Aktivis Mahasiswa Soroti Dugaan Korupsi Pembibitan Pisang Mas Kirana di Lumajang

Target penetapan tersangka kasus dugaan korupsi program pembibitan pisang mas kirana tahun 2020 molor dari jangka waktu dua minggu.

Penulis: Tony Hermawan | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID/Tony Hermawan
Kader PMII Lumajang menagih janji Kejaksaan Negeri Lumajang untuk serius tangani kasus dugaan korupsi pembibita pisang mas kirana, Selasa (9/8/2022). 

SURYA.CO.ID, LUMAJANG - Target penetapan tersangka kasus dugaan korupsi program pembibitan pisang mas kirana tahun 2020 molor dari jangka waktu dua minggu. Hingga kini, Kejaksaaan Negeri (Kejari) Lumajang belum mengumumkan nama-nama tersangkanya. 

Kasus tersebut, kini disoroti aktivis mahasiswa. Salah satunya pergerakan mahasiswa PMII Lumajang

PMII Lumajang menagih keseriusan Kejari Lumajang menangani kasus yang merugikan negara senilai Rp 800 juta itu.

Kader PMII Lumajang, Fahmi Idris mengatakan, rencana penetapan tersangka kasus korupsi yang dijanjikan dua minggu itu tak terpenuhi. Hampir melewati minggu ketiga, pihak kejaksaan belum segera mengumumkan siapa tersangka kasus yang menggunakan anggaran dari sumber APBN itu.

"Seharusnya sesuai dengan komitmen, kejaksaan mengumumkannya tanggal 4 Agustus. Tetapi, sampai sekarang belum ada. Kejaksaan terkesan memberi harapan palsu. Terkesan membohongi publik. Kami ingin menemui kajari untuk tanya kendalanya," katanya.

Sementara itu, Kasi Pidsus Kejaksaaan Negeri Lumajang, Lilik Dwi Prasetyo menjelaskan, kendala penetapan itu belum segera diumumkan karena masih menunggu pemeriksaan terhadap saksi ahli dari Kementerian Pertanian.

"Untuk penetapan tersangka paling tidak kami harus memenuhi sesuai apa yang diatur dalam KUHAP. Untuk pemeriksaan ahli belum kami lakukan, menunggu, karena masih menunggu waktu," pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, dalam dugaan kasus korupsi pengadaan bibit pisang mas kirana, diduga ada oknum dinas yang melakukan korupsi. 

Tahun 2020 lalu, Pemerintah Pusat memberikan dana hibah sebesar Rp 1.4 miliar untuk mendatangkan 200 ribu bibit pisang. Namun, informasinya ketika dana itu turun, malah disunat.

Dugaan itu berawal dari laporan masyarakat, bahwa terjadi kejanggalan pelaksanaan program di lapangan. Ketika pengadaan berlangsung, ternyata banyak warga yang sudah tanam pisang. Karena itu, program pengadaan bibit itu diganti dengan uang.

Lalu, ketika sampai tahap laporan pertanggungjawaban ke Pemerintah Pusat, diduga realisasi program ini kental dengan praktik mark up. Sebab di dalam laporan pertanggungjawaban ditemukan selisih harga yang cukup besar.

Petani yang sudah memiliki bibit pisang mas kirana diberikan uang Rp 2 ribu hingga Rp 4 ribu. Sedangkan, di laporan pertanggungjawaban ditulis 1 bibit pisang mas kirana seharga Rp 6.300. Sehingga dengan praktik tersebut, negara mengalami kerugian hingga Rp 800 juta.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved