Berita Malang

Benarkah Ada Perebutan Bisnis di SMA SPI? Terdakwah Julianto Eka Putra Dituntut 15 Tahun Penjara

Terdakwah dugaan pencabulan terhadap sejumlah siswi SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI), Julianto Eka Putra dituntut 15 tahun kurungan penjara.

Penulis: Kukuh Kurniawan | Editor: Iksan Fauzi
Kolase tangkapan layar dan SURYA.co.id Kukuh Kurniawan
Terdakwah pencabulan Julianto Eka Putra (kiri) dituntut 15 tahun kurungan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum Kota Batu. Sementara itu, Ketua Kompas Perlindungan Anak, Merdeka Sirait (kanan) menepis adanya isu perebutan bisnis di SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) di tengah kasus dugaan pencabulan ini berjalan. 

SURYA.co.id | MALANG - Terdakwah dugaan pencabulan terhadap sejumlah siswi SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI), Julianto Eka Putra dituntut 15 tahun kurungan penjara.

Tuntutan tersebut dibacakan oleh jaksa penuntut umum Kejari Kota Batu dalam sidang lanjutan pembacaan tuntutan terhadap terdakwah Julianto Eka Putra.

Dalam sidang lanjutan itu, terdakwa Julianto Eka Putra mengikuti jalannya persidangan secara daring dari Lapas Kelas I Malang.

Julianto Eka Putra adalah salah satu sosok pendiri SMA SPI di Kota Batu sekaligus motivator terkenal yang tersandung kasus dugaan pencabulan terhadap sejumlah siswinya.

Selain pembacaaan tuntutan terhadap Julianto Eka Putra, Anda bisa mendapatkan tanggapan dari kuasa hukum terdakwah, Hotma Sitompul dan beredarnya isu perebutan bisnis di SMA SPI.

Komnas Perlindungan Anak juga menanggapi adanya isu tersebut dan meminta kuasa hukum terdakwah menyampaikan bukti-buktinya.

Berikut ulasan reporter SURYA.co.id setelah sidang pembacaan tuntutan terhadap terdakwah Julianto Eka Putra.

1. Jadwal sidang diajukan

Tidak seperti biasanya, kali ini jadwal sidang tuntutan terhadap terdakwah pencabulan Julianto Eka Putra diajukan dari jadwal sebelumnya.

Sidang tuntutan ini digelar di Pengadilan Negeri Kelas I A Malang (PN Malang) pada Rabu (27/7/2022), selesai digelar.

Sidang tersebut digelar di Ruang Sidang Cakra dan dimulai pukul 09.15 hingga 12.48 WIB.

Dalam sidang itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Batu menuntut terdakwa dengan hukuman pidana penjara maksimal.

Kepala Kejari Batu, Agus Rujito mengatakan, terdakwa dituntut dengan Pasal 81 ayat (2) UU RI No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

"Kami menuntut terdakwa dengan hukuman pidana penjara selama 15 tahun dengan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan. Dan ada juga tuntutan membayar restitusi kepada korbannya sebesar Rp 44.744.623," ujarnya kepada TribunJatim.com usai menjalani persidangan.

Ia menjelaskan, terkait pihak JPU mengenakan pasal tersebut kepada terdakwa Julianto.

"Untuk unsur yang terpenuhi, ada bujuk rayu yang dilakukan terdakwa untuk melakukan persetubuhan terhadap anak," katanya.

Sidang tersebut akan kembali dilanjutkan pada pekan depan, yaitu pada Rabu (3/8/2022).

Dengan agenda pembelaan (pledoi) oleh terdakwa.

2. Kemenangan anak Indonesia

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait mengapresiasi kinerja dari JPU Kejari Batu.

"Saya ucapkan terima kasih kepada JPU, yang telah sungguh-sungguh memberikan yang terbaik bagi korban. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih kepada JPU, karena sesuai dengan dakwaan yang sejak awal sampai sidang ke 21 ini terpenuhi," ujarnya.

Menurutnya, tuntutan maksimal yang diberikan kepada terdakwa, layaknya hadiah bagi anak-anak Indonesia.

"Ini hadiah untuk anak-anak Indonesia, khususnya anak-anak korban predator kejahatan seksual. Jadi sekali lagi, ini adalah hadiah untuk anak-anak Indonesia," jelasnya.

Arist Merdeka Sirait juga menerangkan, dengan adanya tuntutan maksimal tersebut, akan muncul fakta bahwa kasus pelecehan seksual di SPI Batu bukanlah rekayasa.

"Ini adalah fakta hukum yang menunjukkan bahwa peristiwa itu terjadi. Ini fakta, bukan rekayasa atau konspirasi,"

"Dan ini juga menunjukkan, bahwa keadilan patut untuk ditegakkan. Dan kami berterima kasih kepada Ibu Kejati Jatim, yang telah setia dan peduli terhadap anak-anak yang menjadi korban kekerasan," ungkapnya.

Ke depan, pihaknya akan terus mengawal perkara tersebut hingga putusan di persidangan.

"Tentu langkah berikutnya, kita terus mengawal supaya majelis hakim bisa memutus perkara itu seadil-adilnya. Dan saksi korban akan terus kita dampingi hingga beban psikologisnya pulih. Karena sampai hari ini, masih membutuhkan pendampingan psikososial," tandasnya.

3. Tanggapan kuasa hukum Julianto

Ketua tim kuasa hukum terdakwa kasus dugaan kekerasan seksual SPI Batu, Julianto Eka Putra (inisial JE), Hotma Sitompul enggan mengomentari hasil sidang tuntutan tersebut.

Ia menjelaskan, akan memberikan komentarnya ketika persidangan telah memasuki agenda pledoi (pembelaan).

"Kami sebagai penasehat hukum, tidak mau mengomentari tuntutan tersebut. Kami akan menyampaikan komentar, pada saat membuat nota pembelaan (pledoi)," ujar Hotma Sitompul kepada TribunJatim.com usai mengikuti persidangan di PN Malang, Rabu (27/7/2022).

Dirinya menjelaskan bahwa di dalam persidangan, bukanlah ajang untuk mencari menang atau kalah.

"Kita datang ke pengadilan, dan proses pengadilan adalah untuk mencari keadilan. Bukan untuk menang-menangan,"

"Saya mau mengingatkan, baik jaksa, penasehat hukum maupun hakim bertanggung jawab kepada Tuhan. Dan di setiap surat tuntutan dan putusan, terdapat irah-irah Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Kita tidak dalam nota pembelaan, tetapi itu menjadi pegangan, bahwa kita ke pengadilan untuk menegakkan keadilan," bebernya.

Dirinya juga mengaku optimis, bahwa kliennya tersebut bisa lepas dari tuntutan maksimal yang dituntutkan oleh pihak JPU Kejari Batu.

"Tentu kami yakin dan optimis. Harus selalu yakin," pungkasnya.

4. Isu perebutan bisnis SMA SPI

Arist Merdeka Sirait memberikan tanggapan terhadap pernyataan Hotma Sitompul di acara Podcast Deddy Corbuzier, bahwa ada dugaan perebutan bisnis di SMA SPI terkait kasus tersebut.

Dalam acara podcast itu, Hotma mengatakan bahwa kasus kekerasan seksual yang terjadi sudah direkayasa terlebih dahulu.

Bahkan, ia menduga ada motif bisnis di balik kasus ini.

Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait mengatakan, bahwa dirinya tidak ambil pusing dengan pernyataan tersebut.

"Jadi, pernyataan di podcast itu saya tidak ambil pusing. Apalagi, itu ada konspirasi untuk mengambil SMA SPI," ujarnya saat ditemui TribunJatim.com di Pengadilan Negeri Kelas I A Malang (PN Malang), Rabu (27/7/2022).

Dirinya menjelaskan, bahwa jika ada konspirasi yang ditemukan oleh kuasa hukum terdakwa, maka bisa dibuktikan melalui proses hukum.

"Dia (Hotma Sitompul) juga bilang jika ini (kasus kekerasan seksual) ada dalangnya. Bahwa ada konspirasi dan ada yang mendanai. Sebut siapa, silakan dibuktikan saja," jelasnya.

Dirinya menerangkan, pihaknya tengah fokus untuk mendengar agenda sidang tuntutan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Batu di PN Malang.

"Kami berharap mendapatkan tuntutan hukum maksimal dari JPU dan bisa menjadi pertimbangan dari Majelis Hakim," pungkasnya.

Update berita lainnya di Google News SURYA.co.id 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved