sebagai pengajar, Saldi dikenal aktif sebagai penulis baik di berbagai media massa maupun jurnal dalam lingkup nasional maupun internasional.
Ribuan karyanya yang ia tulis sejak masih duduk di bangku mahasiswa membuatnya dikenal luas di kalangan masyarakat.
Tak heran, jika wajahnya kerap berseliweran di media massa baik elektronik maupun cetak sebagai narasumber. Ia pun dikenal sebagai Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Unand yang memperhatikan isu-isu ketatanegaraan.
Tak hanya itu, ia juga terlibat aktif dalam gerakan antikorupsi di Tanah Air. Oleh karena itu, ia dikenal dalam dunia hukum tata negara Indonesia sebagai seseorang yang ‘tumbuh di jalanan’.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Nilai Aneh Putusan 5 Rekannya di MK, Hakim Saldi Isra: Harusnya Hanya Jangkau Jabatan Gubernur Saja"
>>>Ikuti Berita Lainnya di News Google SURYA.co.id
Saldi Isra
hakim MK
Batas Usia Capres-Cawapres
Mahkamah Konstitusi (MK)
Gibran Rakabuming Raka
SURYA.co.id
surabaya.tribunnews.com
Habib Najib : Kiai Kampung se-Indonesia Akan Gelar Doa Bersama, Doakan Pemerintahan Baru |
![]() |
---|
Megawati Belum Tentukan Sikap Politik PDIP di Pemerintahan Prabowo-Gibran, Ini Alasannya |
![]() |
---|
Sumber Kekayaan Raffi Ahmad yang Digadang-gadang Masuk Bursa Menteri Prabowo dan Cawagub Jateng |
![]() |
---|
Kekayaan Eko Patrio Politisi asal Nganjuk yang Disiapkan Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran |
![]() |
---|
Rekam Jejak Eko Patrio yang Disiapkan Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran, Asal Nganjuk Jatim |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.