Virus Corona di Jember

Luput Dari Bantuan Pemerintah, Warga Jember Sampai Jual Gelas dan Mangkok Demi Beli Beras

"Itu impian saya. Saya sampai pernah berpikir untuk bunuh diri. Tapi sama tetangga, saya dimarahi. Dosa," katanya.

Penulis: Sri Wahyunik | Editor: Eben Haezer Panca
Sri Wahyunik
Ny Triyata menunjukkan biji kluwih untuk menyambung hidupnya. Keluarga ini tak pernah terima bantuan pemerintah. 

"Mendapatkan BPNT, PKH, dan KIS?," tanya Surya.

"Tidak punya. Tidak pernah dikasih," katanya.

Untuk menyambung hidup dua pekan terakhir, dia mulai menjual barang miliknya. Dia menjual mangkok dan gelas beberapa hari lalu kepada tetangganya. Barang itu laku Rp 30.000 yang kemudian dia belikan beras. Dia juga menjual perabotan yang lain, meskipun nilainya tidak seberapa. Triyata tidak peduli. Dia hanya berpikiran untuk bisa mendapatkan uang, dan bisa makan.

Bahkan beberapa hari terakhir, untuk sarapan, dia memasak biji kluwih yang oleh warga setempat disebutnya kolor. Biji kluwih itu direbus, dan sebagai pengganti sarapan. Barulah siang harinya, keluarga itu makan nasi. Terkadang mereka mendapat makan dan lauk dari tetangga.

"Dua hari sarapan isi kolor. Alhamdulillah, ini dikasih beras. Tadi juga ada orang tua yang tidak saya kenal, ngasih saya uang Rp 20.000. Bisa beli isi ulang gas," ujarnya sambil meneteskan air mata.

Triyata hanya berharap, dirinya bisa terlepas dari jeratan utang 'bank tihtil'. Dirinya masih memiliki tanggungan sebesar Rp 7,8 juta. Dia berjanji, jika bisa terlepas dari jeratan 'bank tihtil' itu, dia tidak akan ngutang lagi ke mereka.

Selain itu, dia juga ingin mendapatkan bantuan peralatan tambal ban untuk anak keduanya. Jika anaknya bisa membuka sendiri usaha tambal ban, dia yakin akan ada pemasukan untuk keluarga itu meskipun hanya Rp 20.000 per hari. Penghasilan itu diharapkannya bisa menyambung hidup.

"Itu impian saya. Saya sampai pernah berpikir untuk bunuh diri. Tapi sama tetangga, saya dimarahi. Dosa. Saya berharap ada bantuan, terutama kompresor dan alat tambal ban untuk anak saya," pungkasnya.

Triyata tidak mau berharap banyak dari tetangganya, karena beberapa orang tetangganya juga tidak mampu. Rumah yang ditempati Triyata adalah rumah kontrakan sederhana, dan mulai rusak di beberapa bagian. Rumah kontrakan itu, dikontrak keluarga itu sampai tiga tahun mendatang.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved