67 Preman Tanjung Perak dan Terminal yang Palak Sopir dan Naikkan Harga Tiket 400 Persen Ditangkap

Sebanyak 67 orang terduga preman ditangkap jajaran Polda Jatim di wilayah Pelabuhan Tanjung Perak, Terminal Purabaya, pangkalan truk atau bus di Gresi

Penulis: Samsul Arifin | Editor: Musahadah
surya/sugiharto
Para terduga preman diamankan Polda Jatim yang sering malak di wilayah Pelabuhan dan Terminal. 

SURYA.CO.ID, SURABAYA - Sebanyak 67 orang terduga preman ditangkap jajaran Polda Jatim di wilayah Pelabuhan Tanjung Perak, Terminal Purabaya (Bungurasih), pangkalan truk atau bus di Gresik, Sidoarjo dan Mojokerto. 

Penangkapan 67 preman itu menyusul arahan Presiden Jokowi kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo belum lama ini.

Puluhan preman ini diduga kerap melakukan pungli di wilayah-wilayah tersebut. 

Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Gatot Repli Handoko menyebutkan, para tersangka ini sering memungut pungli secara paksa atau memalak sopir bus dan truk. 

Ada juga preman yang menyaru sebagai calo tiket bus. 

Baca juga: Di Sela Memburu Ali Kalora Cs, Anggota Satgas Madago Raya Buat Haru saat Azan Anak Pertama via VC

Dalam operasinya, preman ini kerap menaikkan harga tiket bus hingga 400 persen. 

Modus menjadi calo tiket merupakan inisiatif preman yang mangkal di Terminal supaya tindakan pemalakan tidak terlihat. 

Para preman ini mencetak karcis palsu.

"Mereka cetak sendiri, kamuflase seakan akan legal. Itu termasuk pungli," ungkap perwira dengan melati emas di pundaknya itu. 

"Ada juga pemerasan kepada sopir-sopir yang melintas, ini menggunakan kekerasan," terang Kombes Gatot, Senin (14/6/2021). 

Perihal pemimpin para preman ini, Gatot memastikan masih akan terus didalami oleh polisi. 

Sehingga penangkapan tidak berhenti di 67 tersangka ini saja. 

Tak hanya menangkap pelaku, polisi juga menyita sejumlah barang bukti. 

Antara lain, senjata tajam jenis caluk, helm, jaket, uang Rp9,597 juta, tiga mobil, satu sepeda motor, 69 bendel karcis pungli, tiga buku setoran, 10 ponsel, satu botol miras dan satu kwitansi. 

Atas perbuatannya, para preman ini dijerat Pasal 49 Jo Pasal 17 Perda Jatim Nomor 2 Tahun 2020 tentang perubahan atas Perda Jatim Nomor 1 Tahun 2019 tentang penyelenggaraan Ketentraman, Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat dengan ancaman tiga bulan penjara atau denda Rp50 juta.

Preman Tanjung Priok Raup Rp 16 miliar per bulan

Ilustrasi Uang. Foto kanan : sebanyak 49 preman Tanjung Priok ditangkap aparat kepolisian setelah sehari Presiden Jokowi telepon Kapolri Listyo Sigit Prabowo. Dalam hitungan sebulan, para preman bisa meraup untung sekitar Rp 16 miliar.
Ilustrasi Uang. Foto kanan : sebanyak 49 preman Tanjung Priok ditangkap aparat kepolisian setelah sehari Presiden Jokowi telepon Kapolri Listyo Sigit Prabowo. Dalam hitungan sebulan, para preman bisa meraup untung sekitar Rp 16 miliar. (TribunJakarta/Gerald Leonardo Agustino)

Terpisah, para preman Tanjung Priok meraup untung Rp 16 miliar per bulan dari hasil memalak atau melakukan pungutan liar ( pungli) kepada para sopir kontainer.

Besaran nominal itu diketahui setelah Kapolri Listyo Sigit Prabowo memerintahkan jajarannya untuk memberantas preman di Pelabuhan Tanjung Perak sesuai arahan Presiden Jokowi. 

Tak hanya itu, aparat kepolisian juga menangkap 49 preman sehari setelah Presiden Jokowi telepon Kapolri. 

Para preman itulah yang diduga setiap hari beroperasi di Pelabuhan Tanjung Priok yang kerap memintai uang kepada para sopir kontainer 

Setidaknya, sekitar 12.000 truk angkutan barang beroperasi di Pelabuhan Tanjung Priok dan sekitarnya.

Mereka pun dihadapkan dengan preman yang menjamur di luar maupun dalam kawasan pelabuhan.

Hasil penghitungan Federasi Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia (FBTPI), uang yang dikeluarkan ribuan sopir truk untuk para pelaku pungli mencapai Rp 16,2 miliar per bulan.

Dewan Penasehat FBTPI, Ilhamsyah pun memerinci seorang sopir truk bisa mengeluarkan uang Rp 45.000 hanya untuk membayar para pelaku pungli dalam sekali ritase, setiap harinya.

Uang Rp 45.000 yang dikeluarkan sopir truk terbagi ke beberapa titik pungutan liar.

Dari garasi-garasi mengarah ke pelabuhan, para sopir truk akan menemui pak ogah yang meminta-minta uang di persimpangan jalan.

Mereka bisa kehabisan Rp 10.000 sekali ritase untuk membayar para preman yang disebutnya pak ogah tersebut.

"Kalau seandainya kita melihat, mulai dari keluar garasi, biasanya sudah ada pak ogah yang ngatur-ngatur jalan," kata Ilhamsyah di Kantor Sekretariat FBTPI, Jumat (11/6/2021).

"Untuk pak ogah pak ogah yang berada di setiap pertigaan, perempatan, belokan, itu mereka rata-rata bisa mengeluarkan sebanyak Rp 10.000 dalam satu hari," jelas dia.

Berlanjut ke dalam area depo kontainer, di mana setiap sopir truk bisa menghabiskan Rp 15.000 untuk membayar pegawai-pegawai bongkar muat.

"Mulai dari untuk sekuriti, untuk checker, untuk operator, baru nanti untuk cuci kontainer, itu dia bisa mengeluarkan Rp 15.000 dalam satu kali dia masuk depo," ucap Ilhamsyah.

Satu lagi, tambah Ilhamsyah, para sopir truk juga dihadapkan kewajiban membayar pungli sebesar Rp 20.000 di dalam pelabuhan.

"Kalau dia bongkar muat dalam pelabuhan, di dalam pelabuhan pun, khususnya intersuler (kapal antar pulau), itu bisa mencapai Rp 20.000," katanya.

Ilhamsyah menghitung, dengan jumlah tersebut, akumulasi uang yang dikeluarkan para sopir untuk membayar pungli mencapai Rp 540 juta setiap harinya.

Itu berarti, uang yang dikeluarkan para sopir truk untuk membayar pungli di sekitaran Pelabuhan Tanjung Priok mencapai Rp 16,2 miliar dalam satu bulan.

"Artinya kalau dalam sehari, 12.000 kendaraan dikali Rp 45.000, itu bisa sampai Rp 540 juta akumulasi uang yang dikeluarkan para sopir untuk bayar pungli," katanya.

"Kalau seandainya kita hitung dalam satu bulan, Rp 540 juta kita kali 30, artinya itu bisa mencapai Rp 16,2 miliar," tegas Ilhamsyah.

Alur pungli di Kawasan Pelabuhan Tanjung Priok

Polisi membeberkan alur perputaran pungutan liar (pungli) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus memaparkan, di pelabuhan tersebut, ada beberapa pos tempat pegawai melakukan pungli terhadap para sopir truk.

Yusri mencontohkan salah satu alur perputaran pungli yang dilakukan pegawai pelabuhan di depo kontainer PT GFC.

"Ini pegawai-pegawai dari mulai sekuriti. Di pos 1 Fortune (GFC) saja, di pintu masuk sekuriti, (para sopir truk) harus bayar Rp 2.000," kata Yusri di Mapolres Metro Jakarta Utara, Jumat (11/6/2021).

Setelah dari pos sekuriti, sopir truk akan melewati pos kedua, yakni di bagian survei.

Mereka juga harus membayar minimal Rp 2.000 saat melewati pos kedua tersebut, sebelum berlanjut ke pos tiga cuci dengan biaya serupa.

Dari pos tiga, sopir truk akhirnya menuju ke pos empat alias area bongkar muat.

Di sana, mereka akan dimintai uang Rp 5.000 untuk proses angkat kontainer.

Tak sampai di situ, saat keluar daei depo kontainer, sopir truk juga akan dimintai uang Rp 2.000.

"Saya ambil terkecil karena biasanya siang itu beda dengan malam karena pengawasan siang itu lebih ketat dari malam hari," sambung Yusri.

Artinya, setiap satu kendaraan minimal harus mengeluarkan uang sebesar Rp 13.000 dalam sekali memasuki area depo.

Di sisi lain, para pelaku pungli ini sudah menyiapkan wadah berupa kardus untuk menadah uang dari para sopir truk kontainer.

"Satu hari Rp 13.000 per satu kendaraan, satu hari bisa 500 kendaraan kontainer. Coba dikalikan, jadi sekitar Rp 6,5 juta yang harus dikeluarkan oleh para sopir," katanya.

Presiden Jokowi telepon Kapolri

Adapun penangkapan para pelaku pungli ini menyusul adanya keluhan dari para sopir truk kepada Presiden Joko Widodo dalam pertemuan tatap muka di pelabuhan.

Melansir dari Tribunnews, Presiden Joko Widodo langsung menelepon Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo begitu mendengar keluhan para sopir kontainer di perbatasan Dermaga Jakarta International Container Terminal (JICT) dan Terminal Peti Kemas Koja, Kamis (10/6/2021).

Para sopir tersebut mengeluhkan banyaknya pungutan liar alias Pungli dan premanisme di sekitar pelabuhan.

Awalnya Presiden mendengarkan curhatan para sopir mengenai kendala kerja di saat pandemi seperti sekarang ini.

Saat mendengar adanya beberapa sopir yang mengeluhkan maraknya pungli dan premanisme, Presiden lantas memanggil ajudannya, Kolonel Pnb. Abdul Haris.

Presiden meminta ajudannya itu menghubungi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melalui telepon.

Saat telepon tersambung, presiden langsung meminta Kapolri menyelesaikan masalah tersebut.

"Pak Kapolri selamat pagi," sapa Presiden.

"Siap, selamat pagi Bapak Presiden," jawab Kapolri di ujung telepon dikutip dari Sekretariat Presiden.

"Enggak, ini saya di Tanjung Priok, banyak keluhan dari para driver kontainer yang berkaitan dengan pungutan liar di Fortune, di NPCT 1, kemudian di Depo Dwipa. Pertama itu," jelas Presiden.

"Siap," jawab Kapolri.

"Yang kedua, juga kalau pas macet itu banyak driver yang dipalak preman-preman. Keluhan-keluhan ini tolong bisa diselesaikan. Itu saja Kapolri," ujar Presiden.

Presiden juga menegaskan bahwa dirinya akan terus mengikuti proses ini sehingga keluhan-keluhan yang disampaikan bisa diselesaikan.

"Perintahnya ke Kapolri biar semuanya jelas dan bisa diselesaikan di lapangan. Nanti akan saya ikuti proses ini. Kalau keluhan-keluhan seperti itu tidak diselesaikan, sudah pendapatannya sedikit, masih kena preman, masih kena pungli, itu yang saya baca di status-status di media sosial. Keluhan-keluhan seperti itu memang harus kita selesaikan dan diperhatikan," tandasnya. (Tribun Jakarta)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved