Biodata Ki Manteb Soedharsono Dalang 'Ancen Oye' yang Meninggal Dunia Hari ini 2 Juli, Trah Seniman

Berikut ini profil dan biodata Ki Manteb Soedharsono, dalang wayang kulit yang meninggal dunia di Karangpandan, Karanganyar, Jawa Tengah, Jumat (2/7/2

Editor: Musahadah
dok.surya/tribunnews
KI Manteb Soedharsono, dalang kondang yang meninggal dunia karena Covid-19, Jumat (2/7/2021). Berikut ini profilnya. 

SURYA.CO.ID - Berikut ini profil dan biodata Ki Manteb Soedharsono, dalang wayang kulit yang meninggal dunia di Karangpandan, Karanganyar, Jawa Tengah, Jumat (2/7/2021) pukul 10.00 WIB.

Ki Manteb Soedharsono meninggal dunia setelah didiagnosa terpapar Covid-19.

Kondisi Ki Manteb Soedharsono cukup berat setelah didiagnosa terpapar Covid-19 karena memiliki komorbid paru-paru.  

Hal ini diakui rekannya, Sugeng Nugroho. 

"Beliau akan dimakamkan secara protokol kesehatan," katanya kepada TribunSolo.com.

Baca juga: Biodata Guspardi Gaus, Anggota DPR RI yang Disentil karena Tolak Karantina Sepulang dari Luar Negeri

Dikatakan Sugeng Nugroho, Ki Manteb sering berobat soal permasalahan paru-parunya.

"Beliau sering berobat soal permasalahan paru-parunya," ujar Sugeng.

Almarhum akan dimakamkan pada hari ini di kediamannya di Dusun Sekiteran, Desa Doplang, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar.

Dalam dunia pewayangan, Ki Manteb juga menjabat sebagai penasehat di organisasi Paguyuban Dalang Surakarta.

"Beliau salah satu senior dan guru bagi para dalang di Indonesia," terang Sugeng.

Kiprahnya dalam dunia wayang juga diabadikan dalam buku "Ki Manteb Soedarsono Pemikiran dan Karya Pedalangannya".

Bahkan, Sugeng menyampaikan, dirinya banyak menulis ide dan gagasan Ki Manteb dari balik kisah pewayangan.

"Saya menulis ide dan gagasan beliau dari balik kisah pewayangan," ungkap Sugeng.

Berikut ini profil dan biodata Ki Manteb Soedharsono: 

Pakde Karwo bersama Gus Ipul dan Ki Manteb Soedharsono saat Pagelaran Wayang Kulit dalam rangka memperingati HUT ke-72 Provinsi Jawa Timur di halaman Kantor Gubernur Jatim, Jalan Pahlawan No. 110 Surabaya, Jumat (27/10/2017) malam
Pakde Karwo bersama Gus Ipul dan Ki Manteb Soedharsono saat Pagelaran Wayang Kulit dalam rangka memperingati HUT ke-72 Provinsi Jawa Timur di halaman Kantor Gubernur Jatim, Jalan Pahlawan No. 110 Surabaya, Jumat (27/10/2017) malam (ist/Humas Pemprov Jatim)

1. Putra dalang

Ki Manteb Soedharsono lahir di Palur, Mojolaban, Sukoharjo, 31 Agustus 1948. 

Dikutip dari wikipedia, Manteb Soedharsono adalah putra seorang dalang pula, bernama Ki Hardjo Brahim.

Ia dilahirkan di Dusun Jatimalang, Kelurahan Palur, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.

Ki Hardjo Brahim adalah seniman tulen yang tidak memiliki pekerjaan lain kecuali mendalang.

Manteb sebagai putra pertama dididik dengan keras agar bisa menjadi dalang tulen seperti dirinya.

Ki Hardjo sering mengajak Manteb ikut mendalang ketika ia mengadakan pertunjukan.

Sementara itu, ibu Manteb yang juga seorang seniman, penabuh gamelan, lebih suka jika putranya itu memiliki pekerjaan sampingan.

Itulah sebabnya, Manteb pun disekolahkan di STM Manahan, Solo.

Namun sejak kecil Manteb sudah laris sebagai dalang sehingga pendidikannya pun terbengkalai.

Akhirnya, ia memutuskan untuk berhenti sekolah untuk mendalami karier mendalang.

2. Berguru ke Ki Narto Sabdo

Untuk meningkatkan keahliannya, Manteb banyak belajar kepada para dalang senior, misalnya kepada dalang legendaris Ki Narto Sabdo pada tahun 1972, dan kepada Ki Sudarman Gondodarsono yang ahli sabet, pada tahun 1974.

Pada tahun '70 dan '80-an, dunia pedalangan wayang kulit dikuasai oleh Ki Narto Sabdo dan Ki Anom Suroto.

Ki Manteb berusaha keras menemukan jati diri untuk bisa tetap eksis dalam kariernya.

Jika Ki Narto mahir dalam seni dramatisasi, sedangkan Ki Anom mahir dalam olah suara, maka Ki Manteb memilih untuk mendalami seni menggerakkan wayang, atau yang disebut dengan istilah sabet.

Ki Manteb mengaku hobi menonton film kung fu yang dibintangi Bruce Lee dan Jackie Chan, untuk kemudian diterapkan dalam pedalangan.

Untuk mendukung keindahan sabet yang dimainkannya, Ki Manteb pun membawa peralatan musik modern ke atas pentas, misalnya tambur, biola, terompet, ataupun simbal.

Pada awalnya hal ini banyak mengundang kritik dari para dalang senior. Namun tidak sedikit pula yang mendukung inovasi Ki Manteb.

Keahlian Ki Manteb dalam olah sabet tidak hanya sekadar adegan bertarung saja, tetapi juga meliputi adegan menari, sedih, gembira, terkejut, mengantuk, dan sebagainya.

Selain itu ia juga menciptakan adegan flashback yang sebelumnya hanya dikenal dalam dunia perfilman dan karya sastra saja.

Ia berpendapat jika ingin menjadi dalang sabet yang mahir, maka harus bisa membuat wayang dengan tangannya sendiri.

Karena keterampilannya dalam memainkan wayang, ia pun dijuluki para penggemarnya sebagai Dalang Setan.

3. Mulai terkenal

Ki Manteb mulai mendalang sejak kecil. Namun, popularitasnya sebagai seniman tingkat nasional mulai diperhitungkan publik sejak ia menggelar pertunjukan Banjaran Bima sebulan sekali selama setahun penuh di Jakarta pada tahun 1987.

Ketika Ki Narto Sabdo meninggal dunia tahun 1985, seorang penggemar beratnya bernama Soedharko Prawiroyudo merasa sangat kehilangan.

Soedharko kemudian bertemu murid Ki Narto, yaitu Ki Manteb yang dianggap memiliki beberapa kemiripan dengan gurunya itu.

Ki Manteb pun diundang untuk mendalang dalam acara khitanan putra Soedharko.

Sejak itu, hubungan Sudarko dengan Ki Manteb semakin akrab.

Sudarko pun bertindak sebagai promotor pergelaran rutin Banjaran Bima di Jakarta yang dipentaskan oleh Ki Manteb.

Pergelaran tersebut diselenggarakan setiap bulan sebanyak 12 episode sejak kelahiran sampai kematian Bima, tokoh Pandawa.

Ki Manteb mengaku, Banjaran Bima merupakan tonggak bersejarah dalam hidupnya. Sejak itu namanya semakin terkenal. Bahkan, pada tahun '90-an, tingkat popularitasnya telah melebihi Ki Anom Suroto, yang juga menjadi kakak angkatnya.

4. Rekor dalang 24 jam

Pada tanggal 4–5 September 2004, Ki Manteb membuat rekor dengan mendalang 24 jam tanpa henti dengan lakon Baratayudha.

Pertunjukannya ini bertempat di RRI Semarang, Jalan A. Yani 144–146 Semarang.

Berkat pementasannya ini, ia mendapatkan rekor MURI pentas wayang kulit terlama.

Dan hebatnya, meskipun telah mendalang selama 24 jam itu, dokter yang memeriksa kesehatan Ki Manteb setelah pentas menyatakan bahwa kondisi Ki Manteb sangat prima.

5. Prestasi

Berikut prestasi yang diraih Ki Manteb Soedharsono:

Pada tahun 1982 Ki Manteb menjadi juara Pakeliran Padat se-Surakarta. Prestasi tersebut membuat namanya mulai menanjak.

Tahun 1995 Ki Manteb mendapat penghargaan dari Presiden Soeharto berupa Satya Lencana Kebudayaan.

Pada awal tahun 1998 Ki Manteb menggelar pertunjukkan kolosal di Museum Keprajuritan Taman Mini Indonesia Indah, dengan lakon Rama Tambak. Pergelaran yang sukses ini mendapat dukungan dari pakar wayang STSI.

Pada tahun 2004 Ki Manteb memecahkan rekor MURI mendalang selama 24 jam 28 menit tanpa istirahat.

Tahun 2010 penghargaan “Nikkei Asia Prize Award 2010” dalam bidang kebudayaan dianugerahkan kepada Ki Manteb Soedharsono karena kontribusinya yang signifikan bagi kelestarian dan kemajuan kebudayaan Indonesia terutama wayang kulit. (tribunnews/wikipedia)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved