Brigadir J Ditembak di Rumah Jenderal
BIODATA Prof Elwi Danil, Ahli Hukum Pidana yang Jadi Saksi Meringankan Ferdy Sambo, Ini Jejaknya
Prof Elwi Danil, pakar hukum pidana yang akan menjadi saksi ahli untuk terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi di sidang pembunuhan Brigadir J.
SURYA.CO.ID - Inilah profil dan biodata Prof Elwi Danil, pakar hukum pidana yang akan menjadi saksi ahli untuk terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi dalam perkara pembunuhan Brigadir J di PN Jakarta Selatan, Selasa (27/12/2022).
Prof Elwi Danil akan menjadi saksi a de charge atau saksi yang menguntungkan untuk Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.
Dan Prof Elwi Danil menjadi ahli hukum pidana kedua yang dihadirkan kubu Ferdy Sambo setelah pada persidangan sebelumnya juga dihadirkan Dr Mahrus Ali dari Universitas Islam Indonesia (UII).
Apa maksud kubu Ferdy Sambo menghadirkan saksi yang meringankan dari ahli hukum pidana?
Kuasa Hukum Putri Candrawathi, Febri Diansyah mengklaim, ahli yang dihadirkan bakal menyampaikan pendapatnya secara objektif sesuai keilmuan yang dimiliki.
Baca juga: BIODATA Liza Marielly Djaprie, Psikolog di Balik Keberanian Bharada E Hadapi Ferdy Sambo, Ini Doanya
"Sebagaimana komitmen yang disampaikan, ahli akan menjelaskan secara objektif sesuai keilmuan bidang hukum pidana untuk mendukung pembuktian dan pencarian kebenaran dalam perkara ini." ujar Febri kepada Kompas.com, Selasa pagi.
Lalu, siapa sebenarnya Prof Elwi Danil?
Prof Elwi Danil lahir di Jorong Ombilin, Nagari Simawang, Rambatan, Tanah Datar, Sumatra Barat pada 25 Juni 1960.
Dia pernah menjabat sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, Sumatra Barat, periode 2006-2010.
Ia menikah dengan seorang wanita bernama Yulita Akmal dan telah dikaruniai tiga orang anak, yaitu Vella Paraditha, Alvin Danil Putra dan Irvan Danil Putra.
Elwi Danil menamatkan pendidikan dasarnya di Sekolah Dasar Negeri I Simawang, Tanah Datar pada tahun 1971.
Selanjutnya ia meneruskan ke pendidikan menengah di kota Pekanbaru, Riau, yaitu di SMPN I dan SMAN I Pekanbaru yang masing-masing diselesaikannya pada tahun 1974 dan 1977.
Setelah tamat SMA di Pekanbaru ia kembali menempuh pendidikan di Sumatra Barat dengan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand) Padang yang berhasil diselesaikannya pada tahun 1985.
Sedangkan gelar Magister Hukum dan Doktor Ilmu Hukum berhasil ia dapatkan dari Universitas Indonesia (UI), Jakarta pada tahun 1991 dan 2001.
Elwi Danil merupakan seorang ahli hukum pidana yang sering juga dimintai pendapatnya tentang masalah atau kasus-kasus hukum yang sedang terjadi di tanah air.
Mata kuliah yang diampu:
- Pengantar Hukum Indonesia
- Hukum Pidana
- Hukum Penitensier
- Hukum Pidana Korupsi
- Hukum Pidana Internasional
- Perbandingan Hukum Pidana
- Metode Penelitian Hukum
- Filsafat Hukum
- Hukum dan Sistem Peradilan Pidana (S2)
- Teori Hukum (S2)
- Kapita Selekta Hukum Pidana (S2)
- Bantuan Hukum dan Penyantunan Terpidana (S2)
- Hukum Pidana Adat (S2)
- Penemuan Hukum (S2)
Kesaksian Kriminolog Sebelumnya

Ahli kriminologi Prof Dr Muhammad Mustofa memastikan pembunuhan Brigadir J atau Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat telah direncanakan.
Hal itu diungkapkan Muhammad Mustofa saat menjadi ahli di sidang pembunuhan Brigadir J atas terdakwa Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada E, Bripka Ricky Rizal dan Kuat Maruf di PN Jakarta Selatan, Senin (19/12/2022).
Awalnya, Muhammad Mustofa memaparkan tentang perbedaan antara pembunuhan berencana dengan pembunuhan tidak berencana.
"Pembunuhan tidak berencana biasanya reaksi seketika ketika orang lain melakukan tindakan yang menimbulkan amarah serta menggunakan alat-alat yang bisa ditemukan di tempat itu. Kalau untuk pembunuhan berencana, ada cukup waktu antara tindakan," katanya.
Menurut Mustofa, latar belakang pembunuhan berencana ini bermacam-macam, seperti dendam hingga menutupi aib.
Bahkan motivasi positif pun bisa menjadi alasan seseorang untuk melakukan pembunuhan berencana.
"Misalnya punya anak yang sakit-sakitan tapi gak sembuh-sembuh. Untuk mengurangi penderitaannya, lalu dilakukan pembunuhan berencana. Jadi, motivasi tidak selalu berkonotasi negatif," kata peraih predikat doktor dari Universitas Indonesia.
Dilanjutkan Mustofa, pembunuhan berencana biasanya dari awal sudah diperhitungkan apa yang harus dilakukan untuk menghilangkan jejak.
"Apabila dari pembunuhan itu ada pengkondisian, misalnya menghapus CCTV, menghilangkan barang bukti, mengubah BAP?," tanya jaksa.
Mustofa memastikan itu adalah bagian perencanaan, termasuk cara mempengaruhi proses agar tidak diidentifikasi sebagai peristiwa pembunuhan. "Para pelaku kejahatan cari posisi yang lebih unggiul baik terhadap korban maupun proses," katanya,
Jaksa juga mempertanyakan tentang tudingan pemerkosaan yang diduga dilakukan oleh korban Brigadir J yang notabene ajudan pelaku Ferdy Sambo.
Mustofa menjelaskan penelitian tentang perkosaan pada umumnya pelaku menganggap korbannya nudah diajak melakukan hubungan seksual dan dia akan menerimanya, selain juga pengaruh alkohol.
"Pelaku pemerkosaan mencari korban seperti mencari pacar, sesuai tipe ideal. Amat sangat pribadi," katanya.
Apakah mungkin pelaku yang seorang ajudan memperkosa istri jenderal di rumah sang wanita?
Menurut Mustofa, kalau secara fisik pelaku tidak memperhitungkan, tapi kemungkinan resiko akan dipertimbangkan.
Jaksa juga mempertanyakan tentang sikap Ferdy Sambo yang masih sempat melakukan kegiatan lain seperti bermain badminton ketika mendapat laporan istrinya diperkosa.
Mustofa menjelaskan, dalam pembunuhan tidak berencana biasanya pembunuhan merupakan reaksi seketika. Seperti ketika menyaksikan istri diperkosa, langsung melakukan penembakan dan tidak ada jeda waktu untuk berpikir.
"Berarti itu sudah pasti berencana?," tanya jaksa.
"Pasti berencana," tega Mustofa.
"Saya melihat di sana memang terjadi perencanaan. Richard bersedia karena di posisi hubungan kerja dia paling bawah. Sementara yang memerintahkan amat sangat tinggi. Di antara ajudan dia paling junior. sehingga melakukan penolakan jadi lebih kecil, apalagi masih baru menjadi anggota polisi. Bisa jadi takut kehilangan pekerjaan," katanya.
Diterangkan Mustofa, di dalam perencanan pasti ada aktor intelektual, paling berperan dalam mengatur.
Dia akan melakukan pembagian kerja, membuat skenario, apa yang harus dilakukan oleh siapa. Mulai eksekusi hingga tindak lanjut agar tidak teridentifikasi sebagai pembunuhan berencana.
Lalu, bagaimana peran Putri Candrawathi?
Mustofa menganggap peran Putri tarafnya sama dengan Ferdy Sambo karena sebagai majikan.
Sementara untuk terdakwa lain seperti Bharada E dan Bripka Ricky Rizal hanya diikutsertakan dalam keadaan dia bawah dan kemungkinan menolak lebih kecil.
Sedangkan Kuat diidentifikasi memiliki hubungan emosional seperti saudara yang terbangun sehingga mendorong untuk ikut melakukan.
Apakah 3 terdakwa ini bisa dikategorikan melakukan kegiatakan bersama-sama dengan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi?
Menurut Mustofa tidak bisa dikategorikan demikian secara sosiologis.
"Harus ada yang mengkoordiansi, memimpin dan harus bertanggungjaab. Sehingga yang lain-lain ikut serta," katanya.
Lalu, apakah elecehan seksual bisa jadi motif?
Menurut Mustofa bisa saja sepanjang dicukupi dengan bukti-bukti.
"Satu alat bukti tidak cukup, harus visum yang diperoleh. Kalau tidak ada alat bukti, tidak bisa menjadi motif," tegasnya. )(tribunnews/kompas.com/unand.ac.id/wikipedia)
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Guru Besar Hukum Pidana Universitas Andalas jadi Ahli Meringankan di Sidang Ferdy Sambo-Putri Candrawathi"
Ikuti Berita Lainnya di News Google SURYA.co.id