ASAL-USUL Senjata Bharada E untuk Tembak Brigpol Josua Janggal, ISESS: Tamtama Tak Bawa Laras Pendek

Asal usul senjata Barada E, ajuda Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo  yang dipakai menembak jadi tanda tanya besar.

Editor: Musahadah
warta kota
Rumah Dinas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo lokasi penembakan Brigpol Josua oleh Bharada E. Asal usul senjata Bharada E jadi tanda tanya besar. 

SURYA.CO.ID, JAKARTA - Asal usul senjata Barada E, ajudan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo- yang dipakai menembak Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat alias Brigpol Josua menjadi pertanyaan besar. 

Pasalnya, dengan pangkat Bhayangkara 2, seharusnya Bharada E tidak dibekali senjata laras pendek seperti pistol.

Lalu, apakah Bharada E menggunakan senjata laras panjang yang merupakan senjata organik pasukan saat menembak mati Brigpol Josua

Hal ini yang dipertanyakan Pengamat dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi. 

Menurut Khairul Fahmi, jika merunut penjelasan dari Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan pelaku penembakan hanya menjabat Bhayangkara Dua (Bharada). 

Baca juga: TERBARU KASUS Tewasnya Brigpol Josua di Rumah Irjen Ferdy Sambo, Ditemukan 4 Fakta Baru dan Motif

Ia mengatakan, sesuai aturan Kapolri seorang Personel Polri yang berpangkat Tamtama tidak dilengkapi senjata pistol, hanya dilengkapi senjata laras panjang jika dinas lapangan atau saat jaga kesatrian.

“Bila mencermati pernyataan Karopenmas, Senin malam bahwa pelaku adalah tamtama berpangkat Bhayangkara 2 tentunya tak diperbolehkan membawa senjata laras pendek, makanya perlu disampaikan ke publik apa senjata pelaku, darimana asal senjata dan lain-lain,” imbuhnya.

Khairul Fahmi menduga, bila bukan senjata laras pendek artinya pelaku penembakan Brigpol Nopryansah Yosua Hutabarat bisa jadi menggunakan senjata laras panjang yang merupakan senjata organik pasukan.

“Makanya patut dipertanyakan sebagai apa pelaku di rumah dinas Kadivpropam ? Kalaupun sebagai unsur pengamanan, juga layak dipertanyakan bagaimana pelaku bisa menjadi petugas yang berjaga sendirian,” beber Khairul Fahmi.

Khairul Fahmi berharap, agar kejadian saling tembak antar polisi di rumah dinas Kadiv Propam ini dapat diusut dengan tuntas.

Hal ini termasuk dari TKP, kronologi, hasil otopsi sampai motif pelaku.

“Tak menutup kemungkinan membuka rekaman CCTV di rumdin. Dan ini harus dijelaskan kepada publik secara terbuka agar tidak memunculkan rumor-rumor yang tak terkendali,” pungkas dia.

“Pengungkapan kasus ini harus dilakukan dengan transparan. Termasuk juga dengan pemeriksaan senjata api pelaku maupun korban. Mulai jenis maupun izin penggunaan bagi anggota Polri,” ujar Khairul Fahmi melalui siaran persnya, Selasa (12/7/2022)

Ayah Brigpol Josua Sebut Anaknya Sniper

Brigpol Josua tewas ditembak di rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. Keluarga ungkap kejanggalan tewasnya Brigpol Josua.
Brigpol Josua tewas ditembak di rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. Keluarga ungkap kejanggalan tewasnya Brigpol Josua. (istimewa/tribun jambi)

Di bagian lain, ayah Brigpol Josua, Samuel Hutabarat menyebut sang anak seorang penembak jitu alias sniper yang kerap ditempatkan di lokasi rawan. 

Karena itu, Samuel mengaku heran kenapa anaknya yang lulus pendidikan Brimob tahun 2012 itu bisa tertembak dengan kondisi mengenaskan. 

Pernyataan Samuel ini merujuk pada keterangan Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan yang menyebut pada baku tembak itu, Brigadir Yosua Hutabarat melepaskan 7 kali tembakan, dan tidak sekalipun mengenai E, atau akurasi 0 persen.

Sementara Bharada E melepaskan 5 tembakan, dan bersarang empat peluru, atau akurasi tembakan mencapai 80 persen.

Keterangan yang disampaikan Humas Polri ini dirasa aneh oleh keluarga Brigadir Yosua, melihat latar belakang Brigadir J serta kemampuannya.

"Kawan-kawannya juga bilang kalau dia (Yosua) ini sniper yang khusus ditempatkan di titik rawan," ungkap Samual pada wawancara di rumahnya, di Sungai Bahar, Provinsi Jambi, Selasa (12/7/202).

Menurutnya, ada kejanggalan dalam kronologi yang disampaikan tersebut.

Apalagi dengan pernyataan bahwa anaknya yang lebih dulu menembak ke arah Bharada E.

"Logikanya, kalau jarak dekat, kok bisa tidak kena tembakan anak saya," kata Samuel Hutabarat.

Samuel juga mempertanyakan kondisi luka yang ada di tubuh Brigpol Josua

Menurutnya, saat jenazah Brigadir Yosua tiba, pihak keluarga sempat tidak diizinkan untuk melihat atau membuka pakaian korban.

Kemudian, mereka juga melarang pihak keluarga untuk mendokumentasikan kondisi korban saat pertama kali tiba di rumah duka.

"Awalnya kita dilarang, tapi mamaknya maksa mau lihat dan pas dilihat saya langsung teriak lihat kondisi anak saya badannya lebam, mata kayak ditusuk dan ada luka tembak," sebutnya.

Samuel merasa terpukul dengan kondisi anaknya tersebut.

Ia bilang, , jika memang ditemukan kesalahan terhadap anaknya, tidak seharusnya diperlakukan dengan hal tersebut.

"Misalnyapun anak saya salah, ya jangan disiksa begitu," pungkasnya.

Penjelasan Terbaru Mabes Polri

Kabag Penum Divisi Humas Mabes Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan saat ditemui awak media di Gedung Divisi Humas Mabes Polri, Kamis (25/11/2021). Ramadhan menjelaskan kronologi, status tersangka dan peran dokter Sunardi di Jamaah Islamiyah (JI).
Kabag Penum Divisi Humas Mabes Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan saat ditemui awak media di Gedung Divisi Humas Mabes Polri, Kamis (25/11/2021). Ramadhan menjelaskan kronologi, status tersangka dan peran dokter Sunardi di Jamaah Islamiyah (JI). (Rizki Sandi Saputra)

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan mengunkapkan insiden baku tembak antara kedua polisi itu terjadi pada Jumat (8/7/2022) sekitar pukul 17.00 WIB.

Menurut Ramadhan, Bharada E dan Brigadir Nopryansah Yosua terlibat baku tembak setelah terjadi peristiwa pelecehan terhadap istri kadiv propam Polri bernama Putri Ferdy Sambo di kediamannya.

Ramadhan menjelaskan, kejadian berawal ketika istri Kadiv Propam berteriak dari dalam kamarnya yang kemudian didengar oleh asisten pribadinKadiv Propam, Bharada E.

 "Ketika istri (kadiv Propam) berteriak, teriakan itu didengar oleh Bharada E. Pas diitanya “ada apa?" (oleh Bharada E). Bukannya dijawab, (Brigadir J) malah merespon dengan tembakan," kata Ramadhan dikutip dari Kompas.tv, Selasa (12/7/2022).

Ramadhan mengatakan, hasil olah tempat kejadian perkara (TKP), pemeriksaan saksi-saksi diperoleh keterangan Bharada E melakukan penembakan sebanyak lima kali.

Sedangkan Brigadir Nopryansah Yosua melakukan penembakan sebanyak tujuh kali.

Namun terdapat tujuh luka tembak di tubuh Brigadir Nopryansah Yosua, termasuk luka sayatan.

Menurut Ramadhan, dari lima tembakan tersebut, terdapat tembakan yang mengenai dua bagian tubuh Brigadir Nopryansah Yosua

"Luka tembakan ada tujuh karena ada satu tembakan yang bisa mengenai dua bagian seperti contoh ketika dia tembakkan di tangan tembus (ke bagian tubuh yang lain)," ujar Ramadhan.

Adapun luka sayatan tersebut, berasal dari sepihan proyektil peluru yang mengenai tubuhnya.

Lebih lanjut, Ramadhan menegasakan pihaknya akan mengusut kasus ini sampai tuntas.

Menurutnya, sudah menjadi kewajiban Polri menangani peristiwa hukum yang terjadi.

"Yang jelas tanpa didesak pun kewajiban Polri menangani setiap kasus yang terjadi. Jadi kewajiban Polri menangani setiap adanya kejadian," tutur Ramadhan.

Sementara itu, pengamat intelijen, Susaningtyas Kertopati mendesak Mabes Polri melakukan interogasi kepada Kadiv Propram Irjen Ferdy Sambo buntut penembakan kepada Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat hingga tewas oleh sesama anggota Polri di kamar dari pribadi milik Ferdy.

“Terkait dengan peristiwa yang baru saja terjadi itu semua pihak harus diinterogasi dan ada pendalaman. Termasuk pihak Irjen pol S (Ferdy Sambo). Bisa saja ada dendam pelaku,” kata Nuning sapaanya.

Nuning yang juga merupakan pengamat Militer ini menambahkan, harus ada evaluasi secara menyeluruh terkait kasus penembakan kepada Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat. Termasuk soal penggunaan senjata api.

“Masalah kepemilikan senjata ini dari dulu saya sudah desak Polri agar ditertibkan sekarang nampak bebas bahkan Sipil pun yang bukan pada jabatan layak punya senjata bisa punya senjata. Ini khan justru harus ditertibkan,” ungkap Nuning.

Nuning mendorong adanya pembentukan dari tim gabungan pencari fakta atau TPGF terkait penembakan kepada Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat hingga tewas.

“Mungkin TPGF perlu juga dibentuk agar bisa ketahuan apakah juga ada motif lain,” papar Nuning.

Sebagian artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Didesak Jelaskan Penyebab Luka Sayatan di Tubuh Brigadir Nopryansah, Begini Penjelasan Polisi

Update berita lainnya di Google News SURYA.co.id

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved