4 Fakta Persembunyian Ali Kalora Cs Sehingga Sulit Ditangkap, Ada di 3 Kabupaten di Sulawesi Tengah
Inilah rangkuman fakta tentang daerah persembunyian Ali Kalora Cs yang membuatnya sulit ditangkap. Berada di 3 kabupaten di Sulawesi Tengah
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Adrianus Adhi
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Adrianus Adhi
SURYA.co.id - Inilah rangkuman fakta tentang daerah persembunyian Ali Kalora Cs yang membuatnya sulit ditangkap.
Daerah persembunyian kelompok teroris Ali Kalora diduga berada di 3 kabupaten di Sulawesi Tengah.
Kondisi geografis ketiga kabupaten tersebut sangat mendukung persembunyian para anggota Mujahidin Indonesia Timur (MIT).
Baca juga: UPDATE Ali Kalora Cs Masih Diburu TNI-Polri, Pengamat Sebut Penangkapan Teroris Kini Lebih Humanis
Baca juga: Kehebatan 3 Pasukan Khusus TNI Pemburu Ali Kalora Cs, Mampu Buru Pasukan Gerilya Lawan Sampai Tuntas
Terlebih lagi mereka cukup menguasai medan.
Berikut rangkuman fakta tentang daerah persembunyian Ali Kalora Cs.
1. Medan gunung berlapis-lapis
Kepala Staf Presiden Moeldoko menjelaskan, salah satu faktor penyebab kelompok teroris Ali Kalora sulit ditumpas yakni kondisi geografis yang mayoritas hutan dan perbukitan.
Moeldoko menyebut kondisi medan gunung yang berlapis-lapis dan luas menjadikan Ali Kalora Cs sulit untuk dilacak.
"Intinya bahwa saya tahu persis medan di sana, medan gunungnya berlapis-lapis, itu sangat luas." kata Moeldoko, dilansir dari Tribunnews.com dalam artikel 'Moeldoko Ungkap Sulitnya Tumpas Kelompok Teroris MIT di Sulawesi Tengah'
2. Hutan lebat dan rumah warga berjauhan
Selain itu, Moeldoko juga menyebut hutan di daerah tersebut masih lebat dan rumah warga masih saling berjauhan.
"Hutannya masih cukup lebat dan masyarakat itu tinggal cukup berjauhan sehingga untuk menjaga rasa aman mereka tidak mudah," kata Moeldoko.
3. Berada di ketinggian 2.500 mdpl
Menurut keterangan polisi, Ali Kalora cs selama ini bergerak di wilayah pegunungan dengan ketinggian 2.500 meter di atas permukaan laut.
Bahkan, dari keterangan anggota kelompok MIT yang tertangkap, hutan yang lebat membuat mereka mudah bersembunyi dari kejaran Satgas Tinombala.
Maka dari itu, aparat harus menyusuri berbagai jalan tikus di hutan.
"Beberapa penuturan dari yang tertangkap menyampaikan, kadang-kadang Satgas Tinombala lewat, jarak 10 meter, 20 meter, mereka tiarap sudah enggak ketahuan karena memang hutan lebat," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Rabu (2/12/2020).
Seperti dilansir dari Kompas.com dalam artikel 'Kadang-kadang Satgas Tinombala Lewat, Jarak 10 Meter, 20 Meter, Mereka Tiarap Enggak Ketahuan karena Hutan Lebat'
4. Ada di 3 kabupaten di Sulawesi Tengah
Daerah persembunyian kelompok teroris Ali Kalora diungkap oleh Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divhumas Polri Brigjen Pol Awi Setiyono, Rabu (2/12/2020).
Menurut Awi, Ali Kalora dan kelompoknya diduga masih berada diantara tiga kabupaten di Sulawesi Tengah yakni Sigi, Poso, dan Parigi Moutong atau berada di dalam Taman Nasional Lore Lindu yang membentang dari Sigi hingga Poso.
"Dia naik turun gunung," ucap Awi, melansir dari Antara.
Syarat Agar Ali Kalora Cs Tertangkap
Ini syarat-syarat agar Ali Kalora Cs tertangkap yang disarankan Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane.
Seperti diketahui, seminggu pasca pembantaian empat warga Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah pada Jumat (27/11/2020), kelompok Ali Kalora Cs tak kunjung ditangkap.
Padahal Satgas Tinombala, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri, anggota Brimob, serta prajurit TNI telah dikerahkan untuk memburunya.
Melansir dari Wartakota dalam artikel 'Sarankan Ada Reward Bagi Aparat yang Tumpas Teroris MIT, Neta S Pane: Jangan Kosong-kosong Bae', Neta S Pane menyarankan empat hal, yakni:
Pertama, menurut Neta, Mabes Polri perlu mengonsolidasikan Brimob dan TNI yang memang punya pengalaman di Medan tempur hutan, untuk memburu teroris MTI.
Menurutnya, kelompok Ali Kalora bersembunyi di hutan lebat Sulteng, sementara aparatur kepolisian yang ditugaskan memburu tidak berpengalaman di 'medan tempur hutan belantara'.
Menurut Neta, medan tempur ada tiga kategori, yakni hutan, gunung, dan perkotaan.
"Masing-masing medan berbeda situasi dan karakteristiknya."
"Sehingga strategi, stamina fisik personel, mental, dan peralatan yang harus dimiliki aparat juga harus berbeda," tuturnya.
Personel kepolisian yang tidak punya pengalaman di medan hutan, menurutnya, pasti takut masuk hutan memburu Ali Kalora cs.
"Mereka hanya berada di luar hutan hingga waktu penempatannya di Poso berakhir, dan akhirnya pulang ke Jawa."
"Akibatnya, Ali Kalora cs yang 20 orang itu tidak akan pernah tertangkap."
"Densus 88 sekali pun tidak punya pengalaman di medan tempur hutan."
"Mereka hanya piawai di perkotaan," ucapnya.
Kedua, Neta berpendapat biaya operasional harus memadai dan tidak dipotong oknum pimpinan.
Syarat lain, Neta juga menyarankan adanya insentif bisa diperoleh utuh untuk ditinggal di rumah.
"Peralatannya dipenuhi agar memadai," katanya.
Syarat keempat, ada reward yang jelas ketika mereka berhasil menghabisi kelompok MTI.
"Misalnya bisa mengikuti pendidikan atau memegang posisi jabatan."
"'Jangan kosong kosong bae', sementara mereka harus menyambung nyawa di hutan," papar Neta.
Jika tidak ada jaminan soal keempat hal itu, katanya, jangan harap Ali Kalora cs bisa 'dihabisi'.

"Strategi inilah yang perlu diperhatikan, sehingga Mabes Polri tidak hanya sekadar 'perintah kosong'."
"Sementara mereka melihat teman-temannya yang bertugas di belakang meja, di kota-kota di Jawa bisa sekolah dan gampang dapat jabatan empuk," ucapnya.
Padahal, kasus Sigi, menurut Neta, semakin menunjukkan kelompok radikal dan garis keras keagamaan yang bersekutu dengan terorisme, makin bercokol kuat di Indonesia.
"Sekecil apapun celah, mereka gunakan untuk membuat teror yang menakutkan masyarakat."
"Untuk itu Polri perlu bekerja cepat dan membuat strategi taktis untuk menangkap dan membongkar jaringan MTI di hutan maupun di luar hutan Sulteng," paparnya.
Sebab, apa yang mereka lakukan di Sigi seperti sebuah sinyal bahwa kelompok radikal terorisme itu akan kembali menebar teror di berbagai tempat.
"Untuk itu, Mabes Polri perlu mewaspadai akan munculnya aksi terorisme di Indonesia menjelang akhir tahun ini."
"Dengan maraknya aksi kerumunan massa dan meluasnya gerakan intoleransi akhir-akhir ini."
"Telah membuat kalangan radikal dan jaringan terorisme seakan mendapat angin untuk kembali beraksi secara masif," bebernya.(*)