Dulu Ditolak, Semerbak Harum ‘Mutiara’ Pantai Selatan Kini Angkat Derajat Nasib Nelayan Jawa Timur
Sebelumnya ditolak keras, semerbak harum ikan tuna yang jadi ‘mutiara’ Pantai Selatan Jawa kini berhasl mengangkat derajat nasib nelayan Jawa Timur
Penulis: Mujib Anwar | Editor: Adrianus Adhi
SURYA.co.id, MALANG - Ratusan kapal nelayan terlihat tengah bersandar di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Pondokdadap di Dusun Sendangbiru, Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Selasa (22/11/2022) pagi sekitar pukul 10.00 WIB.
Aktivitas bongkar muat ikan di pelabuhan yang berada di wilayah Pantai Selatan Jawa yang lautnya sangat kaya sumber daya berbagai ikan tersebut telah selesai.
Para nelayan yang berlayar, baik yang menggunakan kapal jukung, slerek, maupun sekoci sudah mengangkat semua hasil tangkapan ikan tuna, tongkol, cakalan dan layur ke daratan sebelum pukul 09.00 WIB.
Sejumlah nelayan, pemilik kapal dan ABK yang telah bersandar tampak sedang berada di atas kapal tampak tengah sibuk memberbaiki peralatan kapal yang rusak, atau sedang menyiapkan berbagai kebutuhan lain untuk bekal kembali berlayar.
Iwan misalnya. Nahkoda Kapal Bitung Raya dari Manado ini sedang sibuk mengutak-atik bagian mesin kapal yang rusak, dibantu seorang ABK anak buahnya.
Hal senada juga dilakukan Takdir, nahkoda Kapal Teluk Bone 05, yang sehari sebelumnya sandar ke pelabuhan setelah 15 hari melaut.
Selain memperbaiki kapal, sejumlah nelayan seperti H Slamet juga terlihat memperbaiki jaring penangkap ikan.
Aktivitas tersebut dilakukan nahkoda, ABK dan nelayan ketika tidak melaut. Terlebih saat ini tengah berlangsung ‘musim baratan’.
‘Musim baratan’ demikian biasanya nelayan menyebut, adalah monsun baratan, di mana angin rata-rata bertiup dari arah barat hingga barat laut. Setiap tahun, angin monsun barat ini bertiup mulai bulan Oktober hingga April.
Datangnya ‘musim baratan’ ini juga menjadi salah satu indikator musim hujan di Indonesia. Di waktu tertentu bahkan menyebabkan terjadinya gelombang tinggi dan cuaca buruk di perairan, sehingga nelayan, khususnya nelayan kecil tidak berani melaut. Sementara nelayan dengan kapal sedang dan besar biasanya tetap berlayar.
Data di Dinas Perikanan Kabupaten Malang menyebutkan, jumlah total nelayan ada 4.000 orang, dengan rincian 63 persen menangkap ikan tongkol, cakalan, layur dan jenis lain, sementara 37 persen menangkap ikan tuna.
Dari 4.000 nelayan di Kabupaten Malang, sekitar 3.500 berada di Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, sementara 500 sisanya tersebar di pantai lain. Khusus 3.500 nelayan di Desa Tambakrejo, 75 persennya ada di Sendangbiru.
Salah satu nelayan Sendangbiru yang tetap mengais rejeki dengan melaut di ‘musim baratan’ adalah Takdir. Pemilik Kapal Teluk Bone 05 ini mengaku, dirinya tetap melaut bersama empat ABK untuk menangkap ikan tuna, karena menjadi nelayan merupakan sumber ekonomi satu-satunya untuk menghidupi keluarganya. Ikan tuna menjadi target utama tangkapan, karena ikan ini sudah dianggap sebagai salah satu ‘mutiara’ laut pantai selatan yang bisa mengangkat derajat nasib nelayan, dengan harganya yang lebih tinggi dibandingkan jenis ikan lain.
“Makanya, meskipun hasil tangkapan turun saat musim baratan, saya tetap melaut mencari tuna,” ujarnya, kepada SURYA.co.id, Selasa (22/11/2022).
Menurut Takdir, dalam kondisi normal, sekali berlayar dengan waktu 10 hari dirinya rata-rata berhasil menangkap 5 ton ikan tuna. Tapi saat munson barat, hasil tangkapan hanya 2 ton saja. Padahal waktu berlayarnya lebih lama, hingga 15 hari.
Walapun hasil tangkapan lagi sepi, pria 35 tahun ini menyatakan tetap melaut memancing ikan tuna. Sehingga, setelah dua hari bersandar, dirinya dan empat ABK akan berangkat berlayar kembali.
“Kami bangga jadi nelayan dan pelaut, seperti nenek moyang kami dulu yang menjadi penguasa lautan,” tegas bapak empat anak asal Desa Biroro, Kecamatan Sinjai Timur, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan ini.

Ajari Nelayan Menangkap Tuna
Kebanggaan Takdir menjadi nelayan dan pelaut seperti nenek moyangnya dari Bugis tersebut bukan isapan jempol.
Pada tahun 2005 atau 17 tahun lalu, dia merupakan satu dari beberapa nelayan asal Sinjai yang bersandar di Pantai Sendangbiru yang sekarang bernama Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Pondokdadap. Usianya waktu itu baru 18 tahun.
“Waktu itu, saya ikut berlayar dengan Sekoci dari Sinjai untuk menangkap ikan tuna dengan pancing Tonda (handline) khas Sulawesi,” katanya.
Sebelum bersandar di wilayah Malang Selatan, Jawa Timur, Takdir selama dua tahun singgah di dua tempat berbeda. Setahun singgah di Lombok Timur Nusa Tenggara Barat, lalu setahun kemudian pindah ke Bali.
“Setelah itu, di Sendangbiru ini sampai sekarang,” tegasnya.
Mulai dua tahun lalu, Takdir dan istrinya yang berasal dari Kalimantan resmi pindah KTP menjadi warga Dusun Sendangbiru, Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang ini.
Selama belasan tahun menjadi nelayan dengan spesialis menangkap ikan tuna, pria murah senyum ini mengaku telah menularkan ilmunya kepada puluhan nelayan. Selain nelayan lokal di Kabupaten Malang, mereka yang diajari Takdir menangkap ikan tuna dengan jaring Tonda juga berasal dari berbagai wilayah di Jawa Timur, seperti Pasuruan, Jember, Madura, Blitar, hingga Mojokerto. Tak hanya itu, ada juga sejumlah nelayan dari Kalimantan dan Sulawesi.
“Yang saya ajari tersebut adalah para ABK (anak buah kapal) yang ikut saya. Tapi ada juga yang non ABK,” tandasnya.
Peran penting Takdir mengajari puluhan nelayan di Pantai Sendangbiru ini diakui oleh Eko. Nelayan asal Desa Tambakrejo ini mengaku bersyukur pernah ikut melaut bersama bapak empat anak tersebut.
“Sekarang saya menjadi sangat mahir menangkap ikan tuna. Ternyata menangkap tuna itu mudah,” beber Eko.
Hal senada disampaikan Rudi dan David. Nelayan asal Pasuruan dan Mojokerto ini berujar, “Saya jadi sangat lihai menangkap ikan tuna ya karena diajari oleh Pak Takdir,” tegas David, diamini Rudi.
Praktisi Perikanan Tangkap, Hadi Poernomo membenarkan apa yang disampaikan Takdir dan sejumlah nelayan lain di Pantai Sendangbiru.
Menurutnya, para nelayan Sinjai yang punya keahlian khusus memancing tuna menggunakan pancing Tonda masuk Sendangbiru tahun 1996. Waktu itu, saat mereka datang, nelayan lokal langsung memprotes keberadaan mereka, meski sebenarnya niat nelayan Sinjai bagus.
“Karena diprotes, nalayan Sinjai sampai harus diungsikan ke Prigi, Trenggalek,” katanya.
Namun, lambat laun, kesadaran nelayan lokal tumbuh. Mereka akhirnya mau menerima kedatangan nelayan Sinjai dan menyambutnya dengan hangat.
“Terlebih dengan sikap rela berkorban yang ditunjukkan oleh nelayan Sinjai dan juga mau mengajarkan cara menangkap ikan khas mereka,” ucapnya.
Sehingga, pada tahun 2000-an mulai berdatangan para nelayan Sinjai ke Pondokdadap. “Ternyata benar, keberadaan mereka sekarang menjadikan para nelayan bisa lebih sejahtera dengan berkah menangkap ikan tuna,” tegasnya.
Selain nilai jualnya yang tinggi, sumber daya ikan tuna yang menjadi salah satu ‘mutiara’ di lautan ini juga banyak tersedia di Laut Selatan.
“Makanya, saya sangat hormat dengan mereka (nelayan Sinjai),” imbuh Hadi Poernomo.
Kemampuan luar biasa dari nelayan Sinjai dalam menangkap ikan tuna juga diamini oleh Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Malang, Victor Sembiring. Demikian juga dengan kesediaan mereka mengajari nelayan lokal menangkap tuna.
“SDM mereka (nelayan Sinjai) memang bagus dan mereka sudah sangat terbiasa menangkap ikan tuna di wilayah asalnya, Indonesia Timur. Para nelayan kita harus berterimakasih dengan apa telah mereka ajarkan,” katanya.
Di Pondokdadap, para nelayan Sinjai ada yang sudah menetap dan ada juga menjadi nelayan andon, yakni singgah selama 2-3 bulan saat musim ikan.
“Jumlahnya bisa mencapai 200 sampai 300 kapal dan ABK-nya. Paling besar dari Sinjai,” terang Victor.
Kasi Tata Kelola UPT Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Pondokdadap, Arfan Safarul menambahkan, selain mengajarkan teknik menangkap ikan tuna sebagai salah satu komoditas tinggi di laut, nelayan Sinjai juga mengajarkan cara agar ikan yang ditangkap tetap segar dan tidak stres.
“Inilah yang membuat kemampuan teknis nelayan lokal meningkat, sekaligus meningkatkan nilai ekonomi nelayan Sendangbiru,” imbuhnya.

Mahal Harganya
Harga yang lebih tinggi menjadikan para nelayan lokal mulai beralih menangkap ikan tuna, dibandingkan ikan jenis lain, seperti tongkol dan cakalan. Terlebih tahun ini, harga tuna naik dibandingkan tahun sebelumnya.
Takdir menyebut, tahun 2022 ini, harga ikan tuna besar mencapai Rp 65 ribu per kilogram. Harga tersebut naik hingga Rp 15 ribu dibandingkan tahun sebelumnya yang cuma Rp 50 ribu.
Sekali melaut selama 10 hari bisanya dapat menangkap 5 ton tuna dengan berbagai ukuran. Setelah dijual, uang yang didapat sekitar Rp 30 juta. Dalam sebulan, nelayan spesialis ikan tuna biasanya dua kali berlayar.
Setelah dikurangi berbagai macam kebutuhan, setiap ABK rata-rata membawa pulang uang hingga Rp 2 juta.
“Makanya, dengan menangkap ikan tuna menjadikan kami, para nelayan makin sejahtera,” tegas pria yang tinggal di Blok D Perumnas Sendangbiru ini, seraya mengaku, bahwa semua kebutuhan hidup untuk istri dan empat anaknya sudah bisa tercukupi.
Hal senada disampaikan tiga nelayan lainnya, Eko, David dan Rudi. Mereka mengaku dapat berkah dari menangkap tuna.
Dengan penghasilan di dapat sekarang, ketiganya dapat mencukupi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari dan menyekolahkan anaknya.
“Makanya kami berharap tangkapan terus melimpah, agar berkah lewat ikan tuna menyertai,” ucap Eko.
Selain nelayan, pedagang ikan di kios dan lapak serta pemilik gudang yang ada di area PPP Pondokdadap juga mendapatkan berkah dari banyaknya tangkapan ikan tuna oleh nelayan.
Hj Sofiatun, seorang pedagang ikan tuna mengatakan, setiap hari dirinya mampu menjual 2 kwintal ikan tuna di kiosnya. Harganya, untuk baby tuna dijual Rp 30 ribu per kilogram, sedangkan big tuna harganya mencapai Rp 60 ribu per kilogram.
Selain tuna, ikan cakalan dan tongkol juga dijual di lapak milik ibu satu anak ini.
“Alhamdulillah, dari hasil jualan ikan, khususnya tuna setiap hari saya dapat keuntungan antara Rp 300 ribu sampai Rp 400 ribu,” ucapnya, disela-sela melayani pembeli.
Makin besarnya tangkapan ikan tuna di Pondokdadap juga diamini Rifai, pemilik Gudang BAJ. Di gudang inilah setiap harinya puluhan ton ikan yang selesai dilelang ditampung.
Dijelaskan Rifai, dari puluhan ton ikan berbagai jenis, mulai tuna, cakalan, albakor, hingga layur yang ditampung di gudang miliknya, lebih dari separuh adalah tuna.
Ikan tuna dengan komoditas tinggi tersebut dikirim ke sejumlah tempat, yakni Muncar Banyuwangi, Bali dan Jakarta.
“Tiap hari saya kirim 10 sampai 20 ton ikan tuna,” terangnya, didampingi dua anak buahnya, Dwi Suliswanto dan Khoirul Anam.
Agar kualitas tuna yang ditangkap tetap terjaga, Takdir mengaku menggunakan cara tradisional yang sudah turun temurun. Yakni, membuang insang dan isi perutnya dan mengisinya dengan es.
Namun hal ini, kata Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Malang, Victor Sembiring dinilai kurang. Selain kualitas yang bagus, ikan tuna juga harus benar-benar dijaga kesegarannya.
Untuk itu, mulai tahun 2022 ini, Pemkab Malang memberikan bantuan 30 unit coolbox kepada nelayan pemilik kapal jukung. Satu coolbox bisa menampung 3-5 ekor ikan big tuna yang beratnya bisa mencapai 50 kilogram per ekornya.
Selain bagian dalam di beri es, bagian luar juga harus diberi es, sehingga kualitas benar-benar bagus dan terjaga kesegarannya.
“Dengan kualitas grade A ini, harga tuna pasti akan lebih mahal. Jika misalnya nelayan bisa menangkap big tuna tiga ekor saja, dengan berat mencapai 50 kilogram per ekor dikalikan harga saat ini yang mencapai Rp 60 ribu per kilo, sudah berapa uang yang di dapat?, bisa tembus Rp 9 juta,” ungkap Victor.
“Nilai tambah keekonomian inilah yang akan menjadikan nelayan semakin sejahtera,” imbuhnya.

PAD Meningkat
Kepala UPT Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Pondokdadap Kabupaten Malang, Mufid Supriyanto menjelaskan, UPT Pondokdadap milik Pemprov Jatim yang berada di Dusun Sendangbiru, Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang merupakan satu-satunya unit pelaksana teknis di Jawa Timur yang melaksanakan lelang di Tempat Pelelangan Ikan (TPI).
Produk ikan yang dilelang adalah tuna, tongkol dan cakalan (TTC) hasil tangkapan nelayan yang menggunakan 649 kapal lokal, ditambah 159 kapal andong dari nelayan Sinjai di musim tertentu.
“Yang banyak (dilelang) adalah tuna,” tegasnya.
Tuna menjadi idola, karena nilai ekonomisnya tinggi dan termasuk kualitas ekspor. Mufid menyebut, ikan tuna hasil tangkapan nelayan Sendangbiru diekspor ke sejumlah negara, seperti Eropa, Amerika dan Jepang.
Mufid lantas membeber data untuk menegaskan tingginya nilai keekonomisan ikan tuna.
Dari data potensi perikanan milik Pemprov Jatim, berdasarkan sentra industri perikanan khususnya tuna di selatan Jawa Timur diketahui, jika 2021, volume produksi ikan mencapai 11.250.430 kilogram, dengan nilai produksi Rp 180,9 miliar, pada 2022 ini volume produksi hingga November sebesar 10.559.772 kilogram, dengan nilai produksi mencapai Rp 226,8 miliar.
Ini berarti, volume produksi tahun 2022 turun 651.658 kilogram dibandingkan 2022. Meski demikian, nilai produksi di 2022 naik hingga Rp 45,9 miliar dibadingkan tahun sebelumnya.
Sementara berdasar volume produksi khusus tuna, jumlahnya naik terus. Jika 2019 mencapai 1.622.531 kilogram, pada 2020 naik menjadi 1.745.123 dan saat 2021 meningkat jadi 1.987.580.
Untuk nilai produksi khusus tuna naik turun. Tahun 2019 mencapai Rp 47 miliar, di 2020 turun jadi Rp 40,5 miliar dan pada 2021 naik menjadi Rp 57,4 miliar.
“Data tersebut menunjukkan ada perubahan mindset di nelayan untuk menghasilkan sebanyak-banyaknya nilai ekonomis. Ini berbeda dengan sebelumnya, dimana nelayan ingin produksi banyak, tapi tahun ini lebih mempertimbangkan nilai ekonomis dari produk ikan yang ditangkap,” tukasnya.
Hal itu, kata Mufid, sesuai dengan program Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), agar penangkapan ikan dilakukan secara terukur. Dalam artian, sumber daya laut dan ikan tidak dikuras secara besar-besaran, tapi tetap mensejahterakan dengan nilai tambah keekonomisan yang di dapat masyarakat.
"Ini penting agar kesejahteraan nelayan makin meningkat," tegasnya.
Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Malang, Victor Sembiring menambahkan, sejak 2021 penangkapan ikan tuna big size dan baby tuna memang lebih banyak dibandingkan tahun sebelumnya.
Hal ini terlihat dari capaian retribusi pelelangan ikan yang masuk ke pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Malang. Jika 2019 sebelum pandemi Covid-19 retribusi sebesar Rp 2,3 miliar, 2020 ketika pandemi turun menjadi Rp 1,6 miliar, dan pada 2021 naik tajam menjadi Rp 4 miliar.
“Tahun ini (2022), hingga per 21 November capaian retribusi pelelangan ikan sudah mencapai Rp 4,5 miliar,” rincinya.
Besarnya capaian retribusi tersebut, lanjut Victor, tak lepas dari cukup besarnya transaksi ikan tuna dan sebangsanya yang mencapai 37 persen.
Terlebih jumlah tangkapan juga terus naik. Jika 2020 ke bawah yang ketangkap di bawah 1.000 ton, tahun lalu 3.000 ton, pada tahun ini mencapai 3.500 ton.
Selain itu, dengan kualitas produksi yang terus meningkat, harga tuna juga naik. “Jika tahun lalu, harga Rp 30 ribu sampai Rp 35 ribu sudah cukup bagus. Sekarang harganya bisa tembus antara Rp 40 ribu hingga Rp 65 ribu,” imbuh Victor.

Peran Penting JLS
Nilai ekonomis yang didapat nelayan Sendangbiru, Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, akan semakin meningkat lagi dengan keberadaan Jalur Lintas Selatan (JLS). Terlebih, jika jalan sepanjang 1.546,78 kilometer yang menghubungkan provinsi di Pulau Jawa, mulai Banten, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur ini tersambung semua.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengatakan, proyek infrastruktur jalan JLS yang dibangun dan melintasi wilayah Jawa Timur panjangnya mencapai 684 kilometer. Jalan nasional tersebut melintasi delapan kabupaten, mulai Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Malang, Lumajang, Jember hingga Banyuwangi.
Dari 684 kilometer tersebut, sekitar 400 kilometer di antaranya proses pembangunannya sudah berjalan dan selesai. Saat ini, sedang berlangsung pembangunan sejumlah titik lain yang belum selesai.
Keberadaan JLS diharapkan memberikan multiplayer effect bagi peningkatan ekonomi masyarakat Jawa Timur. Dengan begitu, masyarakat bisa lebih sejahtera dan terentas dari kemiskinan.
Kepala UPT Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Pondokdadap Kabupaten Malang, Mufid Supriyanto menjelaskan, UPT Pondokdadap milik Pemprov Jatim membenarkan hal itu.
Menurutnya, keberadaan JLS memang sangat berdampak pada meningkatnya perekonomian warga di sepanjang Pantai Selatan Jawa, terutama dengan terbukanya akses ke tempat wisata dan sentra ekonomi lain, seperti tempat penghasil perikanan dan pertanian.
“Apalagi jika akses (jalan arteri) dari titik-titik perekonomian ke JLS juga ikut diperbaiki dan kondisinya makin mantap,” tegasnya.
Hal itu, kata Mufid, sangat penting. Dia lantas mencontohkan akses jalan dari PPP Pondokdadap di pantai ke JLS yang masih kurang bagus. Sehingga kendaraan besar seperti kontainer tidak bisa langsung masuk ke pelabuhan untuk mengangkut hasil tangkapan ikan nelayan ke berbagai wilayah di Indonesia dan di ekspor ke luar negeri.
“Padahal akses jalan yang kurang bagus ke JLS itu hanya 500 meter. Sementara, akses dari JLS ke kota (Malang) jaraknya dua jam,” bebernya.
Karena tak bisa dilewati kendaraan kontainer, yang bisa lewat maksimal hanya truk jenis engkel saja.
Untuk itu, pihaknya berharap, akses jalan dari JLS ke pelabuhan perikanan dapat segera ditingkatkan, agar masyarkat, khususnya nelayan yang ada di wilayah Malang selatan bisa semakin sejahtera dan terangkat derajat kehidupannya.
