Patung di Kelenteng Tuban Runtuh

Sejarah Patung Dewa Raksasa di Klenteng Kwan Sing Bio Tuban yang Roboh, Dulunya Panglima

Berikut merupakan sejarah Kongco Kwan Sing Tee Koen, patung Dewa Perang yang ada di Klenteng Kwan Sing Bio, Tuban, Kamis (16/4/2020),

Penulis: Abdullah Faqih | Editor: Adrianus Adhi
Kolase SURYA.co.id/ SURYA
Sejarah Kwan Kong, Patung Dewa Perang yang Rubuh di Tuban, Kamis (16/4/2020) 

SURYA.co.id, SURABAYA - Berikut merupakan sejarah Kongco Kwan Sing Tee Koen, patung Dewa Perang yang ada di Klenteng Kwan Sin Bio, Tuban, Kamis (16/4/2020), 

Identitas dari Kongco Kwan Sing Tee Koen adalah Guan Gong (Hanzi : 关公, Hokkian : Kwan Kong) atau Guan, yang berarti ‘Paduka Guan’,

Patung Dewa Perang yang terletak di klenteng-kelenteng itu biasa dilaflkan dengan lafal Hokkian yaitu Kwan Kong

Dikutip dari berbagai sumber, Kwan Kong dulunya adalah seorang panglima terkenal yang hidup pada 3 zaman kerajaan (Sam Kok). Ia hidup pada rentang tahun 160-220 M.

Nama asli dari Kwan Kong ialah Guan Yu  (关羽) atau Guan Yun Chang (关云长). Oleh Kaisar Han, Ia diberi gelar Han Shou Ting Hou (漢夀亭侯) yang berarti ‘Marquis dari Han Shou’.

Beberapa kisah menggambarkan teladan, keperkasaan, dan keberanian dari Guan Yu, seperti kisah Guan Yu berwajah merah, kisah sumpah setia di kebun persik, kisah Guan Yu ketika terluka, dan kisa Guan Yu berbekal sebilah golok tanpa bala pasukan menghadiri pesta musuh.

Dikisahkan dalam kisah sumpah setia di kebun persik, Guan Yu dalam pengembaraannya berjumpa dengan Liu Bei dan Zhang Fei disebuah kedai arak. Dalam pembicaraan mereka ternyata cocok dan sehati, sehingga memutuskan untuk mengangkat saudara. Upacara pengangkatan saudara ini, dilaksanakan di rumah Zhang Fei dalam sebuah kebun buah Tao atau kebun persik.

Three Brothers; Guan Yu, Liu Bei, dan Zhang Fei
Three Brothers; Guan Yu, Liu Bei, dan Zhang Fei (istimewa)

Bersama Liu Bei dan Zhang Fei, Guan Yu berhasil menumpas pemberontakan Sorban Kuning. 

Sementara itu, dalam kisah Guan Yu menghadiri pesta di tempat musuh

Negara Dong Wu mengelabuhi Guan Yu dengan mengundangnya ke sebuah pesta. Mereka berencana untuk menghabisi Guan Yu di dalam pesta itu. 

Guan Yu datang menghadiri pesta jebakan itu dengan sebuah perahu kecil beserta puluhan pengikutnya.

Guan Yu kala itu hanya memegang sebilah golok untuk mempertahankan diri.

Ketika datang di tengah pesta, ia memandang para menteri dan jenderal Negeri Dong Wu bagai anak kecil, dengan kharisma luar biasa ia berhasil kembali ke markas dengan selamat.

Akhir Masa Hidup 

Akhir masa hidup Guan Yu dimulai dari adanya aliansi antara Cao-Cao dan Sun Quan untuk merebut Kota Jingzhou dari tangan kekuasaan Guan Yu 

Guan Yu kemudian di jebak oleh Cao-Cao dan Sun Quan. 

Aliansi Cao-Cao dan Sun Quan menginginkan Guan Yu untuk menyerah dan memberikan Kota Jingzhou pada mereka.

Guan Yu menolak untuk menyerah, kemudian dihukum mati. 

Guan Yu yang tertangkan bersama anak tertuanya, yaitu Guan Ping akhirnya dieksekusi di tengah perkemahan Sun Quan. 

Ketika hendak dieksekusi, Guan Yu hanya tertawa hingga membuat algojo yang hendak mengeksekusinya ketakutan. 

Sang Algojo sama sekali tak berani menatap Guan Yu dan tak bisa mengakhiri hidup sang panglima. 

Akhirnya, Jenderal Pan Zhang turun tangan menggunakan Golok Naga Hijau untuk mengeksekusi Guan Yu

Guan Yu gugur dalam usia 60 tahun pada 220 Masehi. 

Penghormatan Sebagai Dewa

Dalam masyarakat etnis Tionghoa, terdapat kepercayaan bahwa setiap manusia memiliki dua roh yang disebut sebagai Hun dan P'o.

Roh Hun akan kembali pada sang pencipta ketika pemilik raga di bumi telah meninggal, sedangkan roh P'o akan tetapi tinggal di bumi. 

Roh P'o yang tinggal di bumi masih memiliki kontak dengan manusia yang masih hidup. 

Oleh karena itu, Masyarakat Tionghoa meyiapkan berbagai medium sebagai tempat roh yang tinggal di bumi. 

Bagi roh yang telah dianggap menjadi dewa, akan disediakan sebuah patung. 

Sedangkan bagi roh yang dianggap leluhur akan ditulis di papan nama atau sebuah foto.  

Guan Yu, atau Kwan Kong dipuja oleh umat Taoisme, Konfusianisme dan Buddhisme.

Masing-masing dari aliran kepercayaan itu memberi penghormatan tersendiri bagi Kwan Kong

Kaum Taoist memujanya sebagai Dewa pelindung dari malapetaka peperangan, sedangkan kaum Konfusianisme menghormati sebagai Dewa Kesusasteraan dan kaum Buddhist memujanya sebagai Hu Fa Qie Lan atau Qie Lan Pelindung Dharma.

Menurut kepercayaan kaum Buddist, setelah Kwan Kong meninggal arwahnya muncul dihadapan Biksu Pu Jing di kuil Yu Quan Si di gunung Yu Quan Shan, propinsi Hubei. Biksu Pu Jing pernah menolong Kwan Kong yang akan dicelakai seorang panglima Cao Cao, dalam perjalanan bergabung dengan Liu Bei.

Setelah itu, karena takut pembalasan Cao Cao, Biksu Pu Jing menyingkir ke gunung Yu Quan Shan dan mendirikan Kuil Yu Quan Si.

Telah lebih dari 1000 tahun sejak itu Kwan Kong dipuja sebagai Boddistsatwa Pelindung Buddha Dharma. Penghormatan terhadap Kwan Kong sebagai orang ksatria yang teguh terhadap sumpahnya, tidak goyah akan harta kekuasaan dan kedudukan dan setia terhadap saudara-saudara angkatnya, menyebabkan ia memperoleh penghormatan yang tinggi oleh kaisar-kaisar pada jaman berikutnya.

Kwan Kong memperoleh gelar yang tidak tangung-tanggung Ia dsebut ‘Di’ yang berarti ‘Maha Raja“. Sejak itu Ia disebut Guan Di atau Guan Di Ye (Hokkian : Koan Te Ya) yang berarti Paduka Maha Raja Guan, sebutan  gelar Kedewaan yang sejajar dengan Xuan Tian Shang Di.

Penggambaran Guan Yu atau Kwan Kong

Kwan Kong umumnya divisualisasikan dengan berpakaian perang lengkap, kadang-kadang sambil membaca buku dengan putra angkatnya Guan Ping yang memegang cap kebesaran dan Zhou Chang pengawalnya yang setia, bertampang hitam brewokan, memegang golok Naga Hijau Mengejar Rembulan, senjata andalannya.

Hari kelahiran Nya diperingati setiap tanggal 24 bulan 6 imlek, dan tanggal 13 bulan 1 imlek sebagai hari kenaikan Nya. Sementara Guan Ping (memperoleh gelar Ling Hou Thi Zi), hari kelahirannya diperingati tanggal 13 bulan 5 imlek, dan Zhou Chang (Jendral Zhou), diperingati setiap tanggal 20 bulan 10 imlek.

Seiring dengan gelombang imigrasi masyarakat Tionghoa dari negara asalnya yaitu Tiongko, pemjuaan terhadap Kwan Kong juga tersebar di perantauan imigran Tionghoa 

Tempat-tempat tersebut seperti di Hong Kong, Taiwan, Malaysia, Singapura dan Indonesia banyak sekali kelenteng yang memuja Kwan Kong.

Di Indonesia, kelenteng yang khusus memuja Kwan Kong; terbesar dengan wilayah seluas 4 Hektar adalah kelenteng Guan Sheng Miao (Kwan Sin Bio) di Tuban, Jawa Timur.

Patung Dewa Kwan Kong Saat masih berdiri tegak
Patung Dewa Kwan Kong Saat masih berdiri tegak (Tribunnews)

Kepercayaan Terhadap Kwan Kong

Guan Yu dipuja karena kesetiaan dan kejujuran. Dia adalah lambang teladan sifat ksatria sejati yang selalu menempati janji dan setia pada sumpahnya. Oleh sebab itu Guan Yu banyak dipuja di berbagai kalangan masyarakat, disamping kelenteng-kelenteng.

Lukisan Nya banyak dipasang di rumah pribadi, toko, bank, kantor polisi, pengadilan, sampai di markas organisasi mafia; dimana para anggota perkumpulan rahasia itu biasanya melakukan sumpah setia satu sama lain.

Julukan Dewa Perang sebagai umumnya dikenal dan dialamatkan kepada Guan Yu, harus diartikan sebagai Dewa untuk menghindarkan peperangan dan segala akibatnya yang menyengsarakan rakyat, sesuai dengan watak Guan Yu yang budiman. Guan Yu adalah penduduk asli kabupaten Hedong (sekarang kota Yuncheng), Propinsi Shanxi, Tiongkok.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved