Kilas Balik
Profil dan Biodata Jenderal TNI AH Nasution Korban Selamat dari G30S/PKI, Karier Militernya Moncer
Berikut profil dan biodata Jenderal TNI Abdul Haris Nasution atau AH Nasution, korban yang selamat dari gerakan G30S/PKI.
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Musahadah
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Musahadah
SURYA.co.id - Berikut profil dan biodata Jenderal TNI Abdul Haris Nasution atau AH Nasution, korban yang selamat dari gerakan G30S/PKI.
Menurut profil dan biodata Jenderal TNI AH Nasution, karier militer pahlawan nasional ini cukup moncer.
Jenderal TNI AH Nasution merupakan korban yang berhasil lolos dari kejaran tentara antek PKI saat G30S/PKI terjadi.
Pada waktu itu ada tentara yang melepaskan tembakan, namun terpeleset.
Ia berhasil memanjat dinding dan terjatuh ke halaman Kedutaan irak untuk bersembunyi.
Namun, akibat kejadian ini ia mengalami patah pergelangan kaki.

• Profil dan Biodata Kolonel Latief yang Dapat Bocoran Sebelum G30S/PKI Pecah, 2 Kali Temui Soeharto
Meski demikian, putrinya yang bernama Irma terkena tembakan dalam perstiwa ini.
Berikut profil dan biodata jenderal TNI AH Nasution dilansir dari Tribunnews Wiki dalam artikel '17 AGUSTUS - Serial Pahlawan Nasional: Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution'
Abdul Haris Nasution lahir di Huta Pungkut, Kecamatan Kotanopan, Tapanuli Selatan, pada 3 Desember 1918.
Abdul Haris Nasution merupakan putra kedua dari pasangan H Abdul Halim Nasution dan Zahara Lubis.
Ia berhasil menyelesaikan pendidikan di Hollandsche Inlande School (HIS) pada tahun 1932.
Kemudian ia melanjutkan pendidikannya di Sekolah Raja Hoofden School, sekolah pamong praja di Bukit Tinggi.
Pada tahun 1935, Abdul Haris Nasution melanjutkan pendidikan di Hollandsche Inlandsche Kweekchool (HIK), sebuah sekolah guru menengah di Bandung.
Kemudian ia mengikuti ujian Algemene Middelbaare School B (AMS) di Jakarta.
Hal ini menyebabkan ia memperoleh dua ijazah sekaligus pada 1938.
Setelah berhasil menempuh pendidikan, ia kemudian menjadi guru di Bengkulu dan Palembang.
Pada masa ini Abdul Haris Nasution mulai dikenal dengan nama Pak Nas.
Namun, pekerjaan sebagai guru kurang cocok baginya.
Ia mulai tertarik dengan militer dan mengikuti Corps Opleiding Reserve Officieren (CORO) KNIL atau Korps Pendidikan Perwira Cadangan di Bandung, pada 1940-1942.
Karier
Setelah menyelesaikan pendidikan militer, Abdul Haris Nasution diangkat sebagai vaandrig (pembantu letnan calon perwira).
Ia ditempatkan di Batalyon 3 Surabaya yang berkedudukan di Kebalen.
Pelabuhan ini mendapat tugas untuk mempertahankan pelabuhan Tanjung Perak ketika perang dunia II terjadi.
Saat Jepang menduduki Indonesia, Abdul Haris Nasution kembali ke Bandung.
Selama masa ini ia menjadi pegawai kotapraja di Bandung.
Selain itu, ia juga menjadi pemimpin Seinendan hingga Jepang menyerah kepada Sekutu.
Selanjutnya, Abdul Haris Nasution aktif sebagai penasihat Badan Keamanan Rakyat (BKR) di Bandung setelah proklamasi kemerdekaan.
Pada 5 Oktober 1945, Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dibentuk.
Inilah awal dimulainya karier Abdul Haris Nasution di bidang militer.
Ia menyandang pangkat kolonel pada 1945-1948.
Kala itu, ia menjabat sebagai Kepala Staf Komendemen TKR I/Jawa Barat.
Dalam jabatan tersebut, Abdul Haris Nasution ditugasi menyusun organisasi dan administrasi.
Pada 1948, ia diangkat menjadi Wakil Panglima Besar Angkatan perang Republik Indonesia.
Oleh karena itu, pangktanya dinaikkan menjadi jenderal mayor dan menjbaat sebagai Panglima Divisi III/TKR Priangan.
Akibat pelaksanaan Reorganisasi dan Rasionalisasi (Rera) tahun 1948, pangkat Abdul Haris Nasution diturunkan setingkat lebih rendah menjadi kolonel, dan diberi jabatan Kepala Staf Operasi Markas Besar Tentara (MBT).
Kemudian ia ditugaskan sebagai Panglima Tentara dan Teritorium Djawa (PTTD).
Seusai Perang Kemerdekaan, pada tanggal 10 Desember 1949 Abdul Haris Nasution diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) dengan Surat Penetapan Kementerian Pertahanan No. 126/MP/1949 tanggal 10 Desember 1949 dengan pangkat kolonel.
Pada 17 Oktober 1952, terjadi demonstrasi yang menuntut pembubaran parlemen di Jakarta.
Peristiwa ini merupakan puncak perbedaan pendapat antara Angkatan Darat dan DPR.
Kala itu Angkatan Darat memprotes DPR yang dianggap terlalu jauh mencampuri masalah intern.
Akibat peristiwa ini, Abdul Haris Nasution dan beberpaa perwira lain dibebaskan dari jabatan.
Selama masa ini, Abdul Haris Nasution aktif menulis buku.
Selain itu, ia juga mendirikan partai politik Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI).
Sebagian besar anggota IPKI merupakan perwira non aktif akibat peristiwa 17 Oktober 1952.
Setelah rekonsiliasi, Abdul Haris Nasution dicalonkan kembali sebagai KSAD.
Ia terpilih dan dilantik pada 7 November 1955 dengan pangkat yang dinaikkan menjadi Mayor Jenderal.
Negara dalam keadaan bahaya melalui Undang-Undang Keadaan Bahaya (UUKB) bulan Juli 1957.
Kala itu, Abdul Haris Nasution merangkap jabatan sebagai Ketua Gabungan Kepala-kepala Staff Angkatan Perang (GKS).
Kemudian, ia juga menjabat sebagai Penguasa Perang Pusat (Peperpu) yang membawahi penguasa Perang Daerah (Peperda).
Setelah reorganisasi Angkatan darat pada 1958, Abdul Haris Nasution diangkat sebagai menteri Keamanan Nasional/KSAD dengan pangkat Letnan Jenderal, hingga lahirnya demokrasi terpimpin.
Pada masa Demokrasi Terpimpin sejak 1962 Abdul Haris Nasution diangkat sebagai Menteri Koordinator (Menko) Pertahanan Keamanan/Kepala Staf Angkatan Bersenjata dengan pangkat jenderal penuh (bintang empat).
Pada masa awal Orde Baru, Abdul Haris Nasution terpilih sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS).
Pada 1968, setelah berakhimya Sidang Umum V MPRS, Abdul Haris Nasution secara resmi berada di luar tugas-tugas resmi jabatan pemerintahan Republik Indonesia.
Ia pensiun dari dinas aktif TNI AD pada tahun 1972, dalam usia 53 tahun.
Selanjutnya, ia aktif menulis buku-buku perjuangan, seperti saat ia masih dinas aktif sebagai prajurit TNI.
Buku-buku Abdul Haris Nasution yang terkenal, antara lain Pokok-pokok Gerilya, Tentara Nasional Indonesia, Sekitar Perang Kemerdekaan dan Memenuhi Panggilan Tugas.
Penghargaan
Gelar Doktor Honoris Causa:
- Universitas Pajajaran
- Universitas Islam Sumatera Utara
Bintang-bintang dan tanda kehormatan dari Indonesia:
- Bintang Republik Indonesia Klas III dan II
- Bintang Maha Putera Klas II
- Bintang Sakti
- Bintang Darma
- Bintang Gerilya
- Bintang Sewindu
- Satyalencana Kesetiaan
- Satyalencana Jasa-Darma Angkatan Laut
- Satyalencana Aksi Militer I
- Satyalencana Aksi Militer II
- Satyalencana Gerakan Operasi Militer I
- Satyalencana Gerakan Operasi Militer II
- Satyalencana Gerakan Operasi Militer III
- Satyalencana Gerakan Operasi Militer IV
- Satyalencana Kemerdekaan
- Satyalencana Satya Darma
- Satyalencana Dharma Pembebasan irian Barat
- Satyalencana Dharma Dwikora
- Satyalencana Penegak (Operasi Penumpasan G.30.S/PKI)
Bintang tanda kehormatan dari Negara-negara Asing:
- Bintang Gajah Putih dari Kerajaan Muangthai
- Bintang Bendera Yugoslavia Klas I
- Bintang Republik tertinggi dari Republik Persatuan Arab (RPA) (Grand Gordon of the Order of the U.A.R)
- Bintang Militer Klas I Yugolasvia
- Bintang Kehormatan dari Presiden Filipina (1963)
- Bintang Jasa dari Republik Federasi Jerman (1963)
- Bintang Datu Sikatema dari Philipina (1967)
- Bintang Tertinggi Trimurti dari Ethiopia (1968)
- Grootkruis Oranye Nassau dari Negeri Belanda.
Lencana Kehormatan:
- Korps Kapal Selam Angkatan Laut Republik Indonesia
- Korps Kapal Selam Amerika Serikat
- Korps Kapal Selam Uni Soviet
- Sekolah Artileri dan Missile di Amerika
- Frunze Akademi Uni Soviet
- Divisi I Jerman
- Korps Berlapis Baja Jerman
- Akademi Angkatan Udara Republik Persatuan Arab (Mesir-Suriah)
- Korps Kavaleri TNI-Angkatan Darat
Selain penghargaan di atas, Abdul Haris Nasution memperoleh Pangkat Kehormatan Jenderal Besar TNI.

• Biodata Letkol Untung Komandan Pasukan Cakrabirawa yang Memimpin G30S/PKI, Mantan Anak Buah Soeharto
Penganugerahan pangkat Jenderal Besar TNI kehormatan kepada Abdul Haris Nasution didasarkan pada Keppres No.46/ABRI/1997, tanggal 30 September 1997.
Pangkat tersebut diberikan atas jasa Abdul Haris Nasution, baik di bidang militer ataupun non militer.
Abdul Haris Nasution wafat di Jakarta pada tanggal 6 September 2000 karena sakit.
Atas jasa yang ia berikan, Pemerintah Indonesia memberikan gelar Pahlawan Nasional sesuai Keputusan Presiden No.073/TK/Tahun 2002, tanggal 6 November 2002.(*)