Kisah Unik Pemilihan Pangliman TNI Era Soeharto: Jenderal M Jusuf Latihan Baris Sebelum Pelantikan

Berikut kisah unik saat pemilihan Panglima ABRI (TNI) di era Presiden Soeharto, Jenderal M Jusuf Latihan Baris Sebelum Pelantikan

Kolase Tribun Jambi
Jenderal M Jusuf Panglima ABRI (TNI) di era Soeharto. Ada kisah unik menjelang pelantikannya 

Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Iksan Fauzi

SURYA.co.id - Pemilihan Panglima TNI jadi sorotan menjelang semakin dekatnya masa pensiun Marsekal Hadi Tjahjanto.

Siapa calon Panglima TNI selanjutnya merupakan hak prerogatif Presiden Joko Widodo untuk memilih satu di antara tiga kepala staf di TNI.

Hal ini berbeda dengan pemilihan Panglima ABRI (TNI) di era presiden Soeharto.

Pemilihan Panglima ABRI saat itu selalu berasal dari TNI AD dan tidak perlu minta persetujuan DPR.

Ada kisah unik menyangkut pemilihan Panglima TNI di kala itu, yakni ketika Jenderal M Andi Jusuf pada 1978 ditunjuk Presiden Soeharto menggantikan Jenderal TNI Maraden Panggabean.

Baca juga: Dukung Laksamana Yudo Margono, Akademisi Beber Dampak Jika Jokowi Pilih Panglima TNI dari Matra Laut

Menurut catatan Salim Said, pengamat militer Indonesia, dalam buku ‘Dari Gestapu ke Reformasi, Serangkaian Kesaksian’, Penerbit Mizan, 2013, pada saat ditunjuk sebagai Panglima TNI, M Jusuf sudah 14 tahun ditugaskan di lembaga sipil.

Seperti dilansir dari Tribunnews dalam artikel 'Jenderal M Jusuf Latihan Baris Berbaris Selama 3 Hari Sebelum Jadi Panglima ABRI'

Meski ditugaskan di lembaga sipil, tapi karier Jusuf di militer sebelumnya cukup moncer.

Pada saat itu ia berhasil mengakhiri pemberontakan Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan.

Keberhasilan Jusuf dalam memadamkan pemberontakan itu menarik perhatian Presiden Soekarno (Bung Karno) sehingga ia kemudian dipromosikan sebagai Menteri Perindustrian Ringan pada 1965, dan menjabat hingga 14 tahun kemudian.

Nasib mujur dinikmati Jusuf lewat perannya dalam mendapatkan Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) 1966 dari Bung Karno yang menjadi pintu masuk bagi Soeharto untuk meniti kekuasaan.

“Jangan-jangan Pak Jusuf sudah tidak tahu aturan baris berbaris,” bisik Salim Said kepada Letjen TNI Wijono Suyono, saat ia meliput pelantikan M Jusuf di Istana Negara, Jakarta, Maret 1978.

Selama 14 tahun Jusuf berada di luar organisasi militer, telah terjadi perubahan tata baris berbaris ABRI.

Di kemudian hari, dari Atmadji Sumarkidjo, wartawan dan penulis biografi M Jusuf, Salim Said mendapat informasi sang jenderal meluangkan waktu tiga hari untuk berlatih baris berbaris di ruang tamu rumahnya, sebelum pelantikan.

“Pengawas latihan adalah Elly Jusuf, istri M Jusuf,” tulis Salim Said.

M Jusuf kabarnya terkejut ketika ditunjuk Soeharto sebagai Penglima ABRI.

“Pak Jusuf tidak pernah bermimpi apalagi membayangkan dirinya menjadi jenderal berbintang empat dan memimpin ABRI,” ujar seorang keponakannya di Makassar kepada Salim Said setelah M Jusuf wafat.

Setelah menjabat Panglima ABRI, M Jusuf cepat menjadi populer.

Meski semua kegiatan publiknya selalu atas nama Soeharto (selalu menyampaikan salam dari Soeharto kepada para prajurit yang didatangi), kunjungan dan perhatiannya, menarik perhatian masyarakat luas.

Ketika cerita buruk mengenai Soeharto dan keluarganya mulai menyebar ke masyarakat, fokus harapan berangsur tertuju kepada M Jusuf.

Akibatnya Soeharto dikabarkan mulai agak cemas.

Rupanya M Jusuf sadar akan kondisi itu. Namun ia tidak terlalu cemas sebab ia tahu persis terus menerus dibayangi Benny Moerdani sebagai Kepala Intelijen ABRI, dan Laksamana TNI Sudomo, Panglima Kopkamtib yang juga Wakil Panglima ABRI.

M Jusuf yakin Soeharto tahu dirinya tidak melakukan hal-hal yang mengancam kekuasaan Presiden.

Setiap menghadapi hal-hal yang sensitif, M Jusuf selalu memberi perintah kepada Benny Moerdani, “Kau laporkan ini kepada Pak Harto, Ben.”

Mengetahui Soeharto sangat percaya kepada Benny Moerdani pada waktu itu, konon M Jusuf pula yang menyarankan agar Benny saja yang diangkat sebagai penggantinya.

Ternyata Benny Moerdani yang kemudian ditunjuk sebagai pengganti M Jusuf dan menjabat sebagai Panglima ABRI selama 5 tahun.

Calon Panglima TNI mengerucut Jenderal Andika dan Laksamana Yudo

Kembali lagi ke pemilihan Panglima TNi yang jadi sorotan baru-baru ini.

Sejumlah nama disebut-sebut berpeluang menjadi orang nomor satu di TNI. Namun menurut Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PDIP, Effendi Simbolon, pengganti Marsekal Hadi Tjahjanto telah mengerucut menjadi dua nama.

Terdiri KSAD Jenderal TNI Andika Perkasa dan KSAL Laksamana TNI Yudo Margono.

"Kita rujuk lagi bisa menjadi dua, dua itu KSAD dan KSAL gitu," kata Effendi saat dihubungi, Selasa, dilansir Tribunnews.

Lebih lanjut, Effendi membahas soal kemungkinan Andika menjadi Panglima TNI. Menurutnya, jika Jokowi memilih Andika sebagai Panglima TNI, maka proses pergantiannya akan berlangsung Juli 2021 bulan depan.

Pasalnya, menurut Effendi, sesuai hitung-hitungan matematis, Andika tidak akan lama menjabat sebagai Panglima TNI jika ditunjuk Jokowi.

Karena itu, jika pergantian mengikuti waktu pensiun Hadi, yakni November 2021, maka masa jabatan Andika sebagai Panglima TNI tergolong singkat.

"Kalau misalnya presiden berkehendak memutuskan Pak Andika, saatnya adalah bulan depan harus dilakukan pergantian (Panglima TNI, red)," terangnya.

Terkait hal itu, Effendi menilai Yudo Margono lebih cocok menjadi Panglima TNI jika pergantian dilakukan mengikuti masa pensiun Hadi.

Lantaran masa pensiun Yudo lebih panjang ketimbang Andika.

"Kalau plan-nya lain, misalnya menempatkan Pak Yudo, berarti prosesnya akan ada di November nanti sampai Pak Hadi pensiun," katanya.

Terlepas dari hitung-hitungan tersebut, Effendi menilai sosok yang tepat menggantikan Hadi adalah Andika.

Tak hanya prestasi akademik, Andika juga memiliki latar belakang operasi teritorial yang dibutuhkan TNI dalam menghadapi tantangan.

"Pak Andika banyak kelebihannya karena sekolah kurun 5 sampai 8 tahun ada di AS, kemudian knowledge nya bagus, know-how bagus, perfeksionis lah dia, tapi humanis juga, jadi enak sebenarnya."

"Nah figur itu memang beririsan dengan Jenderal Andika Perkasa," beber Effendi, dilansir Tribunnews.

Senada dengan Effendi Simbolon, Anggota Komisi I DPR RI lainnya Fraksi PKS, Sukamta, juga menilai Andika sebagai sosok yang tepat untuk menggantikan Hadi.

Mengutip Tribunnews, Andika dianggap cocok dengan tantangan yang tengah dihadapi saat ini, contohnya persoalan Papua.

"Pak Yudo (KSAL) cukup senior dan mampu. KSAD saat ini, Pak Andika, juga demikian."

"Memang Pak KSAD punya nilai plus yaitu pengalaman menjadi Kepala Staf yang paling lama di antara yang lainnya," kata Sukamta saat dihubungi, Selasa (15/6/2021).

"Saya kira juga cocok dengan tantangan yang dihadapi baik itu di Papua maupun di wilayah nusantara secara umum."

"Selama ini, Pak Jenderal Andika tampak sangat humanis tapi tegas. Saya kira itu tepat untuk saat ini," imbuh dia.

Pernyataan serupa juga disampaikan Pengamat Intelijen dan Keamanan, Stanislaus Riyanta.

Menurutnya, Andika menjadi figur yang tepat dan pantas untuk menggantikan Hadi sebagai Panglima TNI.

Hal ini berdasarkan rekam jejak Andika sebagai prajurit TNI.

"Dengan rekam jejak yang sudah teruji hingga jabatan KSAD, pengalaman penugasan di dalam dan luar negeri, jaringan internasional yang kuat, dan aspek intelektual/pendidikan yang unggul, menjadi modal kuat bagi Jenderal Andika Perkasa," kata Stanislaus Riyanta saat dihubungi Tribunnews, Selasa (15/6/2021).

Selain itu, keunggulan lain yang dimiliki Andika menurut Stanislaus adalah, KSAD ini punya latar belakang kemampuan dan penugasan di bidang intelijen.

Dibanding tiga pilihan yang ada (KSAD, KSAL, dan KSAU), Stanislaus menilai Andika memiliki peluang cukup besar untuk dipilih Jokowi.

Meski begitu, Stanislaus enggan berspekulasi soal pilihan Presiden Jokowi terkait pengganti Hadi. Pasalnya, menurut Stanislaus, pilihan Jokowi sangat sulit ditebak.

Ikuti Berita Seputar Bursa Calon Panglima TNI

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved