Hotman Paris Pertanyakan Restorative Justice dalam Kasus Rudapaksa di Sulteng: Masih Boleh Gak?
Pengacara Hotman Paris mempertanyakan restorative justice atau RJ dalam kasus dugaan rudapaksa seorang remaja oleh 11 orang di Sulawesi Tengah
Penulis: Christine Ayu Nurchayanti | Editor: Adrianus Adhi
SURYA.CO.ID - Pengacara Hotman Paris turut menyoroti kasus dugaan rudapaksa seorang remaja oleh 11 orang di Sulawesi Tengah (Sulteng).
Baru-baru ini, Homan Paris membagikan tanggapannya di akun Instagram miliknya @hotmanparisofficial.
Dalam video pernyataan itu, Hotman Paris mempertanyakan langkah restorative justice atau RJ.
Restorative justice atau yang juga disebut keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana, dengan mekanisme yang berfokus pada pemidaan yang diubah menjadi proses dialog dan mediasi.
Sebelumnya, Kapolda Sulteng menyebut kasus tersebut sebagai persetubuhan anak.
"Oke yang perlu mendapatkan perhatian lebih bapak Kapolri dan seluruh Kapolda di Indonesia adalah kalau kasusnya adalah seperti pemerkosa ya apalagi kalau dilakukan sampai berhari-hari berbulan-bulan dan rame-rame apakah masih perlu, masih boleh gak diterapkan Restorative RESTORATIVE JUSTICE (RJ)," kata Hotman melalui Instagram pribadinya, melansir TribunBengkulu.com.
"Karena apa orang-orang di kampung itu di daerah itu, begitu berhadapan dnegan polisi dia takut, sehingga begitu dibilang mediasi, banyak yang mau-mau aja ya padahal putrinya anaknya sudah korban ya, dia gak ngerti apa itu RJ ya," jelasnya.
Menurut Hotman, perlu semacam petunjuk oleh Kapolri untuk kasus-kasus yang sangat berat.
Hal itu agar RJ benar-benar tidak boleh diterapkan seperti pada kasus pemerkosaan secara beramai-ramai.
"Itu saya dengar ibunya dipanggil sekarang untuk mediasi ya, yang namanya seorang ibu orang-orang daerah kan ya mana dia ngerti, dia gak ngerti dia ketakutan.
Akhirnya bisa saja dia setuju berdamai itulah yang perlu Kapolri membuat semacam petunjuk kasus mana yang boleh RJ dengan cara berdamai ya karena orang-orang daerah itu begitu disodorkan perdamaian bla bla bla, dipanggil ke polisi dia ketakutan.
Akhirnya dia mau aja tanda tangan, padahal putrinya sudah menjadi korban pemerkosaan di bawah umur, jadi perlu dari Kapolri membuat petunjuk mana yang boleh berdamai mana yang tidak boleh," jelas Hotman Paris.
Dari unggahan Hotman Paris tersebut menuai banyak komentar dari warganet dan banyak yang meminta agar hotman paris membantu keluarga korban dari kasus remaja yang dirudapaksa 11 orang di Sulteng.
Minta Penelusuran Dugaan Prostitusi Anak
Sementara itu melansir Kompas.com, pemerhati anak dan pendidikan Retno Listyarti meminta kepolisian menelusuri dugaan prostitusi anak dalam kasus yang menimpa gadis berusia 16 tahun di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.
Pasalnya, para pelaku melancarkan aksinya dengan cara mengiming-imingi korban mendapatkan pekerjaan dan uang.
Hingga Selasa (30/5/2023) Polda Sulawesi Tengah telah menahan lima tersangka dari 11 terduga pelaku dan memeriksa sejumlah saksi.
Meski demikian hasil penyelidikan belum mengungkap motif para pelaku.
Baca juga: Bikin Ngakak! Richard Lee Tantang Hotman Paris Pinjam Uang Rp 5 Juta, Melaney Ricardo Kena Prank
Sementara itu pendamping korban, Salma Masri, mengatakan kondisi kesehatan anak terus memburuk lantaran alat reproduksinya mengalami infeksi akut dan rahimnya terancam diangkat.
Masri bercerita psikis korban anak hingga saat ini masih sangat terguncang.
Situasi tersebut diperparah dengan kondisi kesehatannya yang kian memburuk.
Dalam sejumlah rangkaian pemeriksaan ditemukan adanya infeksi akut pada alat reproduksi korban anak sehingga harus dilakukan tindakan operasi untuk mengangkat rahimnya.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari ibu korban anak, sambung Salma Masri, proses pengangkatan rahim dilaksanakan pada Rabu (30/5/2023).
Untuk itulah kata Kepala Unit Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) provinsi Sulawesi Tengah, Patricia Z Yabi, pihaknya belum bisa menggali lebih jauh kronologi yang menimpa korban anak.
"Melihat kondisi saat ini korban anak tidak memungkinkan kami asesmen. Jadi kami tunda bertanya sebenarnya apa yang terjadi. Kami prioritaskan kesehatannya supaya bisa bicara lebih baik," ujar Kepala Unit Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Sulawesi Tengah, Patricia Z Yabi, kepada wartawan Eddy Djunaedy yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Salma Masri juga menerangkan dalam banyak kasus kekerasan seksual yang dialami anak, kasusnya cenderung terlambat dilaporkan.
Sebab mereka tidak punya keberanian untuk menceritakan apa yang dialami.
Dalam kasus di Kabupaten Parigi Moutong, kata Salma, korban berani menceritakan kejadian tersebut setelah merasakan sakit di organ reproduksinya ke sang bapak.
"Hampir semua kasus yang kami dampingi terlampat melaporkan," tegasnya.
Kendati demikian, pendamping korban dan Kepala Unit Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Sulawesi Tengah minta kepolisian mengusut tuntas kasus tersebut dan menangkap semua pelakunya.
Baca juga: Dilaporkan Hotman Paris, Ini Sosok Razman Nasution yang Yakin Status Tersangkanya Bakal Dicabut
Termasuk menjerat para pelaku dengan pasal "yang membuat efek jera".
"Kami akan pantau apakah dalam penerapan pasal yang digunakan penyidik, juga menerapkan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
UU ini akan menjawab mengenai pemulihan secara utuh pada korban dan restitusi atau ganti rugi yang sudah dialami korban pasca kejadian pemerkosaan," terang Salma.
Juru bicara Polda Sulawesi Tengah, Djoko Wienarto, mengatakan pihaknya telah menetapkan 10 dari 11 orang terduga pelaku sebagai tersangka.
Mereka di antaranya NT, ARH, AR, AK, FA, DU, AK, AS, AW, dan seorang kepala desa berinisial HR.
Seorang terduga pelaku lainnya yang belum ditetapkan sebagai tersangka adalah anggota Brimob berinisial HST.
Akan tetapi, polisi baru melakukan penahanan terhadap lima tersangka.
Adapun lima lainnya masih dalam pengejaran alias buron.
"Kami mohon doa agar cepat tertangkap dan melakukan proses lebih lanjut kelima orang ini," ujar Juru bicara Polda Sulawesi Tengah, Djoko Wienarto kepada wartawan Eddy Djunaedy yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
"Kami mengimbau kepada para tersangka agar kooperatif dan bertanggung jawab atas apa yang dilakukan.
Jangan sampai terjadi yang tidak diinginkan karena emosi dari pihak keluarga korban dan masyarakat," sambungnya.
Djoko Wienarto juga berkata, meski kelima tersangka yang ditahan sudah diperiksa namun belum diketahui secara jelas motif para pelaku.
Termasuk dugaan apakah korban anak benar dicekoki dengan narkoba.
Pasalnya para pelaku yang saling mengenal diduga membarter korban dengan narkoba jenis sabu, termasuk mengancam korban dengan senjata tajam.
Yang pasti, kata Djoko, sejauh ini pihaknya sudah mengantongi barang bukti berupa dua kendaraan mobil. Mobil itu diduga digunakan untuk melakukan pemerkosaan.
"Sehingga kami mengambil kesimpulan [kasus pemerkosaan] ini dilakukan dalam rentang waktu berbeda, tempatnya berbeda, dan waktunya juga berbeda-beda."
"Jadi tidak dilakukan secara bersama-sama."
Dia pun menjanjikan tidak akan 'tebang pilih' dalam penanganan kasus pemerkosaan anak yang diduga dilakukan oleh seorang anggota Brimob.
"Kami tidak akan menutup-nutupi. Kami akan menegakkan hukum sesuai prosesnya."
>>>Ikuti Berita Lainnya di News Google SURYA.co.id
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.