Kilas Balik

Derita eks Prajurit Cakrabirawa Pasca G30S/PKI, Kocar-kacir ke Luar Indonesia dan Tak Akan Kembali

Derita mantan prajurit Cakrabirawa setelah pemberontakan PKI atau G30S/PKI pada 30 September 1965. Kabur dari Indonesia dan berprinsip tak kembali

Penulis: Arum Puspita | Editor: Adrianus Adhi
Istimewa/Tribun Kaltim
Pasukan Cakrabirawa pengawal Presiden Soekarno 

Sebelum Proklamasi Kemerdekaan RI dikumandangkan, sudah dibentuk sebuah Polisi Istimewa (Tokubetsu Keisatsu Tai) yang bertugas untuk mengawal presiden.

Di wilayah Jakarta, Polisi Istimewa tersebut dijuluki “Polisi Macan” di bawah pimpinan Gatot Suwiryo.

Pada tahun 1945, Gatot memindahkan anggota Polisi Macan ke Pasukan Pengawal Pribadi Presiden (Tokomu Kosaku Tai) di bawah pimpinan Mangil Martowidjojo

Pasukan ini bermarkas di Kantor Pusat Kementerian Negara sekaligus asrama di Gedung Kementerian Dalam Negeri (kini Jl Veteran) di bawah pimpinan Raden Said Soekanto.

Tugas-tugas Pasukan Pengawal Pribadi Presiden itu antara lain:

- Mengamankan perayaan Proklamasi Kemerdekaan RI 17/8/1945

- Membantu pengamanan Rapat Raksasa di Lapangan Ikada pada bulan September 1945

- Mengawal rombongan Presiden dan Wakil Presiden dalam perjalanan secara rahasia menggunakan kereta api dari Jakarta menuju Yogyakarta pada 3 Januari 1946.

Semenjak keberhasilannya mengungsikan rombongan Presiden dan Wapres ke Yogyakarta itu, Said Soekanto pada tahun 1947 membentuk kesatuan khusus bernama Pasukan Pengawal Presiden (PPP) dan dikomandani oleh Mangil.

Tugas utama PPP adalah menjaga keselamatan Presiden dan Wakil Presiden beserta seluruh anggota keluarganya.

Hingga tahun 1962, meskipun Presiden Soekarno telah mendapat pengawalan dari PPP, upaya pembunuhan terhadap Presiden masih tetap terjadi.

Mengingatbanyaknya ancaman yang mengincar jiwa Presiden Soekarno itu, ajudan Presiden, Letkol CPM Sabur, menghadap ke Istana Merdeka untuk menyampaikan laporan bahwa Departemen Pertahanan dan Keamanan berencana membentuk Pasukan Pengawal Istana Presiden (PPIP) yang lebih sempurna.

Tokoh yang ingin membentuk pasukan pengawal Istana Presiden itu adalah Jenderal AH Nasution, tapi Presiden Soekarno ternyata menolaknya.

Pasalnya Mangil saat itu sudah membentuk Detasemen Kawal Pribadi (DKP) dan dirasa oleh Presiden Soekarno sudah cukup untuk mengawalnya.

Namun Letkol Sabur tetap mendesak Presiden Soekarno untuk membentuk PPIP dan akhirnya disetujui.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved