Berita Surabaya
BPOM Umumkan Lima Obat Sirup yang Mengandung Cemaran Etilen Glikol dan Dietilen Glikol
BPOM RI mengumumkan lima obat sirup yang mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) yang melebihi ambang batas aman.
Penulis: Sulvi Sofiana | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID, SURABAYA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI melalui laman website dan media sosial mengumumkan lima obat sirup yang mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG).
Berdasarkan keterangan tertulis tersebut, lima obat sirup itu berdasarkan hasil sampling dan pengujian terhadap 39 bets dari 26 sirup obat sampai dengan 19 Oktober 2022, menunjukkan adanya kandungan cemaran EG yang melebihi ambang batas aman.
Lima produk obat sirup itu, pertama adalah Termorex Sirup (obat demam) produksi PT Konimex dengan nomor izin edar DBL7813003537A1, kemasan dus, botol plastik ukuran 60 mililiter.
Kedua, Flurin DMP Sirup (obat batuk dan flu), produksi PT Yarindo Farmatama dengan nomor izin edar DTL0332708637A1, kemasan dus, botol plastik ukuran 60 mililiter.
Baca juga: Temuan IDAI Jatim, Ada 13 Balita Meninggal Dunia Akibat Gagal Ginjal Misterius
Baca juga: Antisipasi Ginjal Akut Pada Anak, Cak Eri Terjunkan Petugas Kesehatan Sosialisasi di Surabaya
Baca juga: Dinkes Sidoarjo Peringatkan Semua Nakes Agar Tidak Memberikan Obat Sirup Kepada Pasien Anak
Ketiga, Unibebi Cough Sirup (obat batuk dan flu), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DTL7226303037A1, kemasan dus, botol plastik ukuran 60 mililiter.
Keempat, Unibebi Demam Sirup (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DBL8726301237A1, kemasan dus, botol ukuran 60 mililiter.
Dan terakhir Unibebi Demam Drops (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DBL1926303336A1, kemasan dus, botol ukuran 15 mililiter.
Kelima obat sirup tersebut, diperoleh dari sampling DEG berdasarkan kriteria pertama, diduga digunakan pasien gagal ginjal akut sebelum dan selama berada/masuk rumah sakit.
Kedua, diproduksi oleh produsen yang menggunakan empat bahan baku pelarut propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin/gliserol dengan jumlah volume yang besar.
Ketiga, diproduksi oleh produsen yang memiliki rekam jejak kepatuhan minimal dalam pemenuhan aspek mutu.
Keempat, diperoleh dari rantai pasok yang diduga berasal dari sumber yang berisiko terkait mutu.
Dalam pelaksanaan pengujian terhadap dugaan cemaran EG dan DEG dalam obat sirup, acuan yang digunakan adalah Farmakope Indonesia dan/atau acuan lain yang sesuai Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sebagai standar baku nasional untuk jaminan mutu semua obat yang beredar.
"Sirup obat yang diduga mengandung cemaran EG dan DEG kemungkinan berasal dari 4 (empat) bahan tambahan yaitu propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol dan gliserin/gliserol yang bukan merupakan bahan yang berbahaya atau dilarang digunakan dalam pembuatan sirup obat," tulis BPOM dalam keterangannya.
Sesuai Farmakope dan standar baku nasional yang diakui, ambang batas aman atau Tolerable Daily Intake (TDI) untuk cemaran EG dan DEG sebesar 0,5 mg/kg berat badan per hari.
"Namun demikian, hasil uji cemaran EG tersebut belum dapat mendukung kesimpulan bahwa penggunaan sirup obat tersebut memiliki keterkaitan dengan kejadian gagal ginjal akut,".
Karena selain penggunaan obat, masih ada beberapa faktor risiko penyebab kejadian gagal ginjal akut seperti infeksi virus, bakteri Leptospira dan multisystem inflammatory syndrome in children (MIS-C) atau sindrom peradangan multisistem pasca COVID-19.
BPOM Minta Penarikan Produk
Terhadap hasil uji lima obat sirup dengan kandungan EG yang melebihi ambang batas aman sebagaimana tercantum pada poin 5, BPOM telah melakukan tindak lanjut.
Yaitu dengan memerintahkan kepada industri farmasi pemilik izin edar untuk melakukan penarikan sirup obat dari peredaran di seluruh Indonesia, dan pemusnahan untuk seluruh bets produk.
Penarikan mencakup seluruh outlet antara lain Pedagang Besar Farmasi, Instalasi Farmasi Pemerintah, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik, Toko Obat, dan praktik mandiri tenaga kesehatan.
"BPOM telah memerintahkan kepada semua industri farmasi yang memiliki sirup obat yang berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG untuk melaporkan hasil pengujian mandiri sebagai bentuk tanggung jawab pelaku usaha," tulis BPOM.
Industri farmasi juga dapat melakukan upaya lain seperti mengganti formula obat dan/atau bahan baku jika diperlukan.
BPOM bersama Kementerian Kesehatan, pakar kefarmasian, pakar farmakologi klinis, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan pihak terkait lainnya masih terus menelusuri dan meneliti secara komprehensif berbagai kemungkinan faktor risiko penyebab terjadinya gagal ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI).
"BPOM mendorong tenaga kesehatan dan industri farmasi untuk terus aktif melaporkan efek samping obat atau kejadian tidak diinginkan pasca penggunaan obat kepada Pusat Farmakovigilans/MESO Nasional melalui aplikasi e-MESO Mobile,".
Imbauan BPOM
BPOM mengimbau masyarakat untuk waspada, menjadi konsumen cerdas dan membeli dan memperoleh obat hanya di sarana resmi, yaitu apotek, toko obat, puskesmas atau rumah sakit terdekat.
Kemudian membeli obat secara online dapat dilakukan hanya di apotek yang telah memiliki izin Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi (PSEF).
"BPOM secara berkesinambungan melaksanakan patroli siber (cyber patrol) pada platform situs, media sosial, dan e-commerce untuk menelusuri dan mencegah peredaran obat ilegal,"
Masyarakat juga diminta menerapkan Cek KLIK yaitu Cek Kemasan dalam kondisi baik, Cek Label , Izin Edar dan Kedaluwarsa sebelum membeli atau menggunakan obat.