Virus Corona di Jember
Akses Internet Tak Merata Sebabkan Tak Semua Murid di Jember Bisa Belajar Secara Online
Kegiatan belajar secara online tidak bisa diterapkan secara maksimal di semua wilayah Jember karena akses internet yang tak merata.
Penulis: Sri Wahyunik | Editor: Eben Haezer Panca
MI itu, kata Nurul, mengikuti kalender akademik. Awal bulan Ramadan, biasanya pelajar SD dan MI mendapatkan waktu libur selama 10 hari. Karenanya sekolah itu akan tetap menerapkan model pendidikan sesuai dengan kalender akademik tersebut.
"Nanti akan masuk lagi pada pekan kedua Puasa, sampai waktu libur Hari Raya Idul Fitri. Kami akan mengikuti kalender akademik untuk yang ini," pungkas Nurul.
Sulitnya akses internet juga dirasakan oleh wali murid SDN Curahtakir 03 Desa Curahtakir Kecamatan Tempurejo. SD ini berada di kawasan berbukit, dan berada di dalam kawasan perkebunan.
"Jaringan internet susah. Jadi tidak ada pembelajaran secara online," kata Suryanto, Kepala SDN Curahtakir 03 kepada Surya.
Karenanya para guru bersepakat melakukan pembelajaran jarak jauh model mereka. Saat pembelajaran jarak jauh pertama kali diterapkan, para guru langsung memberikan tugas secara tatap muka kepada para murid. Namun ketika terjadi tiga kali masa perpanjangan, para guru yang harus mendatangi para murid itu di lingkungan masing-masing.
"Seperti masa perpanjangan kedua dua pekan kemarin, ya para guru yang mendatangi murid-murid di lingkungan masing-masing. Beruntung rumah para murid ini berkelompok, nge-blok begitu. Jadi ketika guru datang, dikumpulkan di tempat siapa. Kemudian guru memberikan tugas sesuai kelas masing-masing siswa. Kami harus begitu, wong jaringan internet susah," kata Suryanto.
Kemudian pada waktu mengumpulkan tugas, para guru ada di sekolah dan ada perwakilan murid yang mengantarkan tugas tersebut ke sekolah.
"Hanya perwakilan murid yang ngumpulkan tugas. Tidak semua datang ke sekolah," imbuh Suryanto.
Ketika mulai ada pembelajaran lewat TVRI, Suryanto menuturkan, tidak semua murid juga bisa mengakses saluran televisi milik negara tersebut. "Burek. Anak-anak sampai bingung juga. Sedangkan lewat youtube, atau link yang dikirimkan itu, jelas tidak mungkin. Susah membuka situs yang butuh jaringan bagus," imbuhnya.
Memang tidak semua jaringan internet di Desa Curahtakir buruk. Suryanto menyebut, hanya kawasan di sekitar sekolahnya, dan dua SD lain yang akses internetnya susah. Sebab ketiga SD itu berada di kawasan perbukitan, begitu juga dengan tempat tinggal muridnya.
"Semoga saja wabah ini segera hilang, supaya pembelajaran kembali secara normal. Belum lagi, kasihan kalau melihat ekonomi wali murid di SD saya yang rata-rata buruh kebun. Penghasilan mereka berkurang banyak karena pandemi ini," pungkas Suryanto.