AS dan China 'Duel' Uji Coba Rudal Baru, Berikut Perbandingan Kehebatan Minuteman vs Dongfeng

Tak hanya unjuk kekuatan militer di Laut China Selatan, Amerika Serikat dan China berlomba uji coba rudal Minuteman dan Dongfeng. Ini kehebatannya

AFP PHOTO / ISRAELI MINISTRY OF DEFENCE
Ilustrasi peluncuran rudal 

Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Musahadah

SURYA.co.id - Tak hanya unjuk kekuatan militer di Laut China Selatan, Amerika Serikat (AS) dan China juga berlomba mengembangkan rudal baru.

AS dan China tampaknya kini tengah "berduel" untuk menguji coba rudal tercanggih mereka.

Tes terbaru rudal ICBM China diumumkan pada Senin (3/8/2020) oleh Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China.

Ada dua rudal balistik antarbenua yang dites. Satu rudal jarak pendek Dongfeng-16, dan kedua versi panjang Dongfeng-26.

Melihat hal itu, AS pun seolah tak ingin ketinggalan.

Foto yang diambil oleh kantor berita Korea Utara (KCNA) pada 10 September 2019, dan dirilis 11 September 2019 memperlihatkan sebuah rudal meluncur dari sistem peluncur roket ganda yang ditembakkan dari sebuah lokasi rahasia. Foto Kanan : Gambar diambil pada 31 Oktober 2019 dan dirilis media Korea Utara KCNA pada 1 November 2019 menunjukkan Akademi Sains Pertahanan Korut menguji coba peluncur roket super besar di lokasi rahasia.
Ilustrasi rudal. ((AFP/KCNA VIA KNS/STR))

Lepas malam setelah 4 Agustus 2020, Komando Serangan Global Angkatan Udara AS menembakkan rudal balistik antarbenua (ICBM) LGM-30 Minuteman III.

Lantas, seperti apa perbandingan kehebatan Minuteman vs Dongfeng?

Melansir dari Tribunnews dalam artikel 'Dongfeng vs Minuteman, Duel Kehebatan Rudal Antarbenua China dan AS', berikut ulasannya:

Rudal Dongfeng China dirancang mencapai sasaran ribuan mil jauhnya.

Sekurangnya, rudal balistik antarbenua China ini mampu mencapai wilayah terdekat AS dari China, yaitu Guam.

"Kami berada dalam keadaan sangat waspada bertempur, untuk memastikan tindakan kami cepat dan tepat," Liu Yang, komandan brigade PLA yang melakukan tes dikutip Sputniknews.com.

Dongfeng-26 memiliki jangkauan sekitar 2.500 mil, dan telah disebut-sebut sebagai "pembawa-hulu ledak pembunuh" yang mampu menghancurkan armada tempur AS di Asia Pasifik.

Ia memiliki jangkauan untuk menyerang instalasi militer AS di Guam dari pesisir pantai China.

Menurut laporan PLA, latihan itu untuk menguji seberapa cepat tentara China dapat menanggapi serangan nuklir dari negara asing.

Dalam video yang dipublikasikan PLA, pasukan rudal China terlihat mengenakan perlengkapan pelindung saat mereka bergegas ke peluncur rudal bergerak mereka.

Kendaraan dilarikan ke tempat peluncuran, sebuah dataran luas yang tampaknya dipersiapkan untuk peluncuran.

Laporan itu tidak mengatakan di mana dan kapan latihan itu digelar.

Untuk uji coba rudal Minuteman AS, memang tidak dilengkapi hulu ledak bom.

Tapi dalam serangan nuklir nyata, masing-masing rudal akan membawa hulu ledak nuklirnya sendiri, dan menyerang target terpisah.

Rudal Minuteman III melesat sekitar 4.200 mil dari Pangkalan Angkatan Udara Vandenberg di pantai California, menuju ke Atol Kwajalein di Kepulauan Marshall.

“Minuteman III berusia 50 tahun, dan uji peluncuran yang berkelanjutan penting untuk memastikan keandalannya hingga 2030-an ketika Ground Base Strategic Deterrent sepenuhnya tersedia,” kata Komandan Skuadron Uji Penerbangan ke-576 Kolonel Omar Colbert.

“Yang terpenting, pesannya meyakinkan sekutu kami dan mencegah terjadinya serangan potensial,” lanjutnya.

Uji tembak Minuteman III ini juga melibatkan pesawat komando udara dan pusat telekomunikasi E-6 Mercury.

Tes ini sekaligus menguji kemampuan pusat komando udara itu mengambil alih kontrol rudal balistik antarbenua AS jika perintah darat terganggu selama rudal meluncur.

Konflik AS dan China semakin memanas

Sementara itu, konflik antara AS dan China di Laut China Selatan semakin memanas.

China mengatakan respons Amerika Serikat ( AS) terhadap klaim China atas Laut China Selatan tidak diperlukan dan justru meningkatkan tensi di perairan tersebut.

Perairan yang diperdebatkan tersebut sangat seksi karena kaya akan hasil laut, sumber energi yang melimpah, sekaligus sibuk karena menjadi jalur perdagangan internasional.

Pada 4 Juli, bertepatan dengan perayaan hari kemerdekaan AS, Angkatan Laut AS menggelar latihan militer di Laut China Selatan.

Sebelumnya, China juga menggelar latihan militer di perairan tersebut sejak 1 Juli hingga 5 Juli sebagaimana dilansir dari CNBC, Selasa (14/7/2020).

Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, mengatakan bahwa AS memperjuangkan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka pada Senin (13/7/2020).

“Kami memperjelas bahwa klaim Beijing atas sumber daya lepas pantai di sebagian besar Laut China Selatan sepenuhnya melanggar hukum, seperti sebuah kampanye penindasan untuk mengendalikannya," kata Pompeo.

Kedutaan Besar ( Kedubes) China untuk AS mengatakan pernyataan yang dilontarkan AS pada Senin menentang upaya China dan negara-negara ASEAN dalam menjaga stabilitas dan perdamaian Laut Cina Selatan.

“AS secara sembrono memutarbalikkan fakta objektif yang relevan dari Laut Cina Selatan dan undang-undang seperti Konvensi PBB tentang Hukum Laut,” ujar pernyataan tersebut pada Selasa.

Seperti dilansir dari Kompas.com dalam artikel 'Memanas, China Tuding AS Lakukan Provokasi di Laut China Selatan'

Kedubes China untuk AS menuduh pernyataan AS tersebut justru membuat situasi di Laut Cina Selatan menjadi tegang.

“AS memprovokasi hubungan China dengan negara-negara kawasan ini, dan menuduh China secara tidak masuk akal. China sangat menentang hal ini,” sambung pernyataan tersebut.

Laut China Selatan sendiri merupakan jalur perdagangan yang penting di dunia.

Menurut sebuah lembaga think-tank, Center for Strategic and International Studies ( CSIS), barang dagangan dengan total nilai 3,4 triliun dollar AS atau setara Rp 49,5 kuadriliun melewati perairan tersebut sepanjang 2016.

Pernyataan AS yang dibalas oleh China tersebut membuat hubungan antara dua negara ini semakin panas dalam beberapa bulan terakhir.

Masalah kedua negara ini sangat kompleks mulai dari masalah teknologi dan keamanan nasional hingga kendali China atas Hong Kong melalui Undang-undang Keamanan Nasional.

Para analis memperkirakan eskalasi kedua negara tersebut akan terus meningkat menjelang pemilihan presiden AS pada November.

Konsultan risiko geopolitik Eurasia Group melaporkan pernyataan Pompeo tersebut merupakan eskalasi sengketa AS-China di Laut Cina Selatan secara diplomatik.

"Tidak ada pihak yang gatal ingin mempertemukan militernya, karena China berpikir Laut Cina Selatan dapat dimenangkan secara damai melalui gesekan jangka panjang,” tulis laporan tersebut.

Laporan tersebut menambahkan Presiden AS, Donald Trump, telah menunjukkan sedikit gaya militernya dalam berkonfrontasi dengan China.

"Namun, ketegangan kebijakan luar negeri antara Washington dan Beijing telah meningkat secara signifikan tahun ini dan tidak ada pihak yang cenderung menurunkan suhu,” sambung laporan tersebut.(Setya Krisna/Danur Lambang/Putra Dewangga/Tribunnews dan Kompas.com/Surya.co.id)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved