Berita Pasuruan

Aktivis Bertelanjang Tolak Raperda RTRW Disahkan, Tuding DPRD Pasuruan Sengaja Hapus Pasal Pidana

Pihaknya mencurigai ada unsur kesengajaan menghilangkan pasal pidana tersebut sebagai pintu masuk kecurangan.

Penulis: Galih Lintartika | Editor: Deddy Humana
surya/galih lintartika
Aksi telanjang dada yang dilakukan gabungan aktifis, PORTAL di depan Gedung DPRD Kabupaten Pasuruan. 

SURYA.CO.ID, PASURUAN - Penolakan terhadap revisi rancangan peraturan daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (Raperda RTRW) sudah lama digaungkan. Tetapi Senin, (8/5/2023), para aktivis peduli lingkungan nekat turun telanjang di depan gedung DPRD Pasuruan untuk mendesak agar pengesahan itu tidak dilakukan.

Mereka adalah aktivis dari Persatuan Organisasi Rakyat Untuk Transparansi dan Advokasi Lingkungan (PORTAL), yang menggelar aksi setengah telanjang. Aksi telanjang dada ini sebagai simbol sindiran atas matinya transparansi antara legislatif ataupun eksekutif dalam pembahasan revisi Raperda RTRW itu.

Gabungan aktivis menuntut eksekutif ataupun legislatif menunda pengesahan raperda RTRW. Para aktifis bersuara lantang di depan gedung wakil rakyat.

Lujeng Sudarto, koordinator PORTAL menyebut, pembahasan revisi RTRW dilakukan sejak tahun 2019. Selama itu pula, DPRD ataupun Pemkab Pasuruan tidak pernah terbuka dalam pembahasannya.

“Tidak ada diskusi publik terkait perubahan tata ruang ini. Kami curiga, tidak adanya transparansi ini sinyal bahwa ada yang ditutupi dalam revisi RTRW ini. Bisa jadi revisi ini karena titipan korporasi,” kata Lujeng.

Disampaikan Lujeng, dalam Raperda RTRW yang mendapat persetujuan subtansi (Persub) dari pemerintah pusat, terdapat sejumlah kejanggalan. Bahkan, kejanggalan ini dianggapnya sebagai hal yang tidak wajar.

“Di dalam raperda RTRW ini tidak ada kajian lingkungan dalam perubahan peta kawasan, juga tanpa ketentuan pidana yang mengaturnya bagi pelanggar aturan atau pelanggar tata ruang,” sambungnya.

Lujeng menyebut, penghapusan ketentuan pidana dalam perda RTRW ini patut dipertanyakan. Pihaknya mencurigai ada unsur kesengajaan menghilangkan pasal pidana tersebut sebagai pintu masuk kecurangan.

Menurut Lujeng, pada Perda RTRW Nomor 12 Tahun 2010 yang secara tegas mengatur pasal ketentuan pidana saja, Pemkab Pasuruan tidak pernah melakukan penindakan terhadap pelanggar RTRW.  “Jika pada Raperda RTRW yang akan disahkan tidak ada pasal ketentuan pidana, sangat mungkin ada unsur kesengajaan untuk tidak menindak pelanggaran RTRW,” tegasnya.

Bahkan, kata Lujeng, banyak kasus pelanggaran tata ruang di Kabupaten Pasuruan yang dianggap wajar. Seperti banyaknya tambang ilegal tetapi tidak pernah ada tindakan pidana dari Pemkab Pasuruan.

Sementara Ketua DPRD Kabupaten Pasuruan, Sudiono Fauzan mengaku akan mengakomodir usulan masyarakat. Ia juga akan melakukan rapat dengan pimpinan fraksi untuk menentukan pembahasan dan pengesahan Raperda RTRW.

"Jika fraksi-fraksi di DPRD setuju dilakukan penundaan, sidang paripurna DPRD juga akan mengambil keputusan untuk menunda pengesahan Raperda RTRW," sambung Mas Dion, sapaan akrabnya.

Wakil Ketua DPRD Kabupaten, Rusdi Sutejo juga menyebut, permintaan penundaan pengesahan RTRW ini juga datang dari masyarakat di kawasan konflik dengan TNI AL selain dari para aktifis ini.

Politisi Partai Gerindra ini menyebut, dalam penetapan kawasan pertahanan dan keamanan (hankam) di Kecamatan Lekok dan Nguling, lahannya semakin meluas. Masyarakat mempertanyakan penetapan ini.

"Perwakilan Fraksi PKS, PKB, Gerindra, PDIP, Golkar sudah sepakat untuk menunda pengesahan Raperda RTRW. Penundaan pengesahan Raperda RTRW sekaligus untuk mencari solusi atas kendala yang ada," tutupnya. ****

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved