Siap Buru KKB Ali Kalora, Brigif Linud 18/Trisula Kostrad Punya Reputasi Moncer Tumpas Separatis

Siap memburu sisa anggota KKB Ali Kalora, para prajurit TNI Brigif Linud 18/Trisula Kostrad yang dikirim ke Poso ternyata bukan prajurit sembarangan.

Istimewa/Kompas
150 personel TNI terbaik tiba di Palu, Sabtu (15/8/2020), untuk bergabung dengan pasukan Operasi Tinombala 

Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Adrianus Adhi

SURYA.co.id - Siap memburu sisa anggota Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Ali Kalora, para prajurit TNI yang dikirim ke Poso ternyata bukan prajurit sembarangan.

Prajurit TNI yang bertugas memburu KKB Ali Kalora itu ternyata berasal dari Brigade Infanteri Lintas Udara 18 Trisula Kostrad.

Jika dilihat dari jejak tempurnya, Brigif Linud 18/Trisula Kostrad punya reputasi cukup menakjubkan dalam memburu kelompok separatis.

KKB Ali Kalora Tak Bisa Sembunyi Lagi, 150 Prajurit TNI yang Dikirim ke Poso Punya Kemampuan Intel

Menurut Komandan Korem 132 Tadulako Brigjen TNI Farid Makruf, para prajurit TNI tersebut merupakan prajurit pilihan.

Kemampuan intelijen dan bertempurnya tak diragukan lagi.

Mereka pernah melakukan misi di Aceh hingga Papua, seperti dilansir dari Kompas dalam artikel 'Memburu Kelompok Teroris MIT di Poso, Kapolda Sulteng: Ada di Hutan Pegunungan'

"Mereka pernah bertugas di Papua, Aceh dan juga Timor-Timur (sekarang Timur Leste)," kata Farid, Sabtu (15/8/2020).

Melansir dari Wikipedia, Brigif Linud 18/Trisula Kostrad pernah 2 kali melakukan misi besar yakni saat penumpasan PKI di Blitar dan perebutan kota Dili, Timor Timur.

Mungkin masyarakat kita masih ingat akan Operasi Trisula, yakni sebuah operasi penumpasan sisa-sisa PKI di daerah Blitar Selatan.

Operasi itu memakai nama sandi "Operasi Trisula" karena kesatuan inti yang digerakkan dalam operasi tersebut, berasal dari Brigif Linud 18/Trisula, di bawah pimpinan Kolonel Inf Witarmin.

Sebagai keberhasilan operasi ini dibangunlah Monumen Trisula untuk memperingati dan mengenang tragedi pemberantasan PKI Desa Bakung Kecamatan Bakung Kabupaten Blitar Selatan.

Sebagai satuan Lintas Udara, Brigif Linud 18/Trisula termasuk pasukan yang ikut dalam operasi lintas udara dalam rangka merebut kota Dili, Timor Timur, pada 7 Desember 1975 dini hari.

Itu termasuk operasi pertama skala besar TNI, untuk menduduki Timtim. Operasi ini dipimpin Kolonel Inf Matrodji.

Seperti diketahui, sebanyak 150 prajurit TNI AD tiba di Bandara Mutiara Sis Al Jufri Palu, Sabtu (15/8/2020) siang.

Mereka datang untuk memperkuat Satgas Tinombala dalam memburu KKB Ali Kalora di Poso.

Kapolda Sulteng optimis

Kapolda Sulteng Irjen Pol Syafril Nursal membenarkan TNI bergabung dengan Brimob untuk memburu KKB Ali Kalora.

"TNI nanti akan bergabung dengan Brimob untuk melakukan pengejaran dan penindakan terhadap kelompok teroris di Poso di atas gunung," kata dia.

Mereka akan membagi peran untuk menjalankan misi.

"Tentunya nanti ada yang bekerja di bawah seperti Babinsa, Bhabinkamtibmas kita, kemudian di penyekatan-penyekatan itu nanti akan kita bagi," tutut Kapolda.

Pelibatan TNI dalam operasi ini diharapkan bisa mengakhiri kasus terorisme yang sudah terjadi selama 20 tahun ini.

"Itu yang jadi pemikiran kita (pelibatan TNI). Kepada kelompok teroris pilihannya mati atau menyerahkan diri," tandas Kapolda.

Ia yakin, jumlah personel TNI untuk memperkuat Satgas Operasi Tinombala dinilai cukup memburu sisa-sisa kelompok MIT.

"Saya optimis," kata Kapolda.

Operasi Tinombala Buru KKB Ali Kalora

Di samping itu, Operasi Tinombala kini telah memasuki jilid III, dan masa tugas Satgas Operasi Tinombala 2020 kembali diperpanjang.

Rencananya, operasi tersebut akan diperpanjang hingga 30 September 2020.

Alasan polri kembali perpanjang masa tugas Satgas Operasi Tinombala karena masih banyak target yang masih belum tertangkap.

Total ada 14 orang KKB Ali Kalora yang telah menjadi target satgas.

Berikut rangkuman rekam jejak Operasi Tinombala yang dilansir dari Wikipedia.

1. Libatkan Kopassus

Operasi Tinombala adalah operasi yang dilancarkan oleh TNI dan Polri pada tahun 2016 di wilayah Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.

Operasi ini melibatkan satuan Brimob, Kostrad, Marinir, Raider, dan Kopassus.

Menurut TNI dan Polri, Operasi Tinombala berhasil membatasi ruang gerak kelompok Santoso dan membuat mereka berada dalam kondisi "terjepit dan kelaparan".

Pada tanggal 18 Juli 2016, Santoso alias Abu Wardah tewas ditembak oleh Satuan Tugas Operasi Tinombala setelah terjadinya baku tembak di wilayah desa Tambarana.

2. Berawal dari kelompok Santoso

Kelompok teroris Santoso alias Abu Wardah yang selama ini menjadi buronan polisi, diduga telah keluar meninggalkan wilayah Gunung Biru, Kecamatan Poso Pesisir dan kini berada di wilayah Kepolisian Sulawesi Selatan.
Kelompok teroris Santoso alias Abu Wardah yang selama ini menjadi buronan polisi, diduga telah keluar meninggalkan wilayah Gunung Biru, Kecamatan Poso Pesisir dan kini berada di wilayah Kepolisian Sulawesi Selatan. (kompas tv/mansur)

Operasi Tinombala awalnya bertujuan untuk menangkap kelompok teroris Santoso.

Operasi Tinombala dimulai pada tanggal 10 Januari 2016 dan merupakan kelanjutan dari Operasi Camar Maleo IV.

Operasi ini melibatkan sekitar 2.000 personel.

3. Penyergapan Sangginora

Pada 9 Februari 2016, kontak tembak jarak dekat pertama dalam Operasi Tinombala terjadi. Sebuah mobil misterius dengan kaca tertutup berhenti di desa Sangginora, Poso Pesisir Selatan.

Mereka berhenti di kios dan membeli perbekalan di luar batas kewajaran. Pemilik kios curiga dan melaporkan mobil tersebut kepada Satgas Tinombala yang terdekat.

6 orang personel gabungan TNI-Polri kemudian mendatangi mobil tersebut. Brigadir Wahyudi Saputra yang mengetuk kaca mobil, secara tiba-tiba ditembak dari dalam mobil oleh terduga teroris.

Melihat Wahyudi jatuh tersungkur, 5 anggota TNI-Polri lainnya langsung menembak ke arah mobil misterius tersebut, menewaskan 2 teroris di dalamnya.

Wahyudi tewas saat dilarikan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Poso akibat luka tembak di dagu kiri dan menembus leher belakang.

4. Kematian Santoso

Pada 18 Juli 2016, kontak tembak terjadi di pegunungan sekitar Desa Tambarana, Poso Pesisir Utara, sekitar pukul 17.00 WITA.

Dalam baku tembak yang berlangsung sekitar setengah jam itu, dua orang tewas, dan mereka adalah Santoso dan Mukhtar.

Basri yang awalnya diperkirakan tewas (belakangan ternyata Mukhtar), berhasil kabur.

Kepala Satuan Tugas Operasi Tinombala Kombes (Pol.) Leo Bona Lubis mengungkapkan, kepastian Santoso tewas diperoleh dari hasil identifikasi fisik luar dan dari keterangan saksi-saksi.

Penyerbuan terhadap kelompok Santoso dilakukan sekitar pukul 16.00 WITA oleh anggota satgas bersandi Alfa-29 yang terdiri atas sembilan orang prajurit Yonif Raider 515/Kostrad.

Saat melaksanakan patroli di pegunungan Desa Tambarana, mereka menemukan sebuah gubuk dan melihat beberapa orang tidak dikenal sedang mengambil sayur dan ubi untuk menutup jejak.

Mereka juga menemukan jejak di sungai dan terlihat tiga orang di sebelah sungai namun langsung menghilang.

Tim satgas ini kemudian berupaya mendekati orang-orang tak dikenal itu dengan senyap. Setelah berada dalam jarak sekitar 30 meter, mereka kemudian terlibat kontak senjata sekitar 30 menit.

Setelah dilakukan penyisiran seusai baku tembak, ditemukan dua jenazah dan sepucuk senjata api laras panjang. Sedangkan tiga orang lainnya berhasil kabur.

Dua jenazah, yakni Santoso dan Mukhtar, kemudian dievakuasi pada Selasa pagi ke Polsek Tambarana, Poso Pesisir Utara.

Hanya beberapa menit di Polsek Tambarana, jenazah kedua buronan dalam kasus terorisme itu diterbangkan dengan sebuah helikopter menuju Bandar Udara Mutiara SIS Al-Jufrie Palu.

5. Penangkapan Basri dan kematian anggota lainnya

Pada 14 September 2016, Basri bersama istrinya ditangkap oleh Satgas Operasi Tinombala. Mereka ditangkap tanpa melakukan perlawanan sama sekali. Dia dan istrinya kemudian di bawa ke Palu untuk diperiksa atas keterlibatannya dalam kelompok Santoso.

Pada 14 September 2016, seorang terduga teroris ditemukan tewas di pinggir Sungai Puna di desa Tangkura, Poso Pesisir Selatan, sekitar pukul 9:30 pagi waktu lokal (WITA).

Orang tersebut kemudian diidentifikasi sebagai Andika Eka Putra, salah satu DPO.

Berdasarkan informasi dari Kapolda Sulawesi Tengah, Brigjen. Pol. Rudy Sufahriadi, Andika tewas karena kepalanya terbentur batu pada saat dia akan menyeberangi sungai. Tim satgas kemudian diturunkan ke lokasi untuk mengambil jenazah dan dibawa ke RSUD Poso.

Pada 19 September 2016, Satgas Operasi Tinombala Charlie 16, sedang berpatroli di wilayah perkebunan Tombua dan tiba-tiba bertemu dengan Sobron, salah satu DPO.

Sobron kemudian terpojok dan mengambil granat dari sakunya setelah dia diminta untuk menyerah.

Belum sempat melempar granat tersebut, Satgas kemudian menembaknya di kepala karena dia tidak mau menyerah. Di tubuhnya ditemukan empat granat dan dua machete.

Pada tanggal 10 November 2016, Yono Sayur ditembak mati oleh pasukan gabungan setelah sebelumnya mencoba melarikan diri.

6. Digantikan Ali Kalora

Biodata Ali Kalora, Pimpinan Kelompok Separatis MIT yang Tembak Anggota Brimob Setelah Salat Jumat
Biodata Ali Kalora, Pimpinan Kelompok Separatis MIT yang Tembak Anggota Brimob Setelah Salat Jumat (Kolase Kompas TV dan Wikipedia)

Ali Kalora merupakan seorang militan Islam Indonesia dan merupakan pemimpin MIT menggantikan Santoso.

Ali Kalora dan kelompoknya diduga bersembunyi di hutan belantara di sekitar Kabupaten Poso dan Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.

Setelah Santoso tewas pada tanggal 18 Juli 2016, dirinya diduga menggantikan posisi Santoso sebagai pemimpin di kelompok MIT bersama dengan Basri.

Setelah Basri ditangkap oleh Satgas Tinombala, Kapolri Jenderal Pol. Tito Karnavian menetapkan Ali Kalora sebagai target utama dari Operasi Tinombala

Ali Kalora lahir di Desa Kalora, Kecamatan Poso Pesisir Utara, Poso.

Ia memiliki seorang istri yang bernama Tini Susanti Kaduka, alias Umi Farel.

Nama "Kalora" pada namanya, diambil dari desa tempatnya dilahirkan, sehingga nama Ali Kalora seringkali digunakan di media massa

Ali Kalora merupakan salah satu pengikut senior Santoso di kelompok Mujahidin Indonesia Timur.

Setelah kematian Daeng Koro—salah satu figur utama dalam kelompok MIT, Ali dipercayakan untuk memimpin sebagian kelompok teroris yang sebelumnya dipimpin oleh Daeng Koro.

Faktor kedekatannya dengan Santoso dan kemampuannya dalam mengenal medan gerilya membuat ia diangkat menjadi pemimpin.

Peneliti di bidang terorisme intelijen dari Universitas Indonesia, Ridwan Habib, berpendapat bahwa Ali Kalora adalah sosok penunjuk arah dan jalan di pegunungan dan hutan Poso.

Ini karena Ali merupakan warga asli dari Desa Kalora, Poso, sehingga dirinya diyakini telah menguasai wilayah tempat tinggalnya.

Menurut Kapolda Sulawesi Tengah saat itu, Brigjen. Pol. Rudy Sufahriadi, Ali Kalora adalah sosok radikal senior di kalangan gerilyawan di Poso.

Ia menyebut bahwa Ali Kalora berpotensi menjadi "Santoso baru" karena latar belakang pengalamannya yang cukup senior.

Meski demikian, ia yakin kekuatan gerilya di bawah kepemimpinannya tidak akan sebegitu merepotkan dibandingkan Santoso.

Kapolri Jenderal Pol. Tito Karnavian menilai bahwa Ali tidak memiliki kemampuan kepemimpinan yang sama dengan Santoso dan Basri, begitu pula dengan spesialisasi dan militansi.(Michael Hangga/Putra Dewangga/Kompas dan Wikipedia/Surya.co.id)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved