Berita Surabaya
Mami Vera Ceritakan Kisah Jatuh Bangunnya Mengurus Anak-anak yang Terjangkit HIV/AIDS di Surabaya
Lilik Sulistyowati menghabiskan sepanjang hidupnya menjadi aktivis HIV/AIDS. Pengabdian itu dilakukan sejak tahun 1994 hingga kini.
Penulis: Firman Rachmanudin | Editor: Cak Sur
"Kami sangat prihatin melihat kondisi penyandang HIV/AIDS, terutama di Indonesia. Stigma negatif dan diskriminasi sosial memicu para penyandang HIV/AIDS ini tak memiliki tempat di masyarakat secara baik dan layak," ujar Kevin.
Hal itu dibuktikan saat ia datang ke Yayasan Abdi Asih dan melihat langsung kondisi lima anak yang dirawat setelah menjadi yatim piatu karena HIV/AIDS.
"Kami tahu, banyak sekali orang yang peduli terhadap bantuan korban bencana alam, beri bantuan untuk ini itu,tapi jarang melihat survivor HIV/AIDS sebagai katagori yang layak dibantu. Anak-anak disini sangat memprihatinkan. Sebagian mereka ada yang sakit liver, ginjal dan lain-lain. Sangat butuh bantuan sekali," imbuhnya.
Hal serupa juga disampaikan Grady Letik, ia mengajak kepada para anak milenial terutama influencer untuk menyuarakan kepedulian terhadap survivor HIV/AIDS seperti di Yayasan Abdi Asih ini.
"Kalau cerita ibu (Lilik), beliau masih harus ngontrak rumah untuk yayasan ini yang nilainya hampir 100 juta per dua tahun. Beliau hanya mengandalkan pemasukan dari para dermawan yang makin hari makin tidak menentu. Maka dari itu, kami mengajak kawan-kawan influencer milineal untuk mengangkat isu HIV ini agar lebih nanyak orang yang peduli, bukan hanya soal materiil tapi juga dukungan moril kepada survivor HIV/AIDS tanpa diskriminasi," katanya.
Dalam kunjungan itu, dua pengusaha muda tersebut membawa bingkisan berupa sembako dan keperluan lainnya untuk operasional yayasan.
Selain itu, mereka juga akan berkomitmen menjadi donatur tetap untuk Yayasan Abdi Asih dengan memberikan bantuan sesuai kebutuhan yayasan tersebut.