Wawancara Eksklusif
H Marhaen Djumadi Plt Bupati Nganjuk di Tengah Pandemi: Menangis saat Kenang Momen Terpapar Covid-19
H Marhaen Djumadi ditunjuk Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Jawa Timur untuk menjadi Plt Bupati Nganjuk.
Penulis: Ahmad Amru Muiz | Editor: Parmin
SURYA.co.id | Pandemi Covid-19 yang terjadi sekarang ini menjadi ujian berat bagi siapa saja yang sedang menjadi pemimpin.
Demikian halnya yang dirasakan H Marhaen Djumadi yang ditunjuk Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Jawa Timur untuk menjadi Plt Bupati Nganjuk.
Penunjukan ini setelah Bupati Nganjuk H Novi Rahman Hidhayat tersandung kasus dugaan korupsi jual beli jabatan di lingkup Pemkab Nganjuk.
Tak hanya sekadar ujian berat yang dihadapinya, pejabat yang akrab dipanggil dengan sebutan Kang Marhaen itu juga terapapar Covid-19 bersama istri dan anaknya. Bahkan ketika mengenang peristiwa itu dirinya pun tak kuasa menahan air mata.
"Saya kena Covid-19 beserta istri dan dua anak saya sehingga empat orang keluarga terkena covid," ungkap Kang Marhaen ketika wawancara dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network yang juga Pemimpin Redaksi Harian Surya Febby Mahendra Putra di Pendapa Pemkab Nganjuk, Jumat (20/8).
Untuk kisah selengkapnya simak petikan wawancara berikut ini.
Saat Kang Marhaen mendapatkan amanah sebagai kepala daerah kebetulan dalam kondisi pandemi Covid-19, bahkan saat ini memasuki second wave di mana Nganjuk sempat masuk level 4 dan sekarang level 3, apa yang Anda rasakan?
Memang saya dapat tugas Plt Bupati itu tanggal 12 Mei 2021 tentunya cukup banyak tantangan. Tapi kita ini aktivis organisasi sehingga pola pikir sama, yaitu apapun keadaannya Tuhan akan memberikan hikmah pada kita.
Banyak hikmah yang didapatkan di pandemi. Yakni satu, kaitan dengan masalah kesehatan, masalah sosial, dan masalah ekonomi. Dan itu selalu menjadi titik beratnya.
Untuk masalah kesehatan, kita pernah menghitung awal PPKM scond wave awal pertama tanggal 12 sampai 20 juli 2021.
Total selama delapan hari kurang lebih ada penambahan kasus mencapai 2.900 dan itu luar biasa penambahannya.
Untuk itu, penanganan harus betul-betul taktis dan strategis sehingga disiapkan beberapa strategis termasuk memberikan pemahaman dan penyadaran pada masyarakat.
Kebetulan kita mantan penyitas, dan gelombang kedua varian baru jenis delta itu cepat sekali, dan itu dimulai dari hari Lebaran.
Di Indonesia atau Nganjuk khususnya setiap hari besar nasional selesai maka kurang lebih dua minggu pasti kasus Covid-19 naik. Itu karena mobilitas masyarakat dan kesadaran yang kurang.
Kalau di pendidikan sudah 4 semester sekarang ini anak tidak belajar sehingga ada kejenuhan, ada kepanikan, dan cenderung masyarakat abai. Itu menjadi tantangan di sisi kesehatan.
Bagaimana kita memberi penyadaran pada masyarakat akan pentingnya prokes terus dilakukan. Covid itu ciptaan Tuhan YME, makanya prinsip kita tidak boleh melawan menurut saya. Kita harus berdampingan dengan covid, kita harus bersahabat dengan covid, yang paling penting bagaimana membangun sebuah kebiasaan baru, adaptasi kebiasaan baru ini yang penting dilakukan.
Bagaimana dari sudut ekonomi?
Tatkala di level 4 alhamdulillah tahun lalu kita berada di ranking 29 pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur dengan kondisi pertumbuhan ekonomi minus 1,7 persen. Alhamdulillah itu baik masih bisa dikendalikan meski di golongan bawah.
Strategi pemerintah yang kita lakukan dengan memberikan stimulus pada pertumbuhan ekonomi dengan segera eksekusi program-programnya. Maka dari itu program-program ekonomi dan proyek-proyek harus segera di eksekusi. Itu cara bagaimana untuk merangsang pertumbuhan ekonomi tersebut.
Alhamdulillah di kwartal pertama tahun ini Kabupaten Nganjuk pertumuhan ekonomi menjadi plus 1,19 persen. Ini dikarenakan hampir semua kabupaten/kota kondisi pertumbuhan ekonomi sebelumnya negatif dan tidak ada yang positif.
Pemikiran kita bagaimana menata ekonomi di Nganjuk bisa tumbuh, dan salah satunya dengan gerakan teplekan Wong Nganjuk Peduli Dampak Covid-19.
Gerakan Teplekan itu memberi manfaat baik dari sisi sosial dan sisi ekonomi di mana teplekan itu setelah diuangkan nilainya mencapai Rp 1,2 miliar dan itu murni dari warga.
Uang teplekan harus disalurkan dan diberikan dalam bentuk barang atau mungkin berupa sembako. Dan, pengadaannya tidak boleh beli dari toko besar besar seperti dari grosir atau bulog dan swalayan.
Tetapi pengadan barang harus dibeli dari toko kecil kelontong milik masyarakat, sehingga ekonomi rakyat kecil bisa mulai digerakkan dari manfaat gerakan teplekan tersebut.
Apalagi di Kabupaten Nganjuk dari PDRB sumbangan sektor pertanian capai 31 persen, sehingga daerah dengan basik pertanian maka pertumbuhan ekonominya bisa terkendali dan Nganjuk diuntungkan dari itu.
Kang Marhaen, pernah jadi penyintas Covid-19. Bisa cerita apa yang Kang Marhaen rasakan dan alami ketika terpapar Covid-19, sehingga orang makin yakin Covid-19 itu bukan cerita kaleng-kaleng atau cerita kosong.
Begini, mulai Desember 2020 dan memasuki bulan Januari 2021 hingga Februari perkembangan Covid-19 di Nganjuk cukup banyak. Waktu itu --tapi jangan ditiru apa yang saya lakukan ya--, saya sebagai salah satu pemimpin di Nganjuk memikirkan rakyat tiap hari.
Apalagi yang namanya mobil ambulans berseliweran di depan mata. Dan waktu itu saya juga tidak tahu seperti reflek saja bedoa, ya Allah, tolong jangan rakyat saya yang sakit (kang marhaen teringat dan terharu dengan meneteskan air mata) biar saya saja yang sakit.
Sehabis salat Maghrib saya doa seperti itu. Memang saya sebagai pemimpin tidak boleh senang. Saya harus merasakan apa yang dirasakan oleh rakyat saya. Maka manakala pertambahan covid yang banyak itu, saya berdoa itu.
Baru sadar dan kembali berdoa, ya Allah kok saya berdoa seperti itu. Dan, alhamdulillah doa saya itu terkabulkan dan saya kena Covid-19 beserta isteri dan dua anak saya sehingga empat orang keluarga terkena covid.
Memang saya sakit Covid-19, tapi anak dan istri OTG (orang tanpa gejala). Kalau saya punya komorbid darah tinggi, gula tinggi, kolesterol. Saya dirawat di RSUD Kertosono kurang lebih tujuh hari. Kemudian sempat drop dan dibawa ke RSUD Dr Soetomo Surabaya.
Waktu sakit itu merasakan napas sesak, gula darah tinggi, tensi tinggi. Setiap hari mendapatkan suntik lima kali, dapat vitamin, kemudian menerima donor plasma konvalesen hingga dua kali. Ada semacam pikiran saya, Ya Allah yang namanya sakit seperti ini seolah sudah berhadapan dengan Allah.
Saya merasakan yang namanya pangkat dan jabatan serta uang banyak serasa tidak dibutuhkan. Itu yang saya alami dan terus berdoa, Ya Allah sembuhkan saya. Dan alhamdulillah setelah delapan hari dirawat meski sempat drop bisa sembuh.
Makanya saya selalu katakan pada masyarakat Nganjuk, kalau kita punya komorbid luar biasa. Pengalaman saya betul diperhatikan, yang namanya sehat itu mahal. Oksigen selama ini hidup gratis ternyata mahal saat sakit Covid-19. Untuk itu saya selalu ajak "ayo prokes".
Apalagi gelombang kedua dengan varian delta itu cukup cepat sekali. Terlebih sekarang ini anak muda bisa sakit tiga empat hari hingga bisa meninggal. Makaya selalu hati-hati, pesan Pak Presiden memang harus selalu hati-hati.
Alhamdulillah berkat kerja sama Forpimda. Mulai Kapolres, Dandim, Kajari, Ketua PN, Ketua DPRR dalam penanganan Covid-19 selalu kompak. Kita harus satu, kompak dan skema harus tepat.
Sebagai penyintas Covid-19, apakah Kang Marhaen juga tertarik menjadi pendonor plasma konvalesen?
Iya, saya sudah menjadi pendonor plasma konvalesen. Saya selamat menerima donor, sekarang menyelamatkan dengan sebagai pendonor plasma konvalesen.
Dalam kondisi pandemi kita harus peduli dan empati pada orang lain. Menumbuhkan gotong royong. Termasuk dalam rangka ekonomi, gerakan membeli produk makanan dari tetangga.
Saya akan selalu bersama masyaraakat yang selama empat semester tidak gajian. Alhamdulillah ASN dan semuanya kompak dalam gerakan teplekan, termasuk masyarakat komunitas dan ormas di Nganjuk karena itu program bersama.
Sedikit ke soal lain Kang Marhaen, ada data menarik di Nganjuk sampai bulan november 2020 angka perceraian mencapai 1.674 dengn estimasi setiap bulan ada 215 orang cerai. kemungkinan besar karena faktor ekonomi. Bagaimana merespons kondisi tersebut?
Memang, perceraian itu kebetulan saya ditugasi Bupati Nganjuk Mas Novi untuk penyelesai perceraian di ASN. Di ASN cenderung perceraian dari guru, dan rata-rata penggugatnya perempuan. Termasuk di masyarakat umum juga. Saya diskusi dengan Ketua Pengadilan Agama, Kemenag.
Angka perceraian di Nganjuk cukup tinggi dan itu betul karena faktor ekonomi yang utama. Dan itu yang menjadi tantangan kita sehingga bagaimana kita bisa menyejahterakan masyaraakt termasuk di Nganjuk dan itu PR kita.
Dari data kurang lebih ada 67 persen perceraian yang menggugat wanita, sehingga pemberdayaan gender kita memang berhasil, tapi itu ada dari sisi negatif juga.
Misalnya guru karena sertifikasi, pemerintah juga harus hati-hati juga tatkala guru perempuan punya bergaining power yang tinggi maka sebagai pria bisa diintervensi. Kita harus hati-hati juga soal itu.