Berita Jember
Saat Donasi Pakaian Bekas untuk Korban Banjir di Jember Malah Menjadi Masalah Baru
Banjir bandang akibat luapan Sungai Bedadung pada 29 Januari 2021, rupanya menimbulkan masalah baru
Penulis: Sri Wahyunik | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID, JEMBER - Banjir bandang akibat luapan Sungai Bedadung pada 29 Januari 2021, rupanya menimbulkan masalah efek samping. Satu di antaranya adalah menumpuknya 'sampah' baju.
Ya, donasi pakaian layak pakai dari warga kini menimbulkan persoalan baru. Sebab, pakaian tersebut menumpuk, sementara warga terdampak banjir sudah tidak lagi membutuhkan bantuan pakaian lagi.
Fenomena seperti ini kerap terjadi di beberapa daerah dilanda bencana. Fenomena tersebut juga terjadi saat banjir bandang Sungai Bedadung dua pekan lalu.
Ketika banjir melanda, sampai maksimal dua hari, warga memang membutuhkan pakaian layak pakai. Karena ketika banjir menerjang, Jumat (29/1/2021) malam, telah menghanyutkan pakaian atau membuat basah seluruh barang termasuk pakaian di rumah warga terdampak.
Dari pengamatan SURYA.CO.ID, warga membutuhkan uluran tangan dalam bentuk pakaian layak pakai hingga Minggu (31/1/2021). Setelahnya, pakaian bukan menjadi barang utama yang dibutuhkan warga.
Namun, bantuan yang berdatangan, masih ada dalam bentuk pakaian. Walhasil, di sejumlah posko penanganan banjir Sungai Bedadung, pakaian tersebut menumpuk.
Seperti yang terjadi di Kantor Kelurahan Kepatihan Kecamatan Kaliwates, maupun di posko kecil yang berdekatan dengan lingkungan terdampak.
Pakaian yang terlanjur sudah masuk ke posko penanganan banjir, tidak mungkin ditolak. Di sisi lain, kebutuhan warga akan pakaian sudah tercukupi. Di sisi lain pula, tidak mungkin pakaian itu dibuang.
Bank Klambi Sobung Sarka yang akhirnya ketiban puluhan bungkus pakaian hasil sumbangan warga tersebut. Sejak pekan lalu, pakaian hasil donasi itu diambil dari posko penanganan banjir, atau juga ada warga yang mengirimkannya ke bank klambi.
Bank Klambi Sobung Sarka yang berada di Jl Letjen S Parman mau tidak mau menampung limpahan baju tersebut.
"Kalau dibuang akan jadi masalah lagi, akan jadi sampah. Harus diakui, kadang kala saat bencana begini, jadi ajang membuang baju bagi sebagian orang, atau membersihkan lemari," ujar Nurul Hidayah, pengelola Bank KLambi Sobung Sarka kepada SURYA.CO.ID.
Ketika SURYA.CO.ID berkunjung ke Bank Klambi Sobung Sarka, Senin (8/2/2021), Cak Oyong panggilan akrab Nurul Hidayah, tampak sedang memilah pakaian. Ruangan lantai 1 bank klambi yang memanjang dipenuhi tumpukan baju.
"Semua ini baju donasi dari masyarakat untuk warga terdampak banjir Sungai Bedadung. Hanya satu kejadian banjir itu saja, sudah segini," imbuhnya.
Bank Klambi Sobung Sarka memang menerima pakaian layak pakai dari warga. Hal itu sebagai upaya untuk meminimalkan sampah, dalam hal ini sampah baju. Sobung Sarka sendiri berarti tidak ada sampah, dalam bahasa Madura.
Baju yang diterima kemudian dipilah. Baju yang layak pakai akan disumbangkan kepada warga, termasuk warga terdampak bencana. Sedangkan, pakaian yang tidak layak akan didaur ulang.
Sebelum banjir bandang melanda warga di sekitar Sungai Bedadung, akhir Januari lalu, bank klambi tersebut sedang kosong pakaian.
Sehingga, pengelola bank klambi sempat woro-woro menerima donasi pakaian layak pakai. Tetapi di luar dugaan, persoalan muncul dari donasi pakaian kepada warga terdampak banjir yang disalurkan melalui posko penanganan bencana, maupun kepada warga terdampak langsung.
Belakangan, akhirnya pakaian donasi warga yang tidak terpakai itu dilimpahkan ke Bank KLambi Sobung Sarka. "Dan ternyata jumlahnya tidak sedikit," imbuh Cak Oyong.
Dari Posko Penanganan Bencana Bedadung di Kantor Kelurahan Kepatihan saja, bank klambi mengambil tiga pick-up pakaian. Belum lagi, pakaian yang dikirim sendiri oleh warga melalui relawan ke bank klambi. Total jika diangkut, ada sekitar delapan mobil bak terbuka, pakaian hasil donasi yang akhirnya dikirim ke bank klambi.
"Ternyata juga tidak semua pakaian itu layak pakai. Banyak di antaranya yang 'reject' alias tidak layak. Akibatnya, kami keteteran menyortasi baju-baju ini," tegas aktivis di bidang persampahan tersebut.
Pengelola Bank Klambi Sobung Sarka bersama sejumlah relawan, sudah sepekan ini terus memilah pakaian hasil donasi tersebut. Pakaian dipilah berdasarkan, antara lain, kelompok pakaian wanita dewasa, pakaian anak, pakaian laki-laki, jilbab, juga pakaian tidak layak.
Cak Oyong menyebutkan kriteria pakaian tidak layak pakai antara lain, berlubang/sobek, kusam/berjamur/bernoda, kancing copot, pakaian dalam, juga seragam.
Saat Surya berkunjung ke bank klambi, memang ada beberapa lembar pakaian dalam pria, anak, juga bra bekas yang ikut disumbangkan. Pakaian tidak layak pakai itu akhirnya harus dicacah.
"Pakaian yang masih layak pakai, nanti akan kami salurkan lagi kepada yang membutuhkan. Sedangkan yang 'reject' ada yang kami cacah untuk isian tempat duduk, juga ada yang kami daur ulang menjadi keset, lap, atau juga jampel (penahan panas untuk memasak)," imbuhnya.
Cak Oyong juga sudah berkoordinasi dengan komunitas relawan di Jember, dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jember, juga Tagana Dinas Sosial, jika ada warga terdampak bencana membutuhkan pakaian layak pakai, untuk menghubungi Bank Klambi Sobung Sarka.
"Sudah saya kabari supaya mengambil di sini saja, karena sudah kami pilah. Dan kami minta, supaya tidak membuka donasi dalam bentuk pakaian layak pakai," lanjutnya.
Kepada masyarakat yang hendak menyumbang pakaian, pesan Cak Oyong, untuk sebaiknya benar-benar memilah pakaian. Lebih baik lagi, lanjutnya, pakaian yang didonasikan adalah pakaian baru.
"Jangan bencana dijadikan ajang membuang pakaian," pungkasnya.