Terbongkar, Permainan Nakal dan Pemotongan Bansos oleh Agen BNI di Sidoarjo

dugaan pemotongan bansos oleh agen BNI, serta permainan-permainan nakal dalam penyaluran bantuan di Sidoarjo terbongkar dalam hearing di DPRD Sidoarjo

Penulis: M Taufik | Editor: Eben Haezer Panca
surabaya.tribunnews.com/m taufik
Dua penerima bantuan saat dihadirkan dalam hearing di DPRD Sidoarjo, Selasa (22/9/2020) 

SURYA.co.id | SIDOARJO - Kasus dugaan pemotongan dana bantuan sosial (Bansos) oleh agen BNI, serta permainan-permainan nakal dalam penyaluran bantuan di Sidoarjo terbongkar dalam hearing di DPRD Sidoarjo, Selasa (22/9/2020).

Sunarsih, perempuan tua penerima bantuan asal Tulangan yang dihadirkan dalam pertemuan itu menceritakan beberapa kejanggalan. Diantaranya, kartu ATM miliknya beberapa kali dibawa oleh agen Bank BNI.

"Sebelumnya pernah dikasih 7 sak beras, kemudian pernah dipanggil lagi hanya dapat 6 sak. Saya terima saja, wong dikasih," ujar ibu tua itu di hadapan para anggota dewan, Dinas Sosial, perwakilan BNI, dan sejumlah pihak yang hadir lainnya.

Setelah beberapa bulan, dia mengaku juga mendapat beras dua kilo, telur 15 butir, minyak goreng dan gula.

"Tapi kartu ATM itu saya minta tidak boleh. Dibawa terus. Saya kalau ambil bantuan menunjukkan KTP," akunya.

Hal serupa disampaikan Resan, pria tua penerima bantuan yang juga dihadirkan dalam pertemuan ini.

"Saya juga tidak pegang ATM. Sama, kalau ambil bantuan hanya menunjukkan KTP," jawabnya.

Pengakuan dua penerima bansos ini membuat semua peserta rapat terharu. Mereka orang-orang tidak mampu dan kurang paham aturan, tapi hak-haknya tidak bisa mereka terima sebagaimana ketentuan.

Beberapa pendamping PKH yang hadir di pertemuan ini juga mengungkap berbagai kejanggalan. Bukan hanya di Tulangan, persoalan pemotongan dana bansos oleh agen Bank BNI juga diduga terjadi di Prambon.

"Kalau pemotongan Rp 10 ribu kami rasa wajar, untuk administrasi mungkin. Tapi asa bantuan harusnya Rp 500 ribu, diberikan Rp 300 ribu dan beras. Juga banyak persoalan lain," kata Endang, pendamping asal Prambon.

Pendamping lain yang minta dipanggil Bunga bahkan mempertanyakan sistem rekrutmen agen oleh Bank BNI. Dia dan rekan-rekannya melihat, pihak luar mendaftar jadi agen sangat sulit dan berbelit. Tapi jika dari keluarga pegawai atau orang dekat bank, bisa dengan mudah jadi agen.

"Kalau bergerak di bidang penjualan sembako kan wajar, ini banyak terungkap ada salon kecantikan dan sebagainya kok jadi agen," urainya.

Menurut Tosan Iksan, kordinator pendamping PKH Sidoarjo, terbongkarnya berbagai persoalan ini berawal dari temuan beberapa warga penerima atau KPM yang tidak membawa kartu ATM.

Setelah ditelusuri, ternyata ATM-nya dibawa oleh agen BNI. "Dan kita coba tanya ke yang lain, ternyata banyak KPM yang kartunya dibawa agen," ungkap dia.

Dalam proses penelusuran itu, terungkap juga ada selisih nominal yang diterima. Ada bukti struknya. Selisih rata-rata Rp 50 ribu. Harusnya menerima Rp 200 ribu perbulan, tapi hanya Rp 150 ribu.

"Kalau disebut Rp 150 ribu plus beras 15 kg dan telor, Itu kan tidak sesuai. Berapa nilai beras dan telornya itu. Padahal, mereka juga sebenarnya berhak dapat bantuan pangan nontunai," sebut dia.

Diungkapnya pula, sebenarnya dalam penyaluran bantuan pangan nontunai juga ada beberapa laporan pelanggaran. Tapi laporannya belum tertulis, sehingga dia tidak membeber dalam pertemuan ini.

Kepala Dinsos Sidoarjo Tirto Adi mengungkapkan, pihaknya sudah mengambil sejumlah langkah setelah menerima laporan tentang perkara ini. Termasik menyurati pihak BNI Sidoarjo.

"Kami telusuri dan klarifikasi, ada bukti-bukti pemotongan dan sebagainya. Kami juga sudah menyurati BNI, meminta agar dilakukan pencabutan izin terhadap agen yang melakukan penyimpangan, serta meminta agar uang potongan dikembalikan," urainya.

Surat tertanggal 24 Agustus itu disebutnya tak ada tanggapan. Baru pada 9 September BNI menjawab. Isinya, KPM atas nama Sumiyati mengaku lupa menerima tunai atau tidak, agen bersedia mengembalikan Rp 300 ribu, dan punishment kepada agen itu berupa SP3. Jika mengulangi, bakal diputus keagenannya.

"Tapi perkara ini sudah ramai diberitakan banyak media. Bahkan kejaksaan juga sudah menghubungi kami, menanyakan persoalan ini," ungkap Tirto.

Pimpinan BNI Sidoarjo, Muhammad Muadzom, yang hadir dalam pertemuan ini menyebut ada 880 agen BNI di Sidoarjo. Mereka adalah kepanjangan tangan BNI, khususnya dalam penyaluran bansos.

"Kami sudah menelusuri itu, dan kami berharap kita bersama menuntaskan persoalan ini. Terhadap agen yang nakal atau menyalahi prosedur, tentu kita akan bertindak tegas," jawab Muadzom.

Dia juga berjanji akan mengevaluasi semua agen. "Jika bisa dibina, akan kita bina. Jika tidak, ya kita binasakan," tegasnya.

Ketua Komisi D DPRD Sidoarjo Dhamroni Khudlori mengaku miris mendengar pengakuan warga penerima bantuan yang hak-haknya tidak diterima sepenuhnya. Pihaknya juga heran, begitu banyak persoalan serta dugaan permainan dalam penyaluran bantuan sosial di Sidoarjo.

"Banyak sekali persoalannya, bahkan sampai ke ranah hukum. Kita ingin semua dibenahi secara menyeluruh. Sistemnya, pelaksananya, dan sebagainya," kata Dhamroni.

Pihaknya juga berharap, BNI secepatnya mengambil tindakan. Agen-agen nakal harus diganti semua, pengawasannya juga harus lebih ketat. Agar penyaluran bantuan bisa benar dan tepat sasaran.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved