Berita Surabaya

Mahasiswa ITS Ciptakan Aplikasi SahabatCAPD, Bantu Pasien Gagal Ginjal Deteksi Resiko Komplikasi

Metode CAPD menjadi alternatif karena pasien bisa memiliki kualitas hidup 90 persen lebih baik daripada metode terapi lainnya

Penulis: Zainal Arif | Editor: Titis Jati Permata
Foto Istimewa ITS
Tampilan aplikasi SahabatCAPD karya tim mahasiswa ITS untuk bantu pasien Gagal Ginjal Kronis (GGK) 

SURYA.CO.ID, SURABAYA - Pasien Gagal Ginjal Kronis (GGK) yang menggunakan metode Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) seringkali menemui masalah self-monitoring yang berakibat komplikasi.

Guna mengatasi masalah tersebut, mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) ciptakan aplikasi SahabatCAPD dengan teknologi machine learning untuk membantu pasien GGK mendeteksi dini risiko komplikasi serta meningkatkan self-monitoring pasien.

Ketua Tim, Fiqey Indriati Eka Sari menjelaskan pemerintah Indonesia telah menetapkan solusi untuk pemerataan treatment stadium akhir GGK yakni melalui terapi Peritoneal Dialysis, khususnya metode CAPD.

“Metode CAPD menjadi alternatif karena pasien bisa memiliki kualitas hidup 90 persen lebih baik daripada metode terapi lainnya,” ujar Fiqey kepada SURYA.co.id, Jumat (4/2/2022).

Baca juga: Puluhan Siswa SMPN 1 Kota Blitar Jalani Testing, Siswa Bergejala Diswab PCR

Lebih lanjut, Fiqey menjelaskan prinsip kerja CAPD adalah dengan menyalurkan cairan dialisat steril ke rongga peritoneum melalui kateter permanen sebagai pengganti fungsi ginjal.

Hal ini dilakukan secara rutin oleh pasien sebanyak tiga hingga lima kali dalam sehari.

“Karenanya, pasien dituntut memiliki disiplin dan self-monitoring yang tinggi,” ujarnya.

Namun dalam praktiknya, Fiqey menyebut penelitian di tahun 2016 dan 2020 menunjukkan tingkat kelalaian pasien mencapai 74 persen.

Selain itu, pasien mengaku sulit mengenali gejala komplikasi yang berdampak keterlambatan penanganan.

“Kondisi terkini, pasien juga kurang mem-follow up data penggantian cairan, sehingga tenaga medis kesulitan untuk mendiagnosis komplikasi lebih dini,” ungkap mahasiswi yang juga anggota tim Robotic Ichiro ITS ini.

Baca juga: Sosok Farichatus Sania Wisudawan Terbaik Unusa, Motivasi dari Diri dan Orangtua

Setelah mengkaji puluhan jurnal mengenai Peritoneal Dialysis, Fiqey dan tim menemukan perubahan warna cairan buangan pasien CAPD dapat digunakan sebagai salah satu indikator awal untuk diagnosa komplikasi.

Hal ini juga ditunjukkan berdasarkan tingkat kekeruhan cairan buangan pasien.

“Oleh karena itu, kami mengusung judul penelitian Mobile Virtual Assistant Pendeteksi Dini Risiko Komplikasi Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis pada Penyandang Gagal Ginjal Kronis Berbasis Machine Learning, yang juga kami sebut sebagai SahabatCAPD,” tutur mahasiswi Departemen Teknik Informatika ini.

Aplikasi SahabatCAPD memiliki tiga konsep fungsionalitas utama.

Pertama, logbook sebagai pengganti buku catatan dialisis pada pasien yang lebih efektif dan sistematis dalam memberikan follow up data ke tenaga medis.

Baca juga: Tingkatkan Kualitas Literasi, Kota Batu Kini Punya Perpustakaan Daerah

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved