Nasib Dosen Unej Cabuli Keponakan yang Dirawat Sejak Kecil, Jabatan Dicopot, Kini Mau Ditahan Polisi
Begini nasib dosen Unej (Universitas Jember) berinisial RH diduga mencabuli ponakan yang dirawatnya sejak kecil.
Penulis: Sri Wahyunik | Editor: Musahadah
SURYA.CO.ID - Begini nasib dosen Unej (Universitas Jember) berinisial RH diduga mencabuli ponakan yang dirawatnya sejak kecil.
Dosen Unej itu telah dicopot dari jabatannya sebagai Koordinator Program Magister (S-2) Program Studi Ilmu Administrasi FISIP Universitas Jember.
Tak cuma itu, RH juga terancam ditahan oleh Unit PPA Satuan Reserse dan Kriminal (Satreskrim) Polres Jember.
Rencana penahanan itu diungkapkan Kepala Unit PPA Satreskrim Polres Jember Iptu Dyah Vitasari, Selasa (20/4/2021).
Baca juga: Kontak Pengaduan THR 2021 Langsung ke Kemnaker Via Online hingga Telepon, ini Jadwal Pencairannya
Baca juga: Pertama di TNI AD, Jenderal Andika Perkasa Resmikan Penjara Militer Super Ketat, ini Kelebihannya
Menurutnya, saat ini pihaknya terus melengkapi berkas penyidikan kasus pencabulan setelah gelar perkara penetapan tersangka.
"Kami sudah melakukan gelar perkara tentang penetapan tersangka. Dari gelar perkara itu, ada beberapa petunjuk yang harus kami lengkapi. Itu sedang kami lengkapi sampai optimal dan maksimal," tegas Kepala Unit PPA Satreskrim Polres Jember Iptu Dyah Vitasari, Selasa (20/4/2021).
Salah satu petunjuk yang dilengkapi adalah pemberkasan keterangan saksi ahli yakni psikiater yang memeriksa korban.
"Kami melengkapi administrasi penyidikan sampai ke tahapan final. Jika sudah fix dan lengkap, juga ada persesuaian antara pihak, tentunya akan dilakukan tahapan selanjutnya, sampai penahanan," tegas Vita.
Jabatannya Dicopot
Wakil Koordinator Bidang Humas Universitas Jember Rokhmad Hidayanto mengatakan, Rektor Unej Iwan Taruna telah membentuk tim pemeriksa kasus tersebut.
"Tim ini sedang bekerja mengumpulkan bukti-bukti tentang dugaan pelanggaran disiplin PNS tersebut.
Berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh dan mengingat ancaman hukumannya disiplin tingkat berat, sesuai pasal 27 PP No 53 tahun 2010 maka Tim Investigasi/Tim Pemeriksa memberikan rekomendasi kepada Rektor untuk membebastugaskan sementara RH dari jabatannya sebagai Koordinator Program Magister (S-2) Program Studi Ilmu Administrasi FISIP Universitas Jember," ujar Didung, panggilan akrab Rokhmad Hidayanto.

Rekomendasi tim pemeriksa itu, lanjut Didung, langsung direspon oleh Rektor Unej Iwan Taruna dengan mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 6954/UN25/KP/2021 tentang pembebasan sementara dari tugas jabatan Koordinator Program Magister (S-2) Program Studi Ilmu Administrasi Fisip Universitas Jember.
Pembebastugasan sementara tersebut dalam rangka mendukung kelancaran pemeriksaan oleh Tim Investigasi/Tim Pemeriksa.
Selain itu juga dilatarbelakangi perkembangan status hukum RH yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polres Jember.
Pembebastugasan sementara ini berlaku sampai dengan ditetapkannya hukuman disiplin PNS.
Jika terbukti sebagai pelanggaran berat maka hukuman terberatnya bisa sampai dengan pemberhentian sebagai PNS.
"Dalam hal ini Tim Investigasi/Tim Pemeriksa masih terus bekerja dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya agar bisa memberikan rekomendasi yang cepat dan tepat," lanjut Didung.
Didung menambahkan, dekan Fisip juga berkomitmen untuk sementara RH tidak memberikan bimbingan tugas akhir maupun menguji tugas akhir. Tugas membimbing mahasiswa ataupun menguji tugas akhir, imbuhnya, dialihkan kepada dosen lain.
Seperti diketahui, RH sudah ditetapkan tersangka kasus pencabulan.
Oknum dosen Unej membungkus perbuatannya dengan alasan melakukan terapi kanker payudara kepada keponakan yamg masih berusia 16 tahun.
Terapi kanker payudara abal-abal itu berbuntut tindakan pelecehan terhadap korban.
RH ditetapkan tersangka setelah polisi berhasil mengungkap lebih dari dua alat bukti dan seusai menggelar perkara.
Hal ini dipastikan Kanit PPA Satreskrim Polres Jember Iptu Dyah Vitasari, Selasa (13/4/2021).
"Statusnya sudah ditingkatkan menjadi tersangka. Gelar perkara sudah selesai, dan ada kesesuaian antara keterangan saksi dan hasil visum psikiatri," ujar Iptu Dyah Vitasari, Selasa (13/4/2021).
Dalam perkara itu, kata Vita, pihaknya mengantongi beberapa alat bukti yakni keterangan saksi, keterangan ahli, juga hasil psikiatri.
Penyidik menerapkan Pasal 82 ayat (2) Jo Pasal 76E UU RI No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perpu No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan kedua atas UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Tersangka Kooperatif
Sementara itu, Pengacara RH, Ansorul Huda mengatakan kliennya akan kooperatif menjalani proses hukum yang sedang berjalan di Polres Jember. "Kami tegaskan, klien kami akan kooperatif dalam mengikuti semua proses. Tidak akan menghalangi prosedur hukum yang berlaku," ujar Ansorul.
Dia juga menyatakan dari awal, kliennya sudah berkomitmen ingin menyelesaikan persoalan tersebut secara kekeluargaan.
Sebab, pelapor kasus itu adalah keponakan RH.
"Apalagi klien kami sudah merawat keponakannya sejak masih kecil," ujar Huda.
Korban apresiasi polisi
Sedangkan Kuasa Hukum korban, Yamini mengapresiasi kinerja penyidik Polres Jember yang terbilang cepat. "Sudah ada penetapan tersangka. Tentunya kami akan terus mengawal kasus ini," ujar Yamini.
Seperti diketahui, selama ini korban tinggal di rumah oknum dosen tersebut karena sedang menempuh pendidikan SMA di Jember.
Korban membuka perbuatan sang paman melalui unggahan status di media sosial.
Meski tidak menyebut nama sang paman, tetapi dia mengajak para korban pelecehan seksual untuk berani bicara. Status itu diketahui oleh ibu korban.
Korban akhirnya mengakui perbuatan sang paman kepada sang ibu. Pengakuan itu berbuntut pada pelaporan polisi. Pencabulan itu memakai modus terapi kanker payudara oleh sang paman kepada keponakan.
"Karena perbuatan om-nya itu bukan sekali, tetapi sudah dua kali. Ini tidak bisa dibiarkan. Kami ingin ada efek jera, supaya kasus serupa tidak terjadi lagi," tegas ibu korban.
Banjir dukungan virtual

Sejumlah orang yang tergabung dalam Koalisi Tolak Kekerasan Seksual menggelar aksi secara virtual untuk menyuarakan penolakan terhadap segala bentuk kekerasan seksual, Selasa (13/4/2021).
Aksi itu dilatarbelakangi kasus pencabulan dosen Universitas Jember berinisial RH terhadap keponakannya.
Trisna Dwi Yuni Aresta dari Koalisi Tolak Kekerasan Seksual mengatakan, aksi virtual itu sebagai bentuk pengawalan terhadap penanganan kasus tersebut.
"Kami terus mendorong penanganan kasus ini, baik di tingkat kepolisian, maupun internal Universitas Jember. Melalui aksi ini kami juga mengajak para penyintas kekerasan seksual untuk berani berbicara, speak-up," ujar Trisna.
Trisna menambahkan, aksi virtual itu diikuti oleh ratusan orang, baik dari Jember maupun luar Jember.
Aksi itu, lanjutnya, juga sebagai bentuk dukungan atas penanganan kasus keponakan yang dicabuli oleh sang paman yang juga oknum dosen Unej.
Trisna menambahkan, pihak Unej sendiri juga harus memiliki peraturan tentang penanganan kekerasan. Trisna mencontohkan perguruan tinggi negeri lain di Jawa Timur, yang telah memiliki Peraturan Rektor tentang penanganan kekerasan dan perundungan.
"Unej seharusnya punya Peraturan Rektor perihal itu. Apalagi, kasus ini bukan yang pertama, sudah kasus kesekian kalinya," tegasnya.
Sedangkan Eri Andriani dari STAPA Center mendukung aksi penolakan terhadap segala bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual tersebut.
"Kami mendukung aksi ini. Kami meminta ada penanganan tegas terhadap kasus ini. Kepada Unej, kami juga meminta Unej sebagai salah satu perguruan tinggi ternama di Jember, juga Indonesia, memiliki prosedur penanganan kasus kekerasan seksual. Juga kampus harus bisa menjamin keamanan mahasiswa atau civitas akademikanya dari predator seksual. Karena ini sudah kesekian kalinya ini terjadi lagi. Kalau tidak ada jaminan, tentunya orang tua akan berpikir ulang untuk menyekolahkan anaknya ke kampus tersebut," tegas Eri dalam pernyataan dukungannya.
Dukungan terhadap penanganan kasus tersebut juga disampaikan oleh Mahasiswa Unej, Rizky PL yang juga aktivis dari Lingkar Belajar Feminis Pasuruan. Dia meminta ada penanganan tegas terhadap kasus tersebut.
Dia juga meminta kepada pihak-pihak tertentu tidak melakukan intervensi terhadap siapapun yang ingin kasus tersebut diungkap dan ditegakkan secara adil.
"Saya mengutuk keras upaya perlindungan kepada pelaku kekerasan seksual. Karena saat saya share pamflet aksi ini, ada relasi kuasa dari organisasi saya di kampus untuk menghapus, jadi ada upaya-upaya untuk melindungi pelaku. Karena menilai ini masih keluarga sendiri," tegasnya.