Jokowi Harus Tegur Moeldoko Jika Tak Mau Dianggap Memberi Restu, Pengamat: KSP Bukan Alat Politik

Setelah ditetapkan sebagai ketua umum (Ketum) Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) di, nasib Moeldoko sebagai Kepala Kantor Staf Presiden

Editor: Musahadah
Kolase, Tribunnews.com/Kompas.com
Jenderal (Purn) Moeldoko dipilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat versi KLB Sibolangit. Dia terpilih secara aklamasi meski tak hadir di ruang KLB Demokrat di Sibolangit. Pengamat meminta Jokowi menegur Moeldoko atas manuver politiknya. 

SURYA.CO.ID - Setelah ditetapkan sebagai ketua umum (Ketum) Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) di, nasib Moeldoko sebagai Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) banyak dipertanyakan. 

Sejumlah pengamat meminta Presiden Jokowi menegur Moeldoko yang telah bermanuver, menunggangi Partai Demokrat yang tengah berkonflik untuk bisa menduduki posisi Ketum Demokrat. 

JIka hal itu tidak dilakukan Jokowi, maka bisa jadi akan dianggap kurang peduli terhadap pembangunan partai politik. 

Hal ini diungkapkan Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P-LIPI) Firman Noor.

"Ini mengarah pada kualitas kenegarawan penghuni Istana (Presiden Jokowi), saya kira kalau memang orang yang percaya pada pembangunan parpol secara legal dan bermartabat harusnya ditegur, karena ini akan jadi preseden yang tidak baik ke depan," kata Firman saat dihubungi Kompas.com (grup surya.co.id), Jumat (5/3/2021).

Biodata Mayjen TNI Rudianto Mantan Komandan Grup 1 Kopassus TNI AD yang Melesat Jadi Panglima Kodam

Baca juga: Darmizal, Aktor Naiknya Moeldoko di KLB, Lihat Sepak Terjangnya, Jadi Ketua Relawan Jokowi

Menurut Firman, manuver Moeldoko untuk menduduki jabatan di Partai Demokrat sudah terbaca sejak awal munculnya kisruh di internal partai itu. 

Ia menilai, tindakan yang dilakukan Moeldoko sangat tidak etis dalam perpolitikan nasional.

Namun demikian, ia memahami bahwa kesalahan tersebut tentu tidak hanya dari Moeldoko, tetapi pihak internal partai yang membuka jalan untuk mantan Panglima TNI tersebut.

"Untuk pak Moeldoko jangan begitu lah, seharusnya ya tidak memanfaatkan kekisruhan rumah tangga orang, sebetulnya sangat tidak etis begitu," ucap dia.

Selain itu, Firman menilai, Moeldoko tidak menunjukkan sikap kenegarawanannya untuk berupaya mendirikan partai politik sendiri guna memperjuangkan visi dan misi.

Moeldoko, kata dia, lebih memilih untuk membajak partai politik yang sudah ada.

"Dia (Moeldoko) lebih baik beli jadi atau membajak kalau saya bilang dengan pendekatan yang uang yang bergayung sambut dengan harus diakui ini kesalahan internal Partai Demokrat juga," tutur Firman.

Lebih lanjut, Firman merasa heran dengan terhadap KLB Partai Demokrat yang mayoritas kader memilih dipimpin oleh Moeldoko, ketimbang dipimpin kader partai sendiri.

Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko. Foto kanan : Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Moeldoko dituding sebagai pejabat negara yang akan kudeta AHY. Namun, mantan Panglima TNI itu menganggap tudingan tersebut dagelan dan lelucon.
Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko. Foto kanan : Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Moeldoko dituding sebagai pejabat negara yang akan kudeta AHY. Namun, mantan Panglima TNI itu menganggap tudingan tersebut dagelan dan lelucon. (Kolase Kompas.com)

Pengamat: Kalau Mendiamkan, Bisa Ditafsirkan Memberi Restu

Hal serupa disampaikan pengamat politik Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam. 

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved