Guru Pesantren Rudapaksa Santriwati

NASIB MIRIS 3 Santriwati, Dirudapaksa & Dikeluarkan Sekolah, Ini Siasat Herry Wirawan Tutupi Aksinya

Begini nasib miris 3 santriwati korban kejahatan Herry Wirawan, guru pesantren rudapaksa belasan santriwati hingga hamil dan melahirkan 9 anak.

Editor: Iksan Fauzi
(Istimewa via Tribun Jabar/Tribun Jabar/Muhamad Syarif Abdussalam)
Herry Wirawan, guru pesantren di Cibiru, Bandung, Jawa Barat, yang merudapaksa santrinya. Foto kanan : Kondisi rumah di Kompleks Sinergi Antapani, Kota Bandung, yang dijadikan kantor Yayasan Manarul Huda milik Herry Wirawan. 

SURYA.co.id - Begini nasib miris 3 santriwati korban kejahatan Herry Wirawanguru pesantren rudapaksa belasan santriwati hingga hamil, bahkan korban melahirkan 9 anak.

Tiga santriwati berusia di bawah umur sudah menjadi korban persetubuhan, lalu pihak sekolah mengeluarkannya karena mengetahui mereka sudah punya anak. 

Awalnya pihak sekolah tidak mengetahui para santriwati itu merupakan korban rudapaksa Herry Wirawan. Herry merupakan guru pesantren di Cibiru, Bandung, Jawa Barat.

Pihak sekolah mengetahui setelah mendapatkan laporan dari pihak yang mendampingi korban.

Rupanya, kejahatan yang dilakukan Herry Wirawan tergolong rapi.

Agar kejahatannya tidak diketahui masyarakat umum, dia memberikan pengawasan ketat kepada para korbannya.

Korban dilarang keluar pesantren. Bahkan, ketika belanja, Herry menguntitnya.

Bahkan, salah satu orang tua korban mengaku tidak mengetahui anaknya sudah memiliki anak setelah 1,5 tahun mondok di pesantren yang dikelola Herry Wirawan.

Terkait 3 santriwati, Bunda Forum Anak Daerah (FAD), Atalia Praratya angkat bicara.

Atalia mengatakan, saat kejadian ini mencuat pada Juni 2021 lalu, ada 20 orang yang diamankan di Rumah Aman P2TP2A Jawa Barat.

Dari jumlah itu, 13 orang menjadi korban dan tujuh orang berstatus saksi.

"Saat ini 10 anak sudah sekolah, lima anak belum sekolah, tiga anak dikeluarkan dari sekolah dengan alasan sudah punya anak dan terkait kasus ini. Dua anak sudah kuliah dan magang," kata Atalia saat dikonfirmasi Kompas.com lewat telepon seluler, Jumat (10/12/2021) malam.

Dari laporan yang ia terima, awalnya pihak sekolah tak mengetahui kondisi para santri yang pernah menjadi korban pelecehan saksual.

"Jadi awalnya sekolah tidak tahu bahwa korban memiliki anak, setelah diketahui, maka diberhentikan."

I"Tapi hanya dua korban yang punya anak (dikeluarkan sekolah), satu lagi saya tak tahu yang pasti, anak ini tidak punya bayi tapi dikeluarkan."

"Ada satu anak lagi yang putus sekolah tapi saya belum tahu penyebab pastinya," ungkapnya.

Orangtua korban sempat ingin membunuh pelaku

Aksi bejat Herry Wirawan itu juga membuat hati para orangtua korban hancur.

Salah satu ayah korban berinisial YY (44), menceritakan bagaimana hancurnya dia saat mendengar anaknya menjadi korban rudapaksa gurunya sendiri.

"Saya marah, geram. Waktu itu dini hari saya mendengar kenyataan pahit itu."

"Istri saya saat itu pun sampai kejang-kejang selama dua jam," katanya saat diwawancarai TribunJabar.id, Jumat.

Ia mengaku, sempat ingin membunuh pelaku saat mengetahui bahwa anaknya itu pernah melahirkan anak dari perbuatan Herry Wirawan.

Kemarahannya semakin memuncak saat melihat istrinya jatuh sakit ketika pertama kali mendengar kenyataan itu.

"Kalau waktu itu saja istri saya meninggal karena kejang-kejang akibat mengetahui anak saya jadi korban, saya tidak segan untuk bunuh dia," ujarnya penuh amarah.

Cara Herry Wirawan tutupi kebejatannya

Demi menutupi aksi bejatnya, Herry Wirawan, guru pesantren pelaku rudapaksa, melarang santriwatinya keluar rumah.

Hal ini diungkapkan warga Kompleks Sinergi Antapani, Kota Bandung, Rizal (42).

Diketahui, selain pesantren di Kecamatan Cibiru, Herry juga mengelola sebuah panti asuhan yatim di Antapani.

Menurut Rizal, sejak Herry menyewa rumah untuk dijadikan panti pada 2016 lalu, ia melarang para santriwatinya keluar rumah.

Bahkan, menurut Rizal, jika santriwati hendak berbelanja, mereka akan diantar Herry.

"Anak-anak yang ada di situ usia SD dan SMP. Masih bisa bermain di luar padahal."

"Ini kalau mereka keluar untuk belanja saja, harus diantar Herry. Mereka dilarang bicara sama tetangga."

"Ada sekitar 15 sampai 20 anak di situ yang tinggal, semuanya perempuan," beber Rizal saat ditemui TribunJabar, Jumat (10/12/2021).

Lebih lanjut, Rizal menyebut warga setempat sempat heran lantaran semua santri Herry berjenis kelamin perempuan.

Kendati demikian, selama ini aktivitas di panti Herry tersebut terlihat normal dari luar.

Pada waktu-waktu tertentu, anak-anak mengaji di lantai utama rumah tersebut.

"Warga juga sempat heran, kok yang di panti yatim itu perempuan semua, tidak ada laki-lakinya."

"Ya, laki-lakinya Herry saja. Apa boleh begitu secara agama atau bagaimana, warga percaya saja," katanya.

Setelah santriwati memasuki usia dewasa, ujar Rizal, mereka akan dipindahkan ke pesantren yang ada di Cibiru.

Warga pun menganggap pemindahan itu berkaitan dengan kenaikan kelas seperti di sekolah pada umumnya.

Diketahui, Herry Wirawan menyalahgunakan dana bantuan pemerintah untuk kepentingan pribadinya, seperti menyewa hotel dan apartemen.

Hotel yang disewa Herry, juga digunakannya untuk merudapaksa para korban.

Fakta ini terungkap berdasarkan hasil temuan penyelidikan tim intelijen, selaku pengumpul data dan keterangan di lapangan.

Aksi Herry menyewa hotel dan apartemen itu membuat korban percaya pelaku memiliki ekonomi yang cukup.

"Upaya ini membuat para korban merasa yakin, bahwa yang bersangkutan berkemampuan (dari segi ekonomi)," kata Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Barat, Asep N Mulyana, Kamis (9/12/2021), dikutip dari TribunJabar.

Selama melancarkan aksinya, Herry mengiming-imingi akan menjadikan korban polisi wanita hingga pengurus pondok pesantren.

Awal Mula Kasus Terungkap

Berdasarkan keterangan Herry Wirawan di persidangan, ia sudah melancarkan aksinya sejak 2016 hingga 2021.

Mengutip TribunJabar, aksi bejatnya terungkap saat orang tua salah satu korban mencurigai adanya perubahan pada tubuh sang anak.

Mereka pun langsung melapor pada kepala desa dan diteruskan pada Polda Jawa Barat serta P2TP2A Kabupaten Garut, Juni 2021 lalu.

Karena tak semua orang tua mengetahui kasus tersebut, 2TP2A Kabupaten Garut memanggil mereka untuk diberi tahu masalah yang menimpa anak mereka di pesantren.

"Semua orang tua syok begitu mengetahui permasalahan yang menimpa anaknya."

"Setelah diberi pemahaman dan pendampingan, akhirnya para orang tua bisa menerima permasalahan tersebut," terang Ketua P2TP2A Kabupaten Garut, Diah Kurniasari, Kamis.

AN (34), salah satu keluarga korban yang berasal dari Kecamatan Pameungpeuk, Kabupaten Garut, mengungkapkan modus pelaku.

Ia mengatakan, Herry kerap memaksan korban untuk segera kembali ke pesantren jika sedang pulang ke rumah.

"Anak gak pernah lama di rumah, lebih dari tiga atau lima hari si pelaku Herry langsung nelepon, dia nyuruh kembali ke pondok," ungkapnya, Kamis.

Kendati demikian, pihak keluarga tak menaruh curiga meski bertanya-tanya mengapa aturan pesantren begitu ketat.

"Kenapa sih kok ketat banget, tapi ya saat itu tidak berburuk sangka, ketat mungkin aturan yang udah diberlakukan oleh pihak pesantren," lanjutnya.

Menurut AN, keluarga korban memilih pesantren tersebut lantaran menawarkan pendidikan gratis.

Diketahui, Herry selama ini tinggal seorang diri di dalam pesantren itu.

Sementara pengajar lainnya tinggal di rumah masing-masing.  (Tribunnews.com)

>>>> Update kasus guru Herry Wirawan rudapaksa 13 santriwati

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved