Sejoli Ditabrak di Nagreg
ALASAN KOLONEL Priyanto Tak Dihukum Mati, Pernyataan Jenderal Andika Perkasa Jadi Pertimbangan
Terungkap alasan oknum Kolonel Priyanto Cs tidak dituntut hukuman mati oleh mejlis hakim Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada Kamis (21/4/2022).
Andreas kemudian menjelaskan bahwa Lala adalah teman perempuan Priyanto.
"Tadi waktu di rumahnya, terdakwa ada istrinya?" tanya ketua majelis hakim kepada Andreas.
"Siap, ada," jawab Andreas.
Dalam persidangan juga terungkap bahwa Andreas, Ahmad, Priyanto, dan Lala sempat menginap di beberapa hotel di antaranya di Jakarta maupun dalam perjalanan kembali dari Jakarta menuju Cimahi.
Andreas mengungkapkan, saat menginap di sebuah hotel di Jakarta mereka berempat tidur di dua kamar di mana Andreas bersama Ahmad, dan Priyanto bersama Lala.
"(terdakwa) Dengan saudari Lala," jawab Andreas ketika ditanya hakim.
Selama perjalanan dari Jakarta menuju Cimahi untuk mengantar Lala pulang, kata Andreas, mereka juga sempat menginap di hotel.
Terakhir, mereka juga menginap di sebuah hotel sebelum kecelakaan tersebut terjadi.
"Saksi dua dengan saksi tiga, kemudian terdakwa dengan Lala, begitu lagi?" tanya hakim kepada Andreas.
"Siap," jawab Andreas.
2. Buang korban hidup-hidup
Kopda Andreas Dwi Atmoko menceritakan detik-detik sebelum terjadinya tabrakan yang menewaskan sejoli Handi Saputra dan Salsabila di Nagreg
Jawa Barat.
Mulanya, Hakim Ketua Pengadilan Militer Tinggi II menanyakan kronologi kecelakaan lalu lintas.
Andreas lantas menjelaskan mobil yang ia kendarai menabrak sejoli itu dari arah berlawanan.
Handi dan Salsa kemudian diangkat ke dalam mobil.
Menurut Andreas, saat itu Salsa sudah meninggal.
"Setahu saya sudah meninggal," kata Andreas yang dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan Selasa (15/3) kemarin.
Andreas mengungkapkan bahwa Priyanto sejak awal memang sudah berniat membuang Handi dan Salsabila di sungai.
Hal itu terungkap ketika Andreas yang duduk di kursi sopir membawa mobil dan mencari Puskesmas usai menabrak Handy dan Salsabila.
Namun saat baru berjalan sekitar satu kilometer, Kolonel Priyanto meminta mobil berhenti dan mengambil alih setir dan perjalanan dilanjutkan.
Setelah itu Andreas mengaku melihat Puskesmas dan meminta Priyanto berhenti untuk membawa korban ke petugas medis.
Namun di bawah kendali Priyanto mobil terus melaju.
"Saya melihat melewati Puskesmas. Saya juga mohon izin ada Puskesmas, kita harus bawa ke Puskesmas tapi beliau tidak mengindahkan masih lanjut jalan," kata Andreas.
Priyanto justru memerintahkan agar Andreas diam dan mengikutinya.
Ketika Andreas bertanya kepada Priyanto tujuannya setelah menolak sarannya untuk membawa Handi dan Salsabila ke Puskesmas Limbangan.
"Tujuannya ke mana Bapak? Nanti kita bawa ke sungai di Jawa Tengah," kata Andreas menirukan jawaban Priyanto.
Andreas mengaku sudah memohon agar membawa korban ke Puskesmas.
"Sudah diam, ikuti saya!," kata Andreas menirukan Priyanto.
Andreas juga menjelaskan bahwa Handi dan Salsa pasti akan dicari.
Saat itulah tangis Andreas pecah. Ia terdengar terisak dan tangannya menyeka air mata di depan hakim.
Andreas mengatakan ia khawatir akan terjerat masalah di kemudian hari sementara ia memiliki anak dan istri.
"Saya sudah menjelaskan ini anak orang pasti dicari," kata Andreas menangis.
Namun, Priyanto tidak menggubris. Ia meminta agar Andreas tidak cengeng dan mengatakan ia pernah mengebom rumah orang.
"Kamu enggak usah cengeng saya pernah nge-bom (rumah) tapi tidak ketahuan," kata Andreas mengutip
Priyanto.
Usai menolak permohonan sopirnya membawa Handi dan Salsabila ke Puskesmas, Priyanto kemudian menyuruh sopirnya berhenti mengendarai mobil.
Priyanto kemudian menggantikan Andreas di kursi kemudi. Setelah itu di bawah kendali Priyanto mobil terus melaju dan mencari sungai di Jawa Tengah tempat tubuh Handi dan Salsa dibuang.
Andreas mengatakan mereka juga sempat berhenti di sebuah toko karena Priyanto ingin buang air kecil.
Setelah itu, Andreas kembali mengemudikan kendaraan dan Priyanto duduk di kursi penumpang di sampingnya.
Andreas kemudian ditanya ketua majelis hakim tentang apa yang dilakukan Priyanto saat duduk kursi tersebut.
"(Terdakwa) Mencari sungai pakai Google Maps," jawab Andreas.
Hakim kemudian menanyakan apa maksudnya.
"Untuk membuang," jawab Andreas.
Hakim menanyakan lagi apakah mereka menemukan sungai tersebut.
Andreas mengatakan pertama mereka tidak menemukan sungai dan masuk ke jalan perkampungan.
Mereka kemudian kembali ke arah jalan raya menuju Banyumas.
Setelah tiba di Banyumas mereka kemudian melewati Jembatan Serayu yang besar.
Namun niat mereka untuk membuang Handi dan Salsabila pergi dari sana karena masih ada sejumlah orang di lokasi.
Andreas kemudian memutar balik kendaraan mereka ke arah Jawa Barat karena bingung.
Tak jauh dari sana, kemudian mereka menemukan jembatan lainnya.
Kendaraan tersebut kemudian diputar arah dan diparkir di tengah-tengah jembatan.
Di sanalah mereka kemudian membuang Handi dan Salsabila ke sungai di bawahnya.
Hingga akhirnya jenazah Handi dan Salsabila ditemukan di dua lokasi terpisah di aliran Sungai Serayu.
3. Minta ganti cat dan jual mobil
Setelah peristiwa kecelakaan itu, Kolonel Inf Priyanto, memerintahkan supirnya, Kopda Andreas Dwi Atmoko mengganti cat dan menjual mobil barang bukti kasusnya.
Andreas yang dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan mengungkapkan perintah untuk mengganti cat dan menjual tersebut diterimanya dari Priyanto ketika mereka sudah di Yogyakarta yang merupakan domisili mereka usai mereka membuang Handi dan Salsabila di sungai.
Awalnya, kata Andreas, ia diperintahkan untuk mengganti cat mobil Isuzu Panther menjadi cokelat army.
Untuk itu, Andreas diberi uang sebanyak Rp 6 juta rupiah.
Hal tersebut terungkap dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada Selasa (15/3/2022).
"Rencananya mau diganti cokelat army, tapi belum sempat terlaksana baru di epoxy sudah ketahuan," kata Andreas di persidangan.
Andreas kemudian ditanya hakim apa tujuannya diganti cat itu.
"Mungkin untuk supaya tidak ketahuan," jawab Andreas.
Hakim kemudian menanyakan kepadanya lagi apakah ia pernah menyarankan terkait konsekuensi jika perbuatan mereka ketahuan.
Namun demikian, saran tersebut tidak diindahkan Priyanto.
"Siap, kami sudah sering Yang Mulia. Sudah sering saran begitu. Nanti kalau ketahuan bagaimana, mohon izin komandan. Saya juga punya anak istri. Saya sering bertanya begitu," kata Andreas.
Selain itu, Andreas juga mengungkapkan Priyanto menyuruhnya untuk menjual mobil tersebut.
Perintah tersebut diterimanya sehari sebelum Andreas tertangkap.
"Sebelum ditangkap, malam sekitar tanggal 23 magrib itu saya ditelpon beliau. Ditelpon, tidak diangkat karena saya sedang solat magrib. Habis Salat Magrib beliau mengatakan mobil itu kamu jual kek atau apa kek. Saya jawab siap, habis itu saya tidak komunikasi lagi. Terus tanggal 24 nya saya sudah di penahanan sementara," kata Andreas.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Kolonel Priyanto Tak Dituntut Hukuman Mati, Pernyataan Panglima TNI Jadi Pertimbangan