Brigadir J Ditembak di Rumah Jenderal

TANGISAN 3 Anak Buah Ferdy Sambo di Sidang Pembunuhan Brigadir J, Ada Istri Jenderal Sampai Syok

Tangis para anak buah Ferdy Sambo mewarnai persidangan kasus pembunuhan Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Selasa (6/12/2022). 

Editor: Musahadah
kolase kompas TV
Tangisan anak buah Ferdy Sambo mewarnai sidang pembunuhan Brigadir J. Ada yang sebut jenderal kok bohong hingga istri syok. 

SURYA.CO.ID - Tangis para anak buah Ferdy Sambo mewarnai persidangan kasus pembunuhan Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Selasa (6/12/2022). 

Para anak buah Ferdy Sambo ini dihadirkan untuk bersaksi atas terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.

Tak cuma menangis, anak buah Ferdy Sambo ini meluapkan kekesalannya dan mengungkap penderitaan keluarganya setelah mereka ramai-ramai di demosi, bahkan ada yang sampai disanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PRDH). 

Bahkan mantan Karo Provos Div Propam Polri Benny Ali menyatakan penyesalannya karena menjadi korban prank Ferdy Sambo.

"Ya kita ketahui yang kita ketahui. Kita terbawa-bawa, karena beritanya ternyata dari yang saya dapatkan selama ini, ternyata di prank," kata Benny dalam persidangan, Selasa (6/12/2022).

Baca juga: SEPAK TERJANG Kombes Susanto yang Marah Besar Ke Ferdy Sambo: 30 Tahun Berkarier, Kini Hancur

Tak hanya merasa menyesal, dirinya juga mengaku kalau selama ini sang istri merasa syok atas kasus ini.

"Ya kalau saya mungkin enggak. Tetapi sampai saat ini, istri saya itu syok, mau sidang ini syok," ucap Benny.

Benny mengaku, mendapat prank atau merasa tertipu dalam kasus ini selama satu bulan sejak penembakan.

Dirinya baru mengetahui kalau kasus yang sebenarnya terjadi yakni pada 8 Agustus 2022 sementara Yoshua tewas sejak 8 Juli 2022.

"Itu yang saya terima itu ya ini, terjadi seperti itu. Yang kita dapatkan seperti itu. Ternyata beda," ucap dia.

"Itu saya tahunya tanggal 5 Agustus mulai ribut di medsos. Tanggal 8 kalau enggak salah ada pernyataan resmi bahwa ini semuanya rekayasa," katanya.

Berikut tangisan anak buah Ferdy Sambo di sidang pembunuhan Brigadir J;

1. Kombes Susanto Sebut 'Jenderal Kok Bohong' 

Mantan Kabag Gakkum Polri Kombes Susanto Haris juga menyampaikan kekecewaannya karena ikut terseret kasus tewasnya Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua.

Kekecewaan itu disampaikan Susanto dalam persidangan, Selasa (6/12/2022) tepat di depan Ferdy Sambo. Susanto dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) sebagai saksi.

Kekecewaan itu disampaikan Susanto dengan nada terisak, dia mengaku merasa kesal dengan Ferdy Sambo yang merupakan Jenderal Polisi.

"Kecewa, kesal, marah. Jenderal kok bohong, susah jadi jenderal. Keluarga kami, kami paranoid (cemas) nonton TV, media sosial," kata Susanto dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Tak hanya itu, akibat terseret kasus ini, karirnya di kepolisian juga akan hancur.

Padahal Susanto mengaku sudah mengabdi di Korps Bhayangkara selama 30 tahun lamanya.

"Jenderal kok tega menghancurkan kami, 30 tahun saya mengabdi hancur di titik nadri terendah pengabdian saya," tutur dia.

Sebagai informasi, akibat terseret kasus ini Susanto dimutasi ke Yanma Mabes Polri dan didemosi selama 3 tahun dan ditempatkan khusus selama 29 hari.

"Belum yang lain-lain yang mulia, anggota-anggota hebat Polda Metro, Jakarta Selatan, bayangkan, kami Kabag Gakkum yang biasa memeriksa polisi yang nakal, kami diperiksa! Bayangkan bagaimana keluarga kami!," kata Susanto sambil terisak.

2. AKBP Arif Rahman Menangis Akui di-PTDH

AKBP Arif Rahman membeber pakaian Brigadir J yang dilihatnya di ruang otopsi.
AKBP Arif Rahman membeber pakaian Brigadir J yang dilihatnya di ruang otopsi. (kolase kompas TV/istimewa)

Tak hanya Kombes Susanto yang menangis, mantan Wakaden Paminal AKBP Arif Rahman juga berkaca-kaca saat bersaksi di sidang. 

Hal itu terjadi saat ketua majelis hakim Wahyu Iman Santoso menanyakan apakah AKBP Arif Rahman ikut disidang kode etik dalam kasus ini. 

Arif mengakui dan menyebut dia telah diputus Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH).

Lalu, hakim menanyakan perasaan mantan Kapolres Jember, Jawa Timur tersebut. "Saat ini dijadikan terdakwa, bagaimana perasaan saudara?" tanya hakim di persidangan, Selasa (6/12/2022).

"Sedih Yang Mulia, saya hanya bekerja," ujar Arif sambil menangis.

"Apa jabatan saudara sebelumnya?" tanya hakim lagi.

"Wakaden Paminal," kata Arif.

"Saudara dibohongi seperti ini, saudara sudah di PTDH, kemudian saudara menjalani pidananya," kata hakim.

Arif hanya terdiam, dan terlihat matanya berkaca-kaca. 

Awalnya, Arif mengatakan, dia merusak laptop lantaran diperintah Ferdy Sambo sebagai atasannya.

Sambo juga menghubunginya tentang perintahnya itu untuk memusnahkan laptop apakah sudah dilakukan ataukah belum, dia pun menjawab sudah melaksanakannya meski sejatinya perintah itu belum dilakukan lantaran laptop yang berisi rekaman CCTV itu dibawa Baiquni Wibowo.

"Akhirnya, ketika Baiquni sudah menyerahkan laptop kepada saya dan sudah disampaikan sudah terbekup, sudah terformat bang, ok. Kemudian saya rusak laptop tersebut, saya sempat ragu, makanya saya masih simpan (salinannya), baru saya musnahkan Yang Mulia," tutur Arif.

Arif menerangkan, dia sempat ragu untuk memusnahkan bukti rekaman CCTV yang ada di laptop lantaran penjelasan Kapolres Jaksel kala itu dan Ferdy Sambo tentang peristiwa kematian Brigadir J berbeda dengan isi rekaman CCTV.

Dalam rekaman CCTV, Brigadir J masih hidup saat Ferdy Sambo tiba di rumah Duren Tiga, padahal penjelasan Sambo dan Kapolres Jaksel menyebutkan, aksi tembak-menembak hingga membuat Brigadir J tewas sudah terjadi sejak sebelum Sambo tiba di rumah Duren Tiga.

"Saya mendengar hal berbeda disampaikan oleh Kapolres (saat konfrensi pers di televisi), yang disampaikan oleh pak FS, berbeda dengan apa yang ada di CCTV," kata Arif.

 Arif mengakui memusnahkan bukti itu hanya mengikuti perintah Sambo saja selaku atasanny.

3. Peraih Adhi Makayasa Mengaku Sedih

AKBP Arif Rahman, Kompol Baiquni Wibowo dan AKP Irfan Widyanto, para terdakwa obstruction of justice saat disidang, Rabu (19/10/2022). Eks anak buah Ferdy Sambo ini terjerat pidana.
AKBP Arif Rahman, Kompol Baiquni Wibowo dan AKP Irfan Widyanto, para terdakwa obstruction of justice saat disidang, Rabu (19/10/2022). Eks anak buah Ferdy Sambo ini terjerat pidana. (kolase tribunnews)

Mantan Kasubnit I Subdit III Bareskrim Polri Irfan Widyanto mengaku sedih karena harus turut terjerat dan bahkan ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus tewasnya Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J.

Kesedihan itu diungkapkan Irfan saat dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) sebagai saksi dalam persidangan untuk terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawahti di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (6/12/2022).

Mulanya, Majelis Hakim menanyakan kepada Irfan mengenai perintah dari atasan Irfan yakni mantan Kaden A Ropaminal Divisi Propam Polri Agus Nurpatria untuk mengganti DVR CCTV Komplek Polri yang merupakan rumah dinas Ferdy Sambo.

"Hanya itu (mengganti DVR) saja yang Saudara lakukan? Saudara ikut dipatsus (penempatan khusus)?" tanya hakim Wahyu Iman Santosa kepada Irfan dalam persidangan.

"Ketika saya masuk ke dalam saya langsung masuk menemui Pak Agus di depan sambil merangkul ditunjukkan di depan CCTV di gapura," kata Irfan.

"Singkat cerita Saudara mengganti DVR gitu?" tanya lagi hakim Wahyu.

"Siap, Yang Mulia," jawab Irfan.

Setelah itu, Irfan mengaku heran kenapa kasus terlibat bahkan ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus ini.

Padahal menurutnya, apa yang dirinya lakukan saat itu merupakan perintah dari atasan yang menugaskan.

"Saya menjalankan perintah namun ternyata ada perintah tersebut disalahartikan," ucap Irfan dalam persidangan.

"Maksudnya disalahartikan?" tanya lagi hakim.

"Menurut saya, itu perintah yang wajar dan normal namun kenapa saya yang dipidanakan," jawab Irfan heran.

Atas hal itu, majelis hakim lantas menanyakan perasaan Irfan Widyanto setelah akhirnya ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus tewasnya Yoshua.

Kepada majelis hakim, Irfan mengaku sedih karena tak bisa melanjutkan karir di kepolisian.

"Bagaimana perasaan Saudara?" tanya hakim Wahyu.

"Siap, sedih," jawab Irfan.

"Apa yang membuat sedih?" tanya hakim lagi.

"Karena karir saya masih panjang," jawab Irfan dengan suara tercekat sambil membetulkankaca matanya.

Sebelum terlibat kasus ini, Irfan merupakan perwira pertama (pama) yang berprestasi. Prestasi itu bahkan telah ditorehkannya sejak Irfan menempuh pendidikan di Akademi Kepolisian.

Saat lulus pada 2010, Irfan menjadi salah satu penerima Adhi Makayasa.

Adhi Makayasa adalah penghargaan tahunan yang diberikan kepada lulusan terbaik dari setiap matra TNI dan Kepolisian, yaitu Matra Darat (Akademi Militer Magelang), Matra Laut (Akademi Angkatan Laut Surabaya), Matra Udara (Akademi Angkatan Udara Yogyakarta), dan Matra Kepolisian (Akademi Kepolisian Semarang).

Penghargaan Adhi Mayakasa diberikan kepada mereka yang mampu menunjukkan prestasi terbaik di tiga aspek: akademis, jasmani, dan kepribadian (mental) secara seimbang.

Saat itu, penghargaan tersebut diberikan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Lapangan Bhayangkara Akademi Polisi (Akpol), Candi, Semarang, Jawa Tengah.

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Satu Per Satu, Eks Anak Buah Ferdy Sambo Murka Dijadikan Korban dan Dibohongi

Update berita lainnya di Google News SURYA.co.id

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved