Pembunuh Ibu dan Anak di Subang
SOSOK Pembunuh Ibu dan Anak di Subang Sulit Ditangkap meski Sketsa Sudah Muncul, Ini Dugaan Pengamat
Meski Polda Jabar sudah menyebarkan sketsa sosok pembunuh ibu dan anak di Subang, namun hingga awal Januari 2022 ini pelaku belum ditangkap.
SURYA.co.id | SUBANG - Meski Polda Jabar sudah menyebarkan sketsa sosok pembunuh ibu dan anak di Subang, namun hingga awal Januari 2022 ini pelaku belum ditangkap.
Akibat munculnya sketsa pembunuh di Subang itu, saksi Muhammad Ramdanu alias Danu pun menjadi sorotan publik.
Bahkan, tim kuasa hukum Yosef Hidayah dan Yoris Raja Amanullah pun menduga sosok di sketsa itu adalah saksi yang memberikan keterangan berubah-ubah.
Meski tak menyebut nama, namun Danu lah saksi yang sempat memberikan pernyataan berubah-ubah kendati telah memperbaikinya di berita acara perkara (BAP).
Terkait lamanya penangkapan pelaku meski sketsa sudah dirilis, Dede Sunarya, praktisi hukum sekaligus tokoh masyarakat di Subang angkat bicara.
Dede menilai, polisi berhati-hati menetapkan tersangka karena berkaitan dengan hak asasi manusia (HAM).
Dede menduga pelaku kasus pembunuhan ibu dan anak di Subang adalah satu di antara 69 saksi yang saat ini sudah diperiksa polisi.
Baca juga: DANU JADI SAKSI TERTUDUH, Kuasa Hukum Siapkan Senjata Pamungkas Bela Klien di Kasus Subang
"Ini kan kemungkinan yah, kemungkinannya (pelaku) ada di area para saksi, tapi bisa saja di luar saksi-saksi yang sudah diperiksa polisi," ucap Dede.
Sebelumnya, Polda Jabar sudah merilis sketsa terduga pelaku yang menjadi progres pengungkapan kasus Subang itu.
Sketsa wajah terduga pelaku itu, menurut Dede, dimunculkan polisi sesuai dengan keterangan saksi-saksi yang sudah terperiksa.
"Iya mungkin polisi mendapatkan informasi dari saksi yang sudah diperiksa, maka dari itu muncullah sketsa wajah terkait keterangan saksi," katanya.
Menurut Dede, munculnya sketsa wajah terduga pelaku ini akan menjadi terang benderang dalam mengungkap kasus yang hampir lima bulan masih berjalan ini.
"Itu progres yang luar biasa dari polisi. Selebihnya kita tunggu saja perkembangan selanjutnya dari pihak kepolisian," ujar Dede.
Baca juga: UPDATE KASUS SUBANG, Benarkah Sosok di Sketsa Adalah Pembunuh Bayaran? ini Analisis Kriminolog
Di sisi lain, terus berlarut-larutnya sampai dengan hampir lima bulan ini belum juga dapat terungkap membuat kasus tersebut menjadi bias dan lebih sulit untuk diungkap.
"Kita sudah melihat kerja keras dari polisi Polres Subang dan ditindaklanjuti oleh Polda Jabar, cuma berlarut-larutnya mungkin ini kasus yang sulit sehingga kasusnya jadi bias," ucap Dede.
Kendati demikian, menurut Dede, pihak kepolisian pada kasus perampasan nyawa Tuti serta Amalia bekerja secara ekstrahati-hati dalam mengungkapnya.
Pasalnya, kasus ini menyangkut dari hak asasi manusia (HAM) sehingga pengungkapannya secara mutlak dari pembuktian yang tepat sasaran.
"Polisi baik dari Polres, Polda, maupun Bareskrim Polri sudah bekerja maksimal, hanya saja lebih hati-hati dalam mengungkap kasus ini. Kita tentunya dukung terus polisi dan semoga dapat segera mengungkap," katanya.
Sebelumnya, Kapolda Jabar Irjen Pol Suntana menargetkan kepada jajaran Polda Jabar agar kasus tersebut dapat terungkap di awal tahun 2022.
Setelah hampir lima bulan pasca-kejadian dan kasus diambil alih Polda Jabar akhirnya menemukan titik terang.
Polisi merilis sketsa terduga pelaku.
Di sisi lain, meski sketsa pelaku dirilis, hal tersebut belum memuaskan publik untuk menjawab misteri perampasan nyawa ibu dan anak di Subang tersebut.
Tak sedikit spekulasi berkembang di masyarakat bahwa kasus Subang merupakan pembunuhan berencana yang melibatkan pembunuh bayaran.
Pasalnya, ditemukan indikasi dari beberapa temuan polisi di TKP yang mensinyalir pada motif tersebut.
Mengenai hal ini, kriminolog UI, Adrianus Meliala memberikan analisis terkait kasus Subang dalam wawancara bersama Aiman di KompasTV.
Saat ditanya apakah kasus Subang melibatkan pembunuh bayaran, kriminolog mengaku belum bisa memastikannya.
Adrianus Meliala menjelaskan, dia belum bisa memastikan karena kasus Subang masih dalam proses penyelidikan.
Namun, kriminolog itu menyebut dalam proses tersebut ia menganalisis ada kesan terdapat dua kelemahan.
Kelemahan pertama, menurutnya, dari hasil pemeriksaan forensik.
Adrianus menilai adanya langkah yang kurang tepat saat penanganan kasus.
Adapun kelemahan kedua, menurutnya, dari olah TKP yang dinilainya jorok atau kurang disterilkan.
Menurutnya, olah TKP tidak steril merupakan situasi yang sering terjadi.
Terutama dikaitkan dengan kinerja satuan wilayah daerah (bukan kota) yang jarang menangani kasus besar.
Hal ini kemudian, menurutnya, anggota kepolisian di satuan wilayah tersebut kurang terlatih.
"Alhasil ketika ada kasus besar ini semua orang ingin berkontribusi, ingin berbuat baik, tapi tadi berbuat baiknya ini malah mengacaukan, merusak TKP itu sendiri,” papar Adrianus Meliala dikutip Tribunjabar.id dari KompasTV, Rabu (5/1/2022).
Demikian, menurut Adrianus, karena TKP kurang steril, forensik kerap menemukan jejak yang tidak seharusnya ada di TKP.
Dari sana ada hal-hal yang perlu diperhatikan justru menjadi tidak diperhatikan.
Ia pun mencontohkan yang menjadi bukti TKP kurang steril, seperti rokok yang tertinggal.
Oleh karena itu, menurutnya, jikalau ada rokok yang berasal dari petugas, menurutnya, penyidik pun disibukkan dengan hal yang tak diperhatikan tersebut.
“Ketemu yang baru, ketemu yang baru tapi belum tentu alat bukti ya?” tanya Aiman.
Hal tersebut pun disetujui kriminolog UI tersebut.
Kemudian Adrianus menyinggung, seandainya kepolisian melakukan penyelidikan belum menguatkan alat bukti, maka ada kemungkinan dibantah.
Hal ini yang menurutnya dikhawatirkan mengurangi rasa kepercayaan masyarakat kepada kepolisian.
Kejanggalan Kasus Subang
Aiman kembali mengingat dalam kasus Subang tersebut terdapat tiga kejanggalan.
Pertama, tidak ada tanda masuk secara paksa ke dalam rumah.
Dari kejanggalan tersebut diduga pelaku dapat masuk ke rumah karena punya akses atau memegang kunci.
Namun kemudian, dari mana pelaku mendapatan kunci rumah korban.
Kedua, polisi menemukan dua jejak kaki yang berbeda di lokasi TKP.
Saat itu belum bisa dipastikan apakah dua jejak kaki tersebut jejak pelaku atau bukan.
Ketiga, kejanggalan tidak ada barang yang hilang, kecuali telepon genggam milik Amalia Mustika Ratu.
Dari kejanggalan tersebut diduga motif perampasan nyawa bukan karena perampokan.
Oleh karena kepolisian mencari motif yang harus diselidiki dari perampasan nyawa terhadap Tuti dan Amalia tersebut.
Menanggapi kejanggalan dalam kasus Subang tersebut, Adrianus menggambarkan analisisnya.
Menurutnya, sejauh ini mestinya sudah ada gambaran tentang apa yang sebenarnya terjadi pada detik-detik terjadinya perampasan nyawa.
“Itu bisa menjelaskan bagaimana terjadi kejanggalan seperti itu,” ujarnya.
Adrianus menganalisis perbedaan antara pembunuhan dadakan dengan pembunuhan yang sudah direncanakan.
Menurutnya pembunuhan dadakan biasanya akan ada pelaku yang dianggap aneh, seperti reaksi pada sang korban.
Demikian ia melihat, polisi dalam hal ini pun belum bisa memastikan situasi perampasan nyawa di Subang tersebut, apakah direncanakan atau tidak.
Karena penjelasan kejadian tersebut tidak pernah dinyatakan polisi, maka menurut Adrianus timbul reaksi dari publik.
Hal tersebut lantas menurutnya menimbulkan opini bahwa ada keanehan atau kejanggalan.
“Padahal sebetulnya, hal-hal yang aneh itu tidak aneh jika kita tahu apa situasinya,” ujarnya. (TribunJabar)