Berita Pamekasan
Menikah Tak Cukup Modal Cinta, Buktinya 1.027 Perempuan di Pamekasan Akhirnya Pilih Jadi Janda
Kami menyarankan hendaknya pasangannya mempersiapkan diri dengan matang, jangan hanya bermodalkan cinta, lalu cepat menikah
Penulis: Muchsin | Editor: Deddy Humana
SURYA.CO.ID, PAMEKASAN – Kasus perceraian di Pamekasan termasuk sangat tinggi setiap tahun, bahkan sepanjang 2022 justru membuat rekor dengan lebih banyak jumlah perempuan yang menggugat cerai suaminya melalui Pengadilan Agama (PA) Pamekasan.
Dari data PA Pamekasan, selama 11 bulan sejak Januari 2022 hingga November 2022, perkara perceraian yang masuk mencapai 1.599 kasus. Dari jumlah itu, yang diputus sebanyak 1.578 perkara dan sisanya, 21 perkara, dalam kini dalam proses.
Bahkan keberanian perempuan mengajukan gugat cerai ke suami makin besar. Dan angka perceraian ini, yang terbanyak diajukan istri yaitu sebanyak 1.027 perkara. Sedangkan perceraian yang diajukan suami atau cerai talak 'hanya' 545 perkara.
“Nampaknya dari angka penceraian baik yang diterima maupun sudah diputus di sini, kita bisa membandingkan. Rupanya, keinginan bercerai dalam rumah tangga di Pamekasan ini, terbanyak dari gugatan istri,” kata Hery Kushendar, Panitera Muda (Panmud) Hukum PA Pamekasan kepada SURYA, Selasa (27/12/2022).
Menurut Hendar, panggilan Hery Kushendar, ada beberapa faktor pemicu penceraian. Di antaranya, akibat terjadinya perselisihan dan pertengkaran terus-menerus antara suami dan istri sebanyak 1.171 kasus. Kemudian masalah ekonomi sebanyak 101 kasus.
Selanjutnya ditinggal pergi, baik istri yang minggat atau suaminya yang pergi dalam waktu lama sebanyak 37 kasus. Lalu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebanyak 27 kasus.
Menurut Hendar, pihaknya tidak begitu paham apa yang menyebabkan pasangan suami istri selalu berselisih paham, hingga memantik pertengkaran tiada henti. Bisa jadi berkurangnya pemberian uang belanja atau suami berselingkuh, sehingga bahtera rumah tangga tidak bisa dipertahankan lagi dan memilih berpisah.
“Pasangan suami istri yang bercerai sebagian besar berusia antara 30 – 40 tahun. Namun ada pula pasangan yang masih muda, di bawah 30 tahun juga mengajukan cerai. Untuk menghindari perceraian di usia muda, sebelum menuju ke pelaminan kami menyarankan hendaknya pasangannya mempersiapkan diri dengan matang, jangan hanya bermodalkan cinta, lalu cepat-cepat menikah,” ujar Hendar.
Dijelaskan, dalam setiap persidangan perceraian, majelis hakim melakukan mediasi antara penggugat dan tergugat. Tetapi bila salah satu tidak hadir di persidangan, apakah penggugat atau tergugat, maka mediasi tidak bisa dilakukan.
Hanya saja, sebelum memutuskan perkara maka majelis hakim memberikan nasihat kepada penggugat apakah bisa mencabut gugatannya dan rukun kembali dengan tergugat. Kalau cara ini tidak berhasil, maka sidang perceraian dilanjutkan untuk diputus. Dan rata-rata setiap persidangan, pihak tergugat tidak hadir.
Dikatakan, ketika perkara perceraian sudah diputus dan surat cerai sudah keluar, sebagian dari tergugat itu tidak mengambil dan membiarkan menumpuk di kantor PA. Karena pihak tergugat merasa tidak perlu surat cerai itu. Barulah ketika tergugat ingin menikah lagi atau surat cerai itu dibutuhkan, surat cerainya diambil.
“Kalau penggugat, bila perkaranya sudah diputus dan surat cerai keluar, langsung diambil. Karena penggugat memang butuh surat cerai. Dan sejak beberapa tahun ini, berkas surat cerai yang tidak diambil jumlahnya ribuan lembar menumpuk di sini,” kata Hendar.
Mausul Nasri, salah seorang penasihat hukum (PH) yang mendampingi seorang wanita untuk mengajukan gugat cerai mengatakan, kliennya menggugat karena ditinggal pergi suaminya selama empat tahun.
“Suaminya selama empat tahun pergi entah kemana. Tiada kabar dan tidak pernah memberi nafkah lahir dan batin kepada istrinya. Maka klien kami terpaksa menggugat cerai,” kata Nasrul. ****