Berita Surabaya

Minta Pasal 154-158 Dihapus, Kadin Jatim Khawatir RUU Kesehatan Pengaruhi Komoditas Tembakau

Ketua Kadin Jatim, Adik Dwi Purwanto, mengajukan permohonan penghapusan Pasal 154-158 dari RUU Kesehatan

Penulis: Sri Handi Lestari | Editor: irwan sy
Kadin Jatim
Wakil Kadin Jatim yang juga Ketua Gapero, Sulami Bahar bersama Ketua Umum Kadin Jatim, Adik Dwi Putranto (satu dan kedua dari kiri) saat melakukan audensi permohonan penghapusan Pasal 154-158 dari RUU Kesehatan di DPR RI, Jakarta. 

SURYA.co.id | SURABAYA - Ketua Kadin Jatim, Adik Dwi Purwanto, mengajukan permohonan penghapusan Pasal 154-158 dari Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang saat ini sedang digodok DPR bersama pemerintah tingkat nasional.

Hal itu dikarenakan ada kekuatiran RUU tersebut akan memengaruhi komoditas tembakau di Indonesia.

Mengingat di pasal 154-158 RUU Kesehatan, disebut Adik, berpotensi mematikan industri hasil tembakau (IHT).

“Mazhab kesehatan jangan mengalahkan mazhab ekonomi, karena keduanya ini penting. Ini harus ada titik temunya, harus ada pencegahan tidak berkembangnya preferensi rokok. Ini harus dievaluasi dulu dan perlu pengawasan-pengawasan,” kata Adik, dalam rilisnya, Kamis (8/6/0/2023).

Menurutnya, mazhab ekonomi juga sangat penting. karena hal tersebut sangat mempengaruhi dengan kehidupan petani-petani tembakau.

“Rokok ini turunannya banyak sekali, mulai dari pedagang asongan sampai dengan petani, dan ini yang harus dipikirkan oleh teman-teman dewan,” lanjut Adik.

Dia juga menekankan dari sisi kesehatan, meminta pemerintah untuk mengatur regulasi para perokok agar tidak merugikan lingkungan sekitar.

“Kalau dari segi kesehatan, kan bisa diatur bagaimana mencegahnya. Artinya kalau di kawasan perkantoran, harus menyiapkan smoking area. Ini yang harus diperhatikan DPR. Ini semua bisa dijembatani melalui pengawasan. Contoh pengawasannya, tidak menjual rokok di area dekat sekolah dan pembatasan umur perokok, ini sudah diawasi atau belum,” ungkap Adik.

Dalam kesempatan yang sama, Sekjen Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) K Mudi, mengungkapkan keberatannya apabila RUU Kesehatan ini disahkan oleh DPR.

“Karena sebetulnya keberatan petani itu di pasal 154 dan 155 di situ dijelaskan bahwa tembakau termasuk ke dalam zat adiktif dan psikotropika, ini yang menjadi keberatan kami. Kami sebagai petani tembakau berarti pembudidaya tanaman illegal. Padahal jelas tembakau ini masuk ke dalam zat adiktif,” papar Mudi.

Dia merasa apabila RUU Kesehatan itu disahkan maka petani tembakau selama ini dianggap menanam tanaman illegal.

Dia meminta pemerintah untuk melindungi petani tembakau agar roda perekonomian di daerah tetap bergerak.

“Kami meyakini bahwa penyusunan bab zat adiktif pada RUU Kesehatan tidak dikaji secara mendalam dan tidak memperhatikan kepentingan seluruh pemangku kepentingan, khususnya IHT. Kami percaya bahwa peraturan-peraturan yang ada saat ini telah melingkupi IHT dengan baik dan proporsional, serta menetapkan batasan-batasan jelas bagi seluruh lapisan masyarakat,” papar Mudi.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, produksi tembakau di Indonesia mencapai 236.900 ton pada 2021.

Angka tersebut turun 9,374 dari tahun sebelumnya yang sebesar 261,4 ribu ton.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved