Sejoli Ditabrak di Nagreg
ALASAN KOLONEL Priyanto Tak Dihukum Mati, Pernyataan Jenderal Andika Perkasa Jadi Pertimbangan
Terungkap alasan oknum Kolonel Priyanto Cs tidak dituntut hukuman mati oleh mejlis hakim Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada Kamis (21/4/2022).
SURYA.co.id | JAKARTA - Terungkap alasan oknum Kolonel Priyanto Cs tidak dituntut hukuman mati oleh mejlis hakim Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada Kamis (21/4/2022).
Salah satu alasannya adalah adanya pernyataan Panglima TNI, Jenderal Andika Perkasa yang meminta Kolonel Priyanto dan dua anggota TNI AD lainnya dituntut hukuman maksimal.
Hukuman maksimal sesuai pernyataan Jenderal Andika Perkasa tersebut adalah hukuman seumur hidup bagi ketiga pelaku yang menabrak sejoli di Nagreg, Bandung.
Hal itu diungkapkan oleh Oditur Militer Tinggi Kolonel Sus Wirdel Boy. Wirdel mengungkap terdakwa kasus pembunuhan berencana terkait sebenarnya dimungkinkan dituntut hukuman mati.
Namun, pihak majelis hakim Pengadilan Militer mempertimbangkan pernyataan Jenderal Andika Perkasa.
"Pada waktu Panglima mengeluarkan statement begitu itu akan menjadi patokan bagi kami."
"Tetapi yang terpenting adalah fakta di persidangan. Karena apa? Barang kali Orjen kami juga meminta petunjuk kepada Panglima untuk menentukan berat ringannya hukuman," jelas Wirdel.
Ia menjelaskan tuntutan terhadap Priyanto disusun berdasarkan fakta yang ditemukan selama persidangan.
Setelah fakta ditemukan, kata dia, dirinya akan melapor kepada kepala untuk kemudian tuntutan tersebut dirapatkan di Oditurat Jenderal TNI.
"Jadi tuntutan yang barusan dibacakan ini petunjuk dari Orjen TNI. Barang kali beliau dengan staf di sana sudah menyimpulkan jika hukuman ini adalah yang paling cocok," kata Wirdel.
Selain itu, kata dia, ada juga pertimbangan-pertimbangan lain di antaranya hal-hal yang memberatkan dan meringankan pada diri Priyanto.
"Semuanya akan dipertimbangkan. Yang meringankan dipertimbangkan, yang memberatkan dipertimbangkan, fakta itu akan menjadi bahan pertimbangan," kata Wirdel.
Priyanto dituntut pidana penjara seumur hidup dan dipecat dari dinas militer dalam sidang di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada Kamis (21/4/2022).
Sebelumnya, Andika memastikan tiga oknum TNI yang terlibat kasus tabrak lari di Nagreg sebagai tersangka akan dituntut dengan tuntutan maksimal yakni penjara seumur hidup.
Ia mengatakan meski pasal yang dituntutkan kepada mereka memungkinkan hukuman mati, namun demikian TNI memilih tuntutan seumur hidup.
Hal tersebut disampaikan Andika kepada wartawan di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika Jakarta pada Selasa (28/12/2021).
"Tuntutan sudah kita pastikan, karena saya terus kumpulkan tim penyidik maupun oditur, kita lakukan penuntutan maksimal seumur hidup, walaupun sebetulnya pasal 340 ini memungkinkan hukuman mati tapi kita ingin sampai dengan seumur hidup saja," kata Andika.
Biodata Kolonel Priyanto
Berikut sosok dan biodata Kolonel Priyanto, oknum TNI yang dituntut penjara seumur hidup dan dipecat dari TNI AD terkait kasus di Nagreg.
Diketahui, kasus Kolonel Priyanto yang membuang Handi Saputra dan Salsabila ke Sungai Serayu, Jawa Tengah setelah menabraknya di Nagreg, Jawa Barat, masih terus bergulir.
Kabar terbaru menyebutkan bahwa Kolonel Priyanto dituntut pidana penjara seumur hidup.
Tuntutan dibacakan oditur militer di Pengadilan Militer Tinggi II, Cakung, Jakarta Timur, Kamis (21/4/2022).
Oditur Militer Tinggi II Jakarta Kolonel Sus Wirdel Boy mengatakan, Priyanto terbukti secara sah dan menyakinkan bersama-sama melakukan tindak pidana pembunuhan berencana.
Priyanto juga terbukti melakukan penculikan dan menyembunyikan mayat.
"Kami memohon agar majelis Pengadilan Tinggi II Jakarta menjatuhkan terhadap Kolonel Infanteri Priyanto dengan pidana pokok penjara seumur hidup," ujar Wirdel membacakan tuntutan, Kamis.
Seperti dilansir dari Kompas.com dalam artikel 'Kolonel Priyanto Dituntut Penjara Seumur Hidup dan Dipecat dari TNI AD Terkait Kasus Tabrak Sejoli di Nagreg'.
Oditur juga memohon agar Priyanto dipecat dari instansi tentara nasional indonesia angkatan darat (TNI AD).
Lantas, seperti apa sosok dan biodatanya?
Kolonel Inf Priyanto merupakan Kasiintel Kasrem 133/NW (Gorontalo) Kodam XIII/Mdk.
Sebelum menjabat Kasi Intel, Kolonel Inf Priyanto menjabat Irutum Itdam IV/Diponegoro
Kolonel Inf Priyanto juga pernah menjabat sebagai Kasi Intel sejak 8 Juni 2020.
Kini Kolonel Priyanto telah dicopot dari jabatannya dan meringkuk di tahanan Puspom AD.
Rentetan Kejahatan Kolonel Priyanto
Sejumlah kejahatan Kolonel Priyanto terungkap sebelum dan setelah menabrak sejoli di Nagreg dan membuang jasadnya di sungai.
Seperti diketahui sejoli bernama Handi Saputra (18) dan Salsabila (14) ditabrak mobil yang ditumpangi Kolonel Priyanto bersama dua anak buahnya di Nagrek, Jawa Barat.
Ironisnya, Kolonel Priyanto tega memerintahkan dua anak buahnya membuang jasad korban laki-laki dalam kondisi hidup ke sungai.
Bahkan, Kolonel Priyanto menolak saran anak buahnya untuk membawa sejoli itu ke rumah sakit setelah ditabrak.
Dalam sidang di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta Timur, Selasa (15/3/2022) terungkap rentetan kejahatan Kolonel Priyanto.
Berikut uraiannya:
1. Sekamar dengan wanita di hotel
Sebelum menabrak sejoli di Nagrek, Kolonel Priyanto bersama Kopda Andreas Dwi Atmoko dan satu anak buahnya lagi menginap dari hotel ke hotel.
Saat itu Kolonel Priyanto mengajak teman wanitanya bernama Lala.
Andreas mengatakan mereka sempat singgah ke rumah teman wanita Kolonel Priyanto bernama Lala saat melewati Bandung.
"Dalam perjalanan kami dari Yogya menuju Jakarta melewati Bandung, mampir ke rumah saudari Lala. Setahu saya teman perempuan terdakwa. Terdakwa ada istrinya. Jemput teman perempuan terdakwa. Tidak bermalam," kata Andreas saat menjadi saksi di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta Timur, Selasa (15/3/2022).
Ketua majelis hakim lalu menanyakan kepadanya siapa Lala.
Andreas kemudian menjelaskan bahwa Lala adalah teman perempuan Priyanto.
"Tadi waktu di rumahnya, terdakwa ada istrinya?" tanya ketua majelis hakim kepada Andreas.
"Siap, ada," jawab Andreas.
Dalam persidangan juga terungkap bahwa Andreas, Ahmad, Priyanto, dan Lala sempat menginap di beberapa hotel di antaranya di Jakarta maupun dalam perjalanan kembali dari Jakarta menuju Cimahi.
Andreas mengungkapkan, saat menginap di sebuah hotel di Jakarta mereka berempat tidur di dua kamar di mana Andreas bersama Ahmad, dan Priyanto bersama Lala.
"(terdakwa) Dengan saudari Lala," jawab Andreas ketika ditanya hakim.
Selama perjalanan dari Jakarta menuju Cimahi untuk mengantar Lala pulang, kata Andreas, mereka juga sempat menginap di hotel.
Terakhir, mereka juga menginap di sebuah hotel sebelum kecelakaan tersebut terjadi.
"Saksi dua dengan saksi tiga, kemudian terdakwa dengan Lala, begitu lagi?" tanya hakim kepada Andreas.
"Siap," jawab Andreas.
2. Buang korban hidup-hidup
Kopda Andreas Dwi Atmoko menceritakan detik-detik sebelum terjadinya tabrakan yang menewaskan sejoli Handi Saputra dan Salsabila di Nagreg
Jawa Barat.
Mulanya, Hakim Ketua Pengadilan Militer Tinggi II menanyakan kronologi kecelakaan lalu lintas.
Andreas lantas menjelaskan mobil yang ia kendarai menabrak sejoli itu dari arah berlawanan.
Handi dan Salsa kemudian diangkat ke dalam mobil.
Menurut Andreas, saat itu Salsa sudah meninggal.
"Setahu saya sudah meninggal," kata Andreas yang dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan Selasa (15/3) kemarin.
Andreas mengungkapkan bahwa Priyanto sejak awal memang sudah berniat membuang Handi dan Salsabila di sungai.
Hal itu terungkap ketika Andreas yang duduk di kursi sopir membawa mobil dan mencari Puskesmas usai menabrak Handy dan Salsabila.
Namun saat baru berjalan sekitar satu kilometer, Kolonel Priyanto meminta mobil berhenti dan mengambil alih setir dan perjalanan dilanjutkan.
Setelah itu Andreas mengaku melihat Puskesmas dan meminta Priyanto berhenti untuk membawa korban ke petugas medis.
Namun di bawah kendali Priyanto mobil terus melaju.
"Saya melihat melewati Puskesmas. Saya juga mohon izin ada Puskesmas, kita harus bawa ke Puskesmas tapi beliau tidak mengindahkan masih lanjut jalan," kata Andreas.
Priyanto justru memerintahkan agar Andreas diam dan mengikutinya.
Ketika Andreas bertanya kepada Priyanto tujuannya setelah menolak sarannya untuk membawa Handi dan Salsabila ke Puskesmas Limbangan.
"Tujuannya ke mana Bapak? Nanti kita bawa ke sungai di Jawa Tengah," kata Andreas menirukan jawaban Priyanto.
Andreas mengaku sudah memohon agar membawa korban ke Puskesmas.
"Sudah diam, ikuti saya!," kata Andreas menirukan Priyanto.
Andreas juga menjelaskan bahwa Handi dan Salsa pasti akan dicari.
Saat itulah tangis Andreas pecah. Ia terdengar terisak dan tangannya menyeka air mata di depan hakim.
Andreas mengatakan ia khawatir akan terjerat masalah di kemudian hari sementara ia memiliki anak dan istri.
"Saya sudah menjelaskan ini anak orang pasti dicari," kata Andreas menangis.
Namun, Priyanto tidak menggubris. Ia meminta agar Andreas tidak cengeng dan mengatakan ia pernah mengebom rumah orang.
"Kamu enggak usah cengeng saya pernah nge-bom (rumah) tapi tidak ketahuan," kata Andreas mengutip
Priyanto.
Usai menolak permohonan sopirnya membawa Handi dan Salsabila ke Puskesmas, Priyanto kemudian menyuruh sopirnya berhenti mengendarai mobil.
Priyanto kemudian menggantikan Andreas di kursi kemudi. Setelah itu di bawah kendali Priyanto mobil terus melaju dan mencari sungai di Jawa Tengah tempat tubuh Handi dan Salsa dibuang.
Andreas mengatakan mereka juga sempat berhenti di sebuah toko karena Priyanto ingin buang air kecil.
Setelah itu, Andreas kembali mengemudikan kendaraan dan Priyanto duduk di kursi penumpang di sampingnya.
Andreas kemudian ditanya ketua majelis hakim tentang apa yang dilakukan Priyanto saat duduk kursi tersebut.
"(Terdakwa) Mencari sungai pakai Google Maps," jawab Andreas.
Hakim kemudian menanyakan apa maksudnya.
"Untuk membuang," jawab Andreas.
Hakim menanyakan lagi apakah mereka menemukan sungai tersebut.
Andreas mengatakan pertama mereka tidak menemukan sungai dan masuk ke jalan perkampungan.
Mereka kemudian kembali ke arah jalan raya menuju Banyumas.
Setelah tiba di Banyumas mereka kemudian melewati Jembatan Serayu yang besar.
Namun niat mereka untuk membuang Handi dan Salsabila pergi dari sana karena masih ada sejumlah orang di lokasi.
Andreas kemudian memutar balik kendaraan mereka ke arah Jawa Barat karena bingung.
Tak jauh dari sana, kemudian mereka menemukan jembatan lainnya.
Kendaraan tersebut kemudian diputar arah dan diparkir di tengah-tengah jembatan.
Di sanalah mereka kemudian membuang Handi dan Salsabila ke sungai di bawahnya.
Hingga akhirnya jenazah Handi dan Salsabila ditemukan di dua lokasi terpisah di aliran Sungai Serayu.
3. Minta ganti cat dan jual mobil
Setelah peristiwa kecelakaan itu, Kolonel Inf Priyanto, memerintahkan supirnya, Kopda Andreas Dwi Atmoko mengganti cat dan menjual mobil barang bukti kasusnya.
Andreas yang dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan mengungkapkan perintah untuk mengganti cat dan menjual tersebut diterimanya dari Priyanto ketika mereka sudah di Yogyakarta yang merupakan domisili mereka usai mereka membuang Handi dan Salsabila di sungai.
Awalnya, kata Andreas, ia diperintahkan untuk mengganti cat mobil Isuzu Panther menjadi cokelat army.
Untuk itu, Andreas diberi uang sebanyak Rp 6 juta rupiah.
Hal tersebut terungkap dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada Selasa (15/3/2022).
"Rencananya mau diganti cokelat army, tapi belum sempat terlaksana baru di epoxy sudah ketahuan," kata Andreas di persidangan.
Andreas kemudian ditanya hakim apa tujuannya diganti cat itu.
"Mungkin untuk supaya tidak ketahuan," jawab Andreas.
Hakim kemudian menanyakan kepadanya lagi apakah ia pernah menyarankan terkait konsekuensi jika perbuatan mereka ketahuan.
Namun demikian, saran tersebut tidak diindahkan Priyanto.
"Siap, kami sudah sering Yang Mulia. Sudah sering saran begitu. Nanti kalau ketahuan bagaimana, mohon izin komandan. Saya juga punya anak istri. Saya sering bertanya begitu," kata Andreas.
Selain itu, Andreas juga mengungkapkan Priyanto menyuruhnya untuk menjual mobil tersebut.
Perintah tersebut diterimanya sehari sebelum Andreas tertangkap.
"Sebelum ditangkap, malam sekitar tanggal 23 magrib itu saya ditelpon beliau. Ditelpon, tidak diangkat karena saya sedang solat magrib. Habis Salat Magrib beliau mengatakan mobil itu kamu jual kek atau apa kek. Saya jawab siap, habis itu saya tidak komunikasi lagi. Terus tanggal 24 nya saya sudah di penahanan sementara," kata Andreas.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Kolonel Priyanto Tak Dituntut Hukuman Mati, Pernyataan Panglima TNI Jadi Pertimbangan