FAKTA Transaksi Aneh Eks Pejabat Ditjen Pajak Ayah Penganiaya Anak Petinggi GP Ansor, Ada Sejak 2012
Terungkap adanya transaksi aneh milik Rafael Alun Trisambodo, eks pejabat Ditjen Pajak yang anaknya aniaya putra petinggi GP Ansor
Penulis: Arum Puspita | Editor: Musahadah
SURYA.CO.ID - Kasus penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy Satrio, anak eks pejabat Ditjen Pajak, Rafael Alun kini berbuntut panjang.
Terbaru, ramai disorot harta kekayaan Rafael yang masuk golongan pejabat eselon III dengan jabatan Kepala Bagian Umum DJP Kanwil Jakarta Selatan, dinilai tak wajar.
Berdasarkan yang tercatat di LHPKN, nilai harta kekayaan Rafael Alun Trisambodo mencapai Rp 56 miliar.
Di bagian lain, kepala PPATK, Ivan Yustiavandana mengatakan, pihaknya menemukan transaksi mencurigakan Rafael sejak lama.
Diduga, Rafael menggunakan orang lain sebagai perantara.
Berikut fakta-fakta lengkapnya, dikutip dari Kompas.com.
Buka rekening atas nama orang lain
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan, mantan pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo diduga memerintahkan orang untuk membuka rekening dan melakukan transaksi.
Kekayaan tak wajar Rafael belakangan terungkap ke publik setelah anaknya, Mario Dandy Satrio, pelaku penganiayaan anak anggota GP Ansor memamerkan gaya hidup mewah di media sosial.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana mengatakan, pihaknya menemukan transaksi mencurigakan Rafael sejak lama.
Diduga, dia menggunakan orang lain sebagai perantara.
Meski demikian, Ivan enggan menjawab berapa jumlah nominal mencurigakan nominal transaksi tak wajar Rafael.
Sudah terjadi sejak 2012
Ia hanya meminta persoalan tersebut ditanyakan kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ivan mengaku telah menyerahkan hasil analisis transaksi tak wajar tersebut ke KPK sejak 2012, jauh sebelum kasus penganiayaan anak anggota GP Ansor.
“Kami sudah serahkan hasil analisis ke penyidik sejak lama jauh sebelum ada kasus terakhir ini,” tuturnya.
Sudah diperiksa KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan telah memeriksa laporan hasil analisis (LHA) Pusat Pelaporan dan Analisis Hasil Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai transaksi tak wajar Rafael Alun Trisambodo.
Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri mengatakan, sejak 2012 hingga 2019 dan 2020, pihaknya telah memeriksa laporan intelijen PPATK itu.
“Betul, sejak 2012 sampai 2019 dan 2020 kami telah melakukan analisis terhadap LHA PPATK tersebut,” kata Ali saat ditemui awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (24/2/2023).
KPK kemudian mengirimkan hasil pemeriksaan atas LHA transaksi Rafael itu ke Inspektorat Bidang Investigasi (IBI) Kemenkeu untuk tindak lanjut analisis Laporan
“Sebenarnya di tahun 2012 sampai 2019 dan 2020 kami laporkan atau kami sampaikan ke IBI Kementerian Keuangan,” tutur Ali.
“Tentu untuk tindak lanjut analisis LHKPN (laporan harta kekayaan penyelenggara negara) oleh KPK,” kata Jaksa tersebut.
Menurut Ali, tindakan ini masih dalam ranah pemeriksaan LHKPN KPK. Menurut dia, LHKPN lebih banyak pada fungsi pencegahan.
Kendati demikian, KPK tidak hanya menerima laporan LHKPN dari para pejabat secara rutin.
KPK juga menindaklanjuti laporan kekayaan itu sebagai bentuk dukungan upaya pencegahan dan penanganan perkara tindak pidana korupsi oleh KPK.
Jaksa tersebut mengatakan, beberapa perkara korupsi di KPK seringkali didukung laporan dari Direktorat LHKPN.
“Ini terkait harta kekayaan dari tersangka atau terdakwa yang kemudian dibuktikan lebih lanjut, terutama pada pasal-pasal yang berhubungan TPPU,” ujar Ali.
Respon Menkopolhukam Mahfud MD
Di bagian lain, Menkopolhukam Mahfud MD turut angkat bicara.
Ia mengatakan ada transaksi keuangan mencurigakan di rekening milik Rafael Alu Trisambodo yang sudah dikirim PPATK sejak 2012.
"Ya biar diaudit laporan kekayaan yang bersangkutan di PPATK. Itu sudah dikirimkan oleh PPATK sejak tahun 2012 tentang transaksi keuangannya yang agak aneh, tetapi oleh KPK belum ditindaklanjuti. Jadi itu saja biar sekarang dibuka oleh KPK begitu," tutur Mahfud dikutip dari Kompas TV.
Mahfud kemudian mengapresiasi keputusan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani yang mencopot Rafael dari jabatannya untuk diperiksa sudah tepat. Langkah itu sebagai sebagai penerapan hukum administrasi.
"Iya itu hukum administrasi, bukan hukum pidana. Hukum administrasinya sudah betul," ujar Mahfud.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.