Guru Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap 8 Anak di Surabaya Divonis 10 Tahun Penjara

Nicolas Handy Biantoro, oknum guru di salah satu SD di Surabaya dijatuhi hukuman 10 tahun penjara karena mencabuli 8 anak didiknya.

ist/SCCC
Sidang pembacaan vonis terhadap guru pelaku kekerasan seksual terhadap 8 anak didiknya di Surabaya. Dalam sidang ini, pelaku divonis hukuman 10 tahun penjara. 

SURYA.co.id | SURABAYA - Nicolas Handy Biantoro, oknum guru di salah satu sekolah Dasar di Surabaya dijatuhi hukuman 10 tahun penjara, denda 10 juta, subsider kurungan 3 bulan akibat perbuatanya mencabuli 8 anak didiknya.

Vonis tersebut dijatuhkan hakim PN Surabaya, kemarin (3/1/2020).

Dalam putusannya, hakim berpendapat bahwa terdakwa terbukti bersalah melanggar pasal 82 ayat 1 Undang-undang perlindungan anak.

Hakim juga berpendapat bahwa hal yang memberatkan adalah bahwa terdakwa adalah seorang tenaga pendidik.

Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa dengan hukuman 12 tahun penjara. Hal itulah yang membuat Sulkhan Alif yang merupakan pendamping korban sedikit kecewa.

“Tadinya kami berfikir hakim akan memutus sesuai dengan tuntutan jaksa (12 tahun penjara),” ujar Alif, pendamping korban dari Surabaya Children Crisis Center (SCCC) melalui rilis tertulis kepada redaksi. 

Surabaya Children Crisis Center (SCCC) mendampingi korban dari tingkat kepolisian sampai ke pengadilan. “Sampai sat ini pun kami masih memantau perkembagan anak-anak dampingan kami yang menjadi korban pak Nico,” imbuh Alif

Meski sedikit kecewa dengan putusan hakim, Alif berharap ada efek jera bagi para pelaku. 

Alif juga berharap, para tenaga pendidik memberikan teladan bagi murudnya.

“Ini kasus kedua kami dalam mendampingi korban yang asusila yang dilakukan oleh oknum tenaga pendidik,” katanya. 

Alif juga kecewa dengan hakim dalam membacakan putusan dikarenakan hakim menyebutkan dengan jelas nama anak dan nama sekolah beserta alamatnya.

“Dalam pasal 19 Undang-undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak disebutkan bahwa identitas Anak, Anak korban, anak saksi wajib dirahasakan. Seharusnya hakim menyebut inisial anak saja, mengingat banyak wartawan dan masyarakat umum dalam ruang sidang tadi,” pungkasnya. 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved