Berita Sidoarjo
Penghuni Rusun Tambak Kemeraan di Krian Mengeluhkan Biaya Sewa dan Listrik yang Tak Terjangkau
"Setiap bulan kami harus membayar sekitar Rp 500 ribu sampai Rp 600 ribu. Padahal, penghuni rusun ini mayoritas bekerja sebagai pemulung," katanya
Penulis: M Taufik | Editor: Eben Haezer Panca
SURYA.co.id | SIDOARJO - Para penghuni rumah susun (rusun) di Desa Tambak Kemeraan, Kecamatan Krian, kabupaten Sidoarjo mengeluhkan biaya sewa plus biaya listrik dan air setiap bulan yang mereka anggap mahal.
Selain itu, di masa pandemi Covid-19 seperti ini, penghuni rusun juga tidak bisa menerima subsidi.
"Setiap bulan kami harus membayar sekitar Rp 500 ribu sampai Rp 600 ribu. Padahal, penghuni rusun ini mayoritas bekerja sebagai pemulung, pengamen, dan tukang becak," kata Misyadi, Ketua RT setempat, Kamis (16/4/2020).
Listrik yang terpasang di kamar-kamar penghuni ukurannya 900 VA, sehingga mereka juga tidak bisa menerima subsidi penuh dari pemerintah.
"Warga juga tidak tahu detail pemakaiannya. Karena meteran jadi satu. Bukan terpasang di setiap kamar," ujarnya saat bertemu dengan Anggota Komisi A DPRD Sidoarjo, Warih Andono yang berkunjung ke rusun.
Setiap bulan, hanya ada lembaran pemberitahuan yang ditempel di depan ruang pengelola rusun. Lembaran itu berisi data dan nominal tagihan listrik dan air yang harus dibayar oleh warga.
Warga yang menghuni rusun itu merupakan warga korban gusuran. Sebelumnya mereka tinggal di lahan yang hendak dipakai membangun RSUD Sidoarjo Barat. Dua tahun digusur, pembangunan rumah sakit juga belum terealisasi.
"Dulunya ada 33 KK yang tinggal di sini. Sebagian sudah pindah karena kemahalan. Sekarang tinggal 20 KK saja," ujar dia.
Menanggapi keluhan itu, Warih mengaku bakal segera mengajukan hearing di DPRD Sidoarjo serta mengundang Pemkab Sidoarjo untuk membahas persoalan ini.
"Saya melihat ini ada banyak kejanggalan. Jelas ini sudah keliru konsepnya. Harusnya tidak seperti ini," kata politisi Partai Golkar tersebut.
Dicontohkan, keberadaan meteran listrik. Harusnya dipasang di setiap kamar. Bukan dijadikan satu di tempat tertentu. Selain itu, tarif retribusi atau sewa rusun harusnya cuma sekitar Rp 200 ribu perbulan.
Warih sempat mencari pengelola atau petugas di rusun. Ternyata ruangannya tertutup. Tidak ada orangnya. "Ini juga tidak benar. Harusnya ada yang selalu standby di sini," lanjutnya.
Karena upaya klarifikasi ke pengelola rusun tidak membuahkan hasil, Warih berniat membawa persoalan ini ke dewan. Mengusulkan hearing, memanggil Pemkab Sidoarjo.
Dalam hearing nanti, pihaknya juga bakal mengusulkan ke Pemkab Sidoarjo supaya lara penghuni rusun itu bisa masuk data penerima bantuan sembako selama pandemi covid-19.
Bambang Haryo Sukartono, Bakal Calon Bupati Sidoarjo yang bersama Warih mengunjungi rusun tersebut bahkan mendesak pemerintah atau pengelola rusun menurunkan daya listrik para penghuni.
Mereka lebih layak dengan 450 VA. "Supaya bisa mendapat subsidi. Bisa gratis selama pandemi," ujar Bambang.