Citizen Reporter
Mengenal Pisang FHIA-17, Pisang Super Bertandan 2 Meter di Dampit Malang
Kelompok Sumber Tani Desa Simomulyo, Dampit, Kabupaten Malang, berusaha untuk mengenalkan bibit pisang FHIA-17 ke seluruh Indonesia.
Fariz Ilham Rosyidi
Mahasiswa Ilmu Sejarah
Universitas Airlangga
Anggota Komunitas Pisang Indonesia
SURYA.co.id - Hari Mujiantoro, seorang petani pisang asal Dampit, Kabupaten Malang, tampak sibuk mem-posting bibit pisang di media sosial.
Ia bersama Kelompok Sumber Tani Desa Simomulyo, berusaha untuk mengenalkan bibit pisang FHIA-17 ke seluruh Indonesia.
Pisang FHIA-17 atau Fundacion Hondurena de Investigacion Agricola, adalah pisang unggul hasil introduksi dari Honduras, Amerika Tengah.
Pisang itu kali pertama ditemukan sekitar pada 1989 dari hasil persilangan antara varietas ome dwarf dengan hibrida sintetis.
Menurut keterangan Hari, bibit pisang itu didapat dari daerah Sumatra yang dikenalkan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Malang sebagai percontohan.
Awalnya, bibit pisang itu sempat ditolak masyarakat karena mereka tidak mengetahui bagaimana penanaman dari perbanyakan kultur jaringan.
Namun, lambat laun masyarakat sudah bisa membudidayakannya secara mandiri.
Priyono, ketua kelompok tani mengungkap, jika penanaman pisang FHIA-17 itu sangatlah mudah.
Cukup menyiapkan lubang tanam berukuran panjang 50 cm, lebar 50 cm, dan kedalaman 50 cm dengan jarak tanam 3 x 3 meter.
Setelah itu, lubang tanam diberi pupuk kandang hasil fermentasi.
Setiap tiga bulan sekali, ditambahkan nutrisi berupa pupuk ZA dan NPK mutiara.
“Setelah 10 bulan masa tanam, biasanya akan keluar jantung pisangnya. Pada bulan ke-12 sampai bulan ke-15, pisangnya sudah bisa di panen,” ungkapnya, Selasa (16/2/2021).
Yang istimewa dari pisang ini adalah buahnya yang besar dengan panjang tandan 1,5 meter hingga 2 meter.
Jumlah sisirnya pun lebih banyak daripada pisang pada umumnya.
Pisang FHIA-17 memiliki 12-20 sisir.
Menurut pengalaman Hari, pemasaran pisang itu mengikuti kualitas buah yang dihasilkan.
Biasanya dihargai sekitar Rp 100.000 sampai Rp 450.000 per tandan.
“Penjualan buah paling laku ya di Jawa Timur dan Bali. Akan tetapi, kalau bibit ya sudah se-Indonesia. Meski demikian, itu masih skala lokal karena dikelola secara swadaya,” kata Hari.
Permasalahan yang dihadapi Hari dan kelompok taninya adalah marketing.
Dia selalu berharap ada perusahaan besar yang mau diajak bekerja sama untuk memasarkan hasil pisang FHIA-17.
Menurutnya pisang FHIA-17 adalah pisang unggul yang layak masuk jajaran pasar modern sampai ke minimarket.
Permasalahan kedua menurut Hari adalah perlunya pelatihan dari pemerintah untuk menjembatani antara petani dan pihak-pihak terkait.
Itu karena Hari dan kelompok taninya sudah berhitung, ke depannya potensi budidaya pisang FHIA-17 itu besar karena dapat berdampak luar biasa untuk kesejahteraan petani Indonesia.
“Kami berharap ada kerja sama (perusahaan) seperti di Lampung. Demikian juga pemerintah mau membantu kami entah itu berupa pelatihan atau kebijakan yang sekiranya membantu pengelolaan pisang ini,” ungkapnya
Jika kerja sama dan bantuan pemerintah terwujud, para petani akan beremangat.
Mereka sudah memiliki lahan yang siap ditanami pisang FHIA-17.