Virus Corona di Trenggalek
Tak Mau Rebahan Saja, Mahasiswa di Trenggalek Jual Durian untuk Donasi Corona
Puluhan mahasiswa di Kabupaten Trenggalek memilih untuk mengisi waktu luang di tengah pandemi corona atau covid-19 dengan menjual buah durian.
Penulis: Aflahul Abidin | Editor: Eben Haezer Panca
SURYA.co.id | TRENGGALEK - Puluhan mahasiswa di Kabupaten Trenggalek memilih untuk mengisi waktu luang di tengah pandemi corona atau covid-19 dengan menjual buah durian.
Keuntungan dari penjualan didonasikan untuk penanggulangan dan pencegahan wabah yang kini merebak itu.
Para mahasiswa itu tergabung dalam komunitas Mahasiswa Kreatif Trenggalek.
Di halaman basecamp mereka di Kelurahan Surodakan, Kecamatan Trenggalek penuh ratusan biji durian, Minggu (12/4/2020).
"Teman-teman punya inisiatif, daripada menganggur dan rebahan saja, kami memilih untuk sebisa mungkin membantu warga terdampak corona," kata Setiawan Alim, Ketua Mahasiswa Kreatif Trenggalek.
Setiawan bilang, total ada 40 mahasiswa yang bergabung dalam penjualan dan donasi tersebut. Mereka berasal dari berbagai kampus di Jawa Timur. Terbanyak dari kampus di Tulungagung dan Trenggalek.
Mereka membagi tugas, mulai dari membeli duren, memiliah, mendata pemasukan dan pengeluaran, serta mengantar duren yang dipesang pembeli.
Durian-durian yang mereka jual diambil dari pengepul yang berada di Desa Karanggandu, Kecamatan Watulimo.
Di kecamatan tersebut, terdapat hutan durian terluas di dunia. Mereka bisa dengan mudah mendapat durian karena April ini masuk puncak musim panen.
Mereka menjual durian dengan harga yang variatif. Mulai dari Rp 15.000 hingga Rp 25.000 per biji. Tergantung kualitas dan ukuran.
Dengan modal patungan Rp 6 juta, mereka mendatangkan sekitar 800 biji durian.
"Untuk awal, tidak berani banyak-banyak. Takutnya tidak habis terjual," tambahnya.
Di luar dugaan, durian diminati oleh warga. Ia mengklaim, telah menjual separoh dari jumlah durian yang ada dalam tempo sehari.
Apabila penjualan stabil, Setiawan dkk. berencana untuk meneruskan penjualan tersebut hingga masa puncak panen berakhir.
Untuk penjualan, komunitas tersebut mengandalkan media sosial dan relasi yang mereka punya.
Pembeli boleh datang ke lokasi untuk membeli, namun tidak untuk makan di tempat.