Konflik Partai Demokrat

Yusril Bongkar Invisible Power Zaman SBY, Kini Tudingan Diarahkan Kubu AHY Saat JR AD/ART Demokrat

Dituding ada invisible power terkait judicial review AD/ART Demokrat ke MA, Yusril Ihza Mahendra menyatakan, pernah terjadi di era Presdien SBY.

Editor: Iksan Fauzi
Kolase Kompas.com
Profesor Yusril Ihza Mahendra dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Yusril singgung invisible power di era SBY jadi presiden. 

SURYA.co.id | JAKARTA - Dituding ada invisible power terkait judicial review AD/ART Demokrat ke Mahkamah Agung (MA), Yusril Ihza Mahendra menyatakan, pernah terjadi di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Yusril santai-santai saja dituding ada invisible power oleh Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Benny Kabur Harman.

Yusril bercerita, ketika di zaman SBY menjabat presiden, pernah menguji UU Kejaksaan. Banyak orang yang mempertanyakan aksinya itu.

Kini, bukannya membantah tudingan pasukan AHY, Yusril malah membeberkan dan menunjukkan sosok invisible power tersebut.

Siapa invisible power itu? Menurut mantan Menteri Sekretaris Negara era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia di era Presiden Megawati Soekarnoputri itu,  

Menuruntya, di balik pengajuan judicial review AD/ART Demokrat itu ada orang-orang yang sebenarnya punya kepentingan politik. Barangkali mereka mendorong empat orang mantan kader Demokrat dipecat AHY yang mengajukan judicial review supaya meminta bantuan kepadanya.

"Itu mungkin saja," ujar Yusril saat wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribunnetwork Febby Mahendra Putra dan News Manager Tribunnetwork Rachmat Hidayat, Rabu (13/10/2021).

Yusril menegaskan dirinya memahami bahwa implikasi putusan Mahkamah Agung sekiranya dikabulkan tidak akan hanya yuridis melainkan juga ke politik.

Menurutnya hal itu sama ketika di zaman SBY menjabat presiden, dirinya menguji UU Kejaksaan. Banyak orang yang mempertanyakan aksinya karena saat itu dirinya juga ditetapkan sebagai tersangka.

"Ketika saya menguji UU Kejaksaan, orang ketawa dan bilang ada-ada aja, lain yang gatal lain yang digaruk"

"Dinyatakan tersangka kok Jaksa Agung yang dia persoalkan. Saya bilang bentar dulu, anda tidak tahu arah saya akan kemana"

"Kalau bapak belajar filsafat nanti bisa melihat yang orang awam tak bisa lihat, menganalisis sesuatu," ungkapnya.

Kala itu, Yusril menceritakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Jaksa Agung tidak sah. Dia mengingat dengan sangat jelas dan memperagakan gestur Ketua MK saat itu, yakni Mahfud MD.

Diceritakan Yusril, Mahfud melihat jamnya yang menunjuk angka 14.35 WIB, dan menyampaikan bahwa mulai detik tersebut Indonesia tak lagi memiliki Jaksa Agung.

"Ketika itu Denny Indrayana kemudian lapor ke SBY, masih dibela"

"Saya sempat komunikasi dengan Pak SBY. 'Pak terserah bapak, tapi ini masih akan ada lanjutannya, jadi terserah bapak berhentikan atau tidak, tapi MK telah mengambil keputusan Jaksa Agung itu tidak sah'" cerita Yusril.

Selain itu, dia mengingatkan bahwa tatkala itu pimpinan KPK Antasari Azhar juga tengah menjadi sorotan dan diadili bersamaan dengan dirinya mempersoalkan Jaksa Agung tidak sah.

Menurutnya, apabila Jaksa Agung dianggap tidak sah, maka seharusnya seluruh tindakannya ke bawah menjadi ilegal semua dan itu berakibat Antasari harus dibebaskan.

"Orang bilang di belakang Yusril ini ada agenda besar"

"Tapi Pak Mahfud MD buru-buru mengingatkan putusan MK itu berlaku perspektif tidak berlaku retroaktif"

"Jadi (putusan) Hendarman sampai detik ini sah. Tapi mulai detik ini tidak sah lagi, maka Antasari tidak keluar"

"Nah banyak yang menduga di balik saya ada Antasari waktu itu, sama seperti sekarang banyak yang menduga di balik saya ada Jhoni Allen dan lainnya," tandasnya.

Ucapan Benny Kabur Harman

Munculnya kata invisible power itu terucap dari Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Benny Kabur Harman.

Ia mempertanyakan motif Yusril Ihza Mahendra mengajukan permohonan Hak Uji Materiil AD/ART Demokrat Hasil Konggres V Tahun 2020 ke MA.

Menurut Benny, sekilas Yusril memang hanya bertindak mewakili 4 orang eks Ketua DPC Partai Demokrat yang telah memberi kuasa hukum kepadanya untuk mengajukan gugatan AD/ART Partai Demokrat ke MA.

"Namun jika ditelusuri lebih dalam (duc in altum) keempat orang itu sebenarnya tidak memiliki kepentingan langsung dengan adanya sejumlah norma dalam AD/ART Partai Demokrat yang mereka klaim bertentangan dengan UU Parpol dan UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan," kata Benny kepada wartawan, Selasa (12/10/2021).

Benny melihat, klaim moral yang digunakan Yusril untuk membenarkan langkah menggugat keabsahan keputusan konggres V Partai Demokrat seperti untuk memajukan demokrasi dan mendorong demokratisasi internal Parpol juga kehilangan dasar pijakannya.

Bahkan menerapkan standar ganda karena pada saat yang bersamaan partai yang Yusril pimpin, yaitu Partai Bulan Bintang malah tidak mempraktikkan nilai-nilai demokrasi yang hendak dia perjuangkan melalui perkara tersebut.

Lantas, Benny pun mempertanyakan kepentingan mana yang hendak diperjuangkan Yusril itu.

"Pengacara Yusril patut diduga kuat tidak bekerja untuk membela kepentingan dari pihak-pihak yang telah memberinya kuasa karena memang tidak ada kepentingan nyata di sana melainkan untuk membela kepentingan dari kekuatan tertentu yang tidak tampak ke permukaan atau invisible power," ucap Benny.

Kekuatan yang tidak tampak ini, menurut Benny sebenarnya memiliki kepentingan politik saat ini.

Kemudian bersekutu dengan 4 eks ketua DPC Partai Demokrat menggunakan jasa pengacara Yusril guna memperjuangkan kepentingan politik dari kekuatan tersembunyi (invisible power) tersebut.

"Karena yang berkepentingan secara politik sebenarnya adalah kekuatan tersembunyi tersebut (the hidden power) dan bukan empat orang eks ketua DPC Partai Demokrat yang memberinya kuasa maka tidak mustahil yang membiayai jasa hukum pengacara Yusril adalah kekuatan tersbunyi tersebut," ujar Benny.

"Saya merasa terlalu besar pengorbanan dari empat orang eks ketua DPC Partai Demokrat yang telah memberi kuasa kepadanya dengan mengeluarkan dana mungkin ratusan miliar hanya untuk meminta norma-norma dalam AD dan ART PD dibatalkan dengan alasan bertentangan dengan UU Parpol dan UU MA," lanjutnya.

Lantas, Benny menyebut tujuan dari invisible power tersebut menyingkirkan Partai Demokrat dan Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dari kontestasi politik menjelang hajatan politik nasional di tahun 2024 nanti.

"Partai Demokrat dan AHY oleh kekuatan ini dianggap sebagai batu sandungan atau penghalang utama untuk mewujudkan skenario gelap mereka, karena itu ia harus diganggu, disingkirkan atau diambil alih jika tidak mau bekerja sama dalam skema politik yang mereka desain," katanya. (Tribunnnews.com)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved