Kuliner

Uri-Uri Budaya Jawa, Warung Merah Putih Usung Joglo, Pawon, hingga Kandang Sapi ke Surabaya

Pengunjung menikmati aneka menu dengan suasana bangunan lama di "Waroeng Joglo Merah Putih" Surabaya.

Penulis: Sri Handi Lestari | Editor: Parmin
surya.co.id/habibur rohman
"Waroeng Joglo Merah Putih" di kawasan Gunganyar Surabaya yang menampilkan suasana bangunan lama. 

SURYA.co.id | SURABAYA - Sebagai orang Jawa, Dua sahabat Darmanto dan Suryani, memutuskan membuka usaha warung bertema Jawa.

Terlihat dari eksterior maupun interior warung yang khas Jawa.

Suryani mengakui, semua eksterior dan interior warung ini didapatnya dari Tulungagung.

"Jadi saya cari rumah di Tulungagung yang masih khas Jawa. Kemudian kami beli, dan kami bongkar, bawa ke Surabaya, rakit kembali seperti semula," jelas dia saat soft launching Warung Merah Putih di kawasan Gununganyar Surabaya, Sabtu (16/10/2021).

Di atas lahan sewa ukuran 15 x 100 meter tersebut, Suryani membentuk kampung Jawa.

Dengan berbagai bangunan khas Jawa, yang diberi nama Joglo, Sinom, Srotong, Pawon, Langgar, Kandang Sapi hingga Gazebo.

"Jadi depan, saya beri pintu masuk berupa gapura yang menyatu. Kemudian ada kandang sapi, gazebo dan lainnya. Interior tambahan saya beri kendi, dan gentong berisi air. Semuanya itu ada filosofinya," jelas Suryani.

Setelah pintu masuk, sebelah kanan tampak bangunan bekas kandang sapi. Kemudian Joglo.

Dimana menurut Suryani, filosofi Joglo ada pada tiang pancangnya.

Rumah Joglo berbentuk bujur sangkar dengan empat pokok tiang di tengahnya. Tiang ini disebut dengan istilah “saka guru”.

"Nah, penopang tiang itu merupakan blandar bersusun yang dikenal dengan nama “tumpang sari”.

Seiring dengan perkembangan zaman, terdapat tambahan-tambahan dalam rumah Joglo ini. akan tetapi, yang paling mendasar adalah rumah yang tetap berbentuk persegi," jelas Suryani.

Ada dua joglo dengan beda ukuran di area tersebut yang berjajar. Selanjutnya tampak rumah Sinom, dan rumah Srontong.

Menurut Suryani, rumah Sinom dan Srotong adalah rumah untuk warga kasta kedua dan ketiga di budaya Jawa.

"Kalau joglo, biasanya dimiliki kades dan sejajarnya. Sinom untuk pegawai dibawah kades dan sejajarnya. Sementara untuk Srotong adalah rumah warga desa yang berada di strata paling bawah," jelasnya.

Kemudian ada Pawon yang artinya dapur dan tentunya langgar atau mushola sebagai tempat sholat.

"Dengan adanya ini, kami juga ingin menguri-nguri budaya Jawa. Kalau kesini tidak hanya makan di warungnya, namun juga bisa menikmati suasana khas Jawa ini," tambah Suryani.

Sementara untuk pengelolaan warung, giliran Darmanto yang bertugas termasuk sebagai chef.

Menu-menu yang disajikan, diolah secara tradisional dari tangan Darmanto dibantu 8 waitres.

"Sajian menu juga khas Jawa. Seperti olahan lodeh, olahan sayur asem, bayam, tempe, tahu, ayam, dan lainnya," jelas Darmanto.

Selain menu utama, juga ada menu camilan, seperti pisang godok, kacang godong, ketela godok dan sejenisnya. Juga wedang uwuh, teh dan kopi khas Warung Merah Putih.

"Kami buka mulai pukul 07.00 WIB untuk melayani pengunjung yang ingin sarapan mungkin, sampai malam pukul 22.00 WIB, yang mungkin ingin nongkrong sambil nyamil," jelas Darmanto.

Kapasitas tempat duduk di area ini, bisa menampung 100 orang. Namun untuk standing atau tamu berdiri bisa mencapai 200 orang.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved